RP. Ovan, O.Carm Imam Carmelit, tinggal di Komunitas Rumah Retret Nabi Elia Mageria-Mauloo |
Tubuh secara esensial merupakan
wujud dari keseluruhan badaniah. Tubuh adalah bahasa isyarat yang tak bisa
disampaikan dalam berbagai kalimat yang panjang dari bibir-bibir mulut. Namun
usaha membahasakannya terkadang runyam dan sulit. Sedangkan Darah merupakan
cairan yang berada dalam tubuh manusia. Darah menjadi sangat signifikan dalam
menentukan hidup dan matinya manusia. Sebab darah berfungsi untuk
mengangkut oksigen, mengedarkan sari makanan dan lain sebagainya. Secara
biologis manusia dalam esensinya sebagai tubuh tidak bisa dilepaspisahkan
dengan darah.
Sama saudara yang
terkasih dalam Kristus...
Esensi tentang
Tubuh seringkali menjadi dilematis moral dalam kehidupan sehari-hari kita. Ketika
kita berbicara dan mengenang tubuh terkadang kita tidak bisa untuk mengelak
dari berbagai macam kecacatan yang diakibatkan oleh diri kita sendiri. Tubuh
jika dipahami secara religiositas iman Kristiani merupakan gambaran dari citra
Allah. Sebagai gambaran dari citra Allah, tubuh menjadikan
manusia sebagai bagian dari partner (rekan kerja) Allah.
Dalam realitas
iman kita sebagai orang beriman tak jarang kita menyaksikan, membaca dan
mendengarkan berbagai kasus imoralitas tentang tubuh. Hal lain yang sering
menjadi sedikit resah dalam setiap benak kita ketika berbicara mengenai tubuh
ialah perempuan, tentunya. Ketika berbagai hal imoralitas berkaitan dengan
tubuh, perempuan selalu menjadi salah satu ciptaan Tuhan yang selalu disoroti.
Tubuh perempuan seolah menjadi pelampiasan hasrat bahkan tubuh perempuan selalu
dilihat dan dibaca sebagai nafsu sensual.
Sama saudara yang
terkasih dalam Kristus...
Pada hari ini
Gereja sejagat merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Perayaan tubuh dan darah
Kristus yang dirayakan pada hari ini bukan sekadar seremonial iman yang perlu
untuk dikenang dan dirayakan begitu saja. Gereja memberikan satu hari khusus untuk
mengenang dan merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus bukan sekadar ingin
agar umatnya menyadari tentang Kristus sebagai Manusia sekaligus Allah itu, namun
dalam perayaannya itu, Gereja ingin membukakan kesadaran iman
kita dalam membongkar segala prasangka dan kemapanan diri yang didedikasi oleh egoisme mengenai tubuh.
Egoisme ini lahir dari berbagai sudut perspektif terkadang melalui mata yang
bening membongkar seluruh pakaian, pikiran yang selalu merangsang nafsu birahi
yang tak bertuan, mulut yang turut melucuti dan mengkuliti seluruh tubuh. Ego
manusia selalu mengangkat kemapanan dirinya lebih dari orang lain. Terkadang
melampaui akal budi bahkan melampaui hati nurani atau dalam dunia etika keutamaan disebut dengan
kesadaran praktis.
Kitab Ulangan hari
ini secara gamblang menyadari bangsa Israel atas kebaikan Allah kepada mereka.
Allah selalu hadir dalam realitas iman umat-Nya. Kehadirannya memberi peluang
bagi siapa saja untuk datang kepada-Nya dengan sebuah jawaban iman yang bebas
dan tanggung jawab. Ulangan membuka kesadaran iman bangsa Israel bahwa manusia
tidak saja hidup dari roti melainkan dari sabda yang diucapkan oleh Allah.
Kebergantungan akan hal-hal duniawi membuat kita terjerumus dalam kemapanan ego
akan diri sendiri. Allah merendahkan hatimu dan membiarkan engkau lapar, serta
membiarkan engkau makan manna (Ul. 8:3). Dengan begitu kita akan paham bahwa
pada dasarnya Allah melampaui apa yang tidak bisa kita pikirkan tentang-Nya.
Sehingga, Ulangan menyadari bangsa Israel tentang kemapanan
akan hidup yang kita miliki di dunia saat ini bukanlah jaminan atas hidup kita
diakhirat nanti; namun Allah memberikan peluang atas jawaban bebas dari
kita umat-Nya akan iman yang kokoh dalam menyadari bahwa segala kemapanan yang
kita miliki hendaknya kita saling berbagi dan bukannya untuk memupuk dalam ego
akan diri sendiri.
