![]() |
Pose bersama. |
Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat beragam dari
segi budaya. NTT memiliki warisan budaya, seperti adat istiadat, ritus,
kesenian, dan kerajinan tradisional. Warisan tersebut ditandai dengan kekhasan
dan keunikannya masing-masing. Warisan budaya merupakan bentuk kebijaksanaan
lokal, baik yang berwujud benda maupun tak benda.
Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), sesuai Konvensi
UNESCO Tahun 2023, terbagi dalam lima gugus utama yang terdiri atas tradisi dan
ekspresi lisan; adat masyarakat, ritus, dan perayaaan; pengetahuan dan
kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta; seni pertunjukan; serta
keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional.
Keberagaman warisan budaya yang dimiliki oleh NTT
tersebut membuat Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, menekankan
pentingnya perhatian dan perlindungan dengan kekuatan regulasi. Salah satunya
adalah dengan mengupayakan sertifikasi demi mendukung pelestarian warisan
budaya NTT.
Melki mengingatkan lagi kasus klaim alat musik Sasando oleh salah satu negara di Asia
dan tenun ikat Sumba Timur oleh salah satu daerah di Pulau Jawa. Klaim-klaim
sepihak tersebut, menurutnya, sangat berbahaya apabila tidak dicegah dan
ditangani dengan baik. Untuk itu, bagi Melki, upaya sertifikasi warisan budaya
NTT sangat penting.
“Sertifikasi ini tidak hanya ditujukan untuk
meningkatkan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) di NTT, tapi juga meningkatkan
daya tarik wisatawan berkunjung ke daerah ini,” ungkapnya saat membuka Rapat
Teknis Warisan Budaya Tahun 2025 di Hotel Harper Kupang, Selasa (27/5/2025).
Rapat teknis tersebut diinisiasi oleh Kementerian
Kebudayaan Republik Indonesia (RI) dengan mengusung tema “Akselerasi Penetapan
Warisan Budaya Melalui Pendekatan Holistik Kementerian Kebudayaan Republik
Indonesia”. Pembukaan rapat ini ditandai dengan pemukulan gendang oleh Gubernur
NTT bersama Direktur Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, Kementerian
Kebudayaan RI, Dr. Restu Gunawan.
Pengakuan dan Keberlanjutan
Sejatinya, upaya percepatan penetapan WBTB tidak
sekadar untuk mendapatkan pengakuan secara nasional maupun internasiona, tetapi
juga untuk mendukung keberlanjutan dari kearifan lokal tersebut. Keberlanjutan ini
harus dibarengi dengan tanggung jawab untuk melestarikan dan memanfaatkannya
dengan baik.
“Jangan sampai banyak warisan budaya kita yang masih lebih
dominan dalam bentuk lisan dan praktik atau belum dibukukan hilang begitu saja.
Upaya ini sangat strategis dan penting karena ketika suatu WBTB diakui, maka
otomatis disertai tanggung jawab untuk melestarikan,” ungkap Melki.
Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan terus melakukan identifikasi warisan budaya yang terdapat di seluruh
kabupaten/kota di NTT. Pada tahun 2025, pemerintah sudah mengusulkan 26 karya
budaya dari tiga belas kabupaten di NTT agar dapat ditetapkan menjadi WBTB
Nasional.
Selain itu, ada dua warisan budaya benda/cagar budaya
yang diakui secara nasional, yakni Cagar Budaya Liang Bua di Manggarai dan
Rumah Pengangsingan Bung Karno di Ende. Sedangkan, warisan budaya yang diakui
oleh UNESCO adalah Kampung Adat Wae Rebo.
“Pemerintah juga terus melakukan beberapa kegiatan
berkelanjutan sebagai upaya dalam melestarikan warisan budaya di NTT, seperti
pengkajian, pendokumentasian, dan seminar karya budaya dari sepuluh objek
pemajuan kebudayaan selain warisan,” jelas Melki.
Pentingnya Membangun Kolaborasi
Melalui Rapat Teknis Warisan Budaya Tahun 2025, Melki
mengharapkan adanya kerja kolaboratif dalam meningkatkan penetapan warisan
budaya, baik benda maupun tak benda, di Provinsi NTT.
Ia mengakui bahwa jumlah warisan budaya yang sudah
disertifikasi secara nasional maupun internasional masih terlalu kecil,
sehingga diperlukan kerja sama dalam melakukan penelitian dan identifikasi
potensi-potensi cagar budaya maupun WBTB agar bisa memperoleh pengakuan.
“Bangun koordinasi dan kolaborasi dengan Kementerian
Kebudayaan, dalam hal ini Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI NTT, terkait
langkah-langkah teknis administrasi yang diperlukan untuk percepatan
sertifikasi cagar budaya maupun WBTB,” tukasnya.
Ia mengungkapkan, dengan keterbatasan fiskal daerah,
Pemerintah Provinsi NTT telah memberikan dukungan terhadap Program Pengembangan
Kebudayaan sebesar dua ratus juta sepanjang tahun 2024 dan 2025.
“Kami tentu mengharapkan dukungan dari Pemerintah Pusat
terutama melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi pemajuan kebudayaan NTT,”
sambungnya.
Perubahan Paradigma
Di sisi senada, Dr. Restu Gunawan, menerangkan, sesuai
Asta Cita ke-8 Presiden dan Wakil Presiden, dijelaskan penyelarasan kehidupan
yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya guna mencapai masyarakat yang
adil dan makmur. Maka dari itu, paradigma terkait kebudayaan turut mengalami
perubahan.
Ia mengatakan, paradigma kebudayaan dahulu dan
sekarang telah mengalami perubahan. Jika dulu kebudayaan dianggap sebagai
biaya, maka saat ini, kebudayaan adalah investasi. Jika dulu kebudayaan adalah kesenian,
maka sebenarnya kesenian adalah bagian dari kebudayaan. Bahkan, apabila dulu
kebudayaan dianggap sebagai tontonan, maka saat ini, kebudayaan adalah tuntunan
yang bisa dikapitalisasi menjadi tontonan.
“Kita juga dulu menganggap kebudayaan adalah masa lalu
(hanya perlu dilestarikan), tetapi sebenarnya kebudayaan adalah masa lalu, masa
kini, dan masa depan,” pungkasnya. (Biro
AP Setda Prov. NTT/MDj/red)
0 Comments