Illustrasi |
Jakarta, CAKRAWALANTT.COM - Dewasa ini, kasus kekerasan seksual semakin marak
dan semakin memprihatinkan. Mayoritas kekerasan seksual dialami oleh perempuan
dan anak-anak. Pelakunya juga berasal dari berbagai kalangan. Mirisnya lagi,
kekerasan seksual seringkali terjadi di tempat menimba ilmu, seperti sekolah
atau kampus.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan dan
Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan (Kemenko PMK), Roos Diana Iskandar menyatakan permasalahan kekerasan
seksual merupakan momok dalam pembangunan manusia dan Indonesia.
Dia menjelaskan berdasarkan data Survei Nasional
Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SNPHPN) Tahun 2021, sebanyak 26% atau 1
dari 4 perempuan usia 15 hingga 64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau
seksual oleh pasangan atau selain pasangan. Selain itu, 34% atau 3 dari 10 anak
laki-laki dan 41,05% atau 4 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah
mengalami satu jenis atau lebih kekerasan selama hidupnya.
Roos Diana mengatakan negara wajib untuk melindungi
warga negaranya dari kekerasan seksual. Dia menerangkan bahwa saat ini
pemerintah telah membuat Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual (RUU TPKS) untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual
di Indonesia.
“Rancangan UU TPKS ini sangat urgen dirasakan karena
regulasi nasional yang ada belum cukup untuk pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual yang ada,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Tindak Lanjut
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual secara daring, pada Selasa (4/1/2022).
Lebih lanjut, Roos Diana mengatakan RUU TPKS perlu
untuk segera disahkan. Dia menjelaskan urgensi RUU TPKS mutlak perlu untuk
disahkan. Pertama, terkait keterbatasan instrumen hukum, dalam regulasi KUHP
hanya mencakup 2 hal, yaitu pemerkosaan dan pelecehan seksual atau pencabulan.
Sementara, dalam RUU TPKS mengklasifikasikan kekerasan seksual dalam 9 kategori
dengan definisi yang lebih luas dan mampu lebih menjerat pelaku.
Kedua, terkait tingginya angka kekerasan seksual di
Indonesia. Kasus kekerasan seksual menunjukkan tren meningkat dan meningkat
signifikan di masa pandemi Covid-19, terutama pada perempuan dan anak. Ketiga,
RUU TPKS memberikan perlindungan bagi korban, keluarga korban, dan saksi.
Selain itu, pelaku kekerasan seksual diberikan rehabilitasi agar tindakan
kekerasan seksual tidak kembali terjadi.
Berdasarkan urgensi tersebut, Roos Diana menyatakan
pemerintah akan memperjuangkan agar usulan RUU TPKS masuk ke dalam Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022.Dia juga berharap para
anggota legislatif di DPR-RI bisa berkomitmen untuk mendukung dan mengesahkan RUU
TPKS.
“RUU TPKS belum kunjung disahkan. Sudah berkali-kali
masuk Prolegnas. Kita berharap RUU TPKS akan masuk prolegnas 2021-2022 ini dan
dapat diselesaikan. Hal ini juga disampaikan oleh Ketua DPR-RI Puan Maharani
yang mempunyai komitmen untuk menyelesaikan RUU TPKS ini,” ujarnya.
Selain itu, untuk menyosialisasikan pentingnya RUU
TPKS, Roos Diana mengatakan Kemenko PMK juga akan membuat webinar edukasi pada
publik tentang pentingnya UU TPKS. Webinar juga akan menghadirkan narasumber
dari pemerintah, anggota parlemen, akademisi tokoh agama, dan media massa.
Sumber : https://www.kemenkopmk.go.id/
(red)
0 Comments