Rasul Paulus dalam
surat pertamanya kepada Jemaat di Korintus melukiskan tentang persatuan dalam
tubuh dan darah Kristus. Yesus Kristus sebagai penggenapan akan janji
Allah dalam Kitab Suci Perjanjian Lama merupakan gambaran persatuan. Paulus meyakini
bahwa darah yang diucapkan sebagai ucapan syukur dan roti yang dipecah-pecahkan
merupakan persatuan dalam tubuh dan darah Kristus yang diberkati secara
langsung oleh Allah melalui para Imam. Dengan demikian kepada Jemaat di
Korintus, Paulus menyadarkan seluruh jemaat bahwa dalam ekarisiti kita
dipersatukan langsung dengan Allah melalui konsekrasi saat roti dan anggur diubah
menjadi tubuh dan darah Kristus. Dan karena iman akan Kristus yang bangkit itu,
kita semua dipenuhi dalam kehidupan kekal dengan persatuan dalam Allah dan para
kudus. Sedangkan dalam injil, Yohanes memberi penekanan khusus pada beberapa
ayat yang tentunya menyadari bahwa esensi tubuh adalah nilai yang terkandung dalam
setiap insani. Setiap tubuh manusia padadasarnya adalah nilai atas kasih dan
cintanya kepada sesama.
Membayangkan cinta, sebenarnya tubuh
adalah tempat suci yang perlu dijaga, dirawat dan selalu disejukkan dalam rasa
kasih dan cinta. Bukankah, ketika kita dilahirkan ke dunia setiap manusia
berada dalam tubuh yang telanjang? Dan tidakkah kita ingat dan mampu merasakan
betapa deritanya Ibu ketika mengandung dan melahirkan kita? Telanjang, dalam
konteks ini sebenarnya menggambarkan kebersihan diri kita dari segala rentetan
duniawi (meski kita tetap berada dalam dosa asal), namun telanjang
dalam konteks kelahiran ke dunia itu tentu masih memiliki keterikatan duniawi
dengan ayah dan ibunya. Dalam ketelanjangan itu, manusia dibersihkan
dalam sebuah sakramen pembaptisan. Saat itu dalam konteks iman Kristiani
diartikan sebagai kesiapan batin untuk berada dalam persatuan dengan Allah.
Sama saudara yang
terkasih dalam Kristus...
Yesus telah
menyatakan diri-Nya dihadapan bangsa Israel bahwa Dia-lah roti yang telah turun
dari sorga (bdk. Yoh 6:51). Pernyataan Yesus ini melukiskan esensi dari
diri-Nya sebagai penggenapan akan janji Allah kepada bangsa Israel. Sekaligus
Yesus membuka jalan bagi hidup dan kebenaran dengan mempersatukan seluruh
umat-Nya ke dalam kasih dan cinta akan Allah. Pernyataan lain yang juga
mempertegas esensi dari diri Yesus adalah kekita Ia menyatakan bahwa
barangsiapa yang tidak makan daging anak manusia dan minum darah-Nya, kamu
tidak mempunyai hidup di dalam dirimu (lih. Yoh 6:53). Hal ini sekaligus
menjadi kecaman Yesus bagi orang-orang kafir dan juga
bangsa Israel yang cenderung memprioritaskan hal-hal duniawi sebagai sumber
dari kehidupan yang mereka jalani. Ketakutan pada kemapanan seolah menutupi
ruang atas diri sendiri. Kemapanan seolah menjadi gambaran utama yang harus
diperjuangkan, sehingga praktis realitasnya cenderung memelihara ego
tanpa memberi dan saling berbagi kasih terhadap satu dengan yang lainnya.
Dilematis
pernyataan Yesus di atas tentu menghantar kita kepada realitas tubuh kita. Dalam
hidup tubuh kita perlu diisi dengan makanan dan minuman. Bahkan Yesus tidak
mempersalahkan eksistensi dari tubuh kita. Namun, dalam hal ini Yesus sebenarnya ingin
meluruskan bahwa dalam realitas hidup kita, tubuh tidak saja
hanya membutuhkan makanan dan minuman (fisik) namun tubuh juga memerlukan
kekuatan jiwani (rohani), dan dalam hal itu Yesus menyatakan bahwa manusia tidak
saja hidup dari roti melainkan dari sabda yang diucapkan Allah.
Sama saudara yang
terkasih dalam Kristus...
Dengan demikian,
pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus yang kita rayakan hari ini sebenarnya
Yesus hadir untuk membuka kembali kesadaran iman kita akan Allah. Yesus ingin
mengetok pintu kita dengantidak saja bertamu, namun tetap
tinggal di dalam hati kita.Keberadaan Yesus dalam diri kita, mempersatukan seluruh
iman kita dalam sebuah perjamuan ekaristi yang sedang dan akan kita rayakan
terus menerus. Allah tidak pernah meninggalkan umatnya atau menjauhkan
umat-Nya. Hanya saja kita sebagai umat-Nya kerap meninggalkan Ia dan memelihara kemapanan diri
kita. Oleh karena itu, tubuh hendaknya dipelihara tidak saja secara fisik namun
diperkaya oleh jiwa yang kaya akan pengalaman iman dan kesadaran iman.
Hemat saya, bahwa
tinggallah selalu dalam persatuan dengan Allah melalui ketulusan, partisipasi
aktif dan kesetiaan dalam ekaristi yang kita rayakan setiap saat. Dengan
demikian, kita akan melihat kemapanan yang Allah berikan sebagai jaminan atas
hidup kita kelak sekaligus menjadikan kita lebih kerasan untuk selalu dipersatukan
dalam cinta dan kasih akan Allah kepada sesama.
0 Comments