Oleh : Roswita Christiani Ina Kuma, S.Pd
(Guru Prakarya dan Kewirausahaan SMA Negeri 1
Larantuka)
CAKRAWALANTT.COM - Mata Pelajaran
Prakarya dan Kewirausahaan menurut Kemendikbud dalam buku Guru Prakarya dan
Kewirausahaan kelas XII (2018:3) merupakan mata pelajaran baru yang mempunyai
tujuan dan landasan kependidikan agar menumbuhkan kepekaaan terhadap produk
kearifan lokal, perkembangan teknologi, dan terbangunnya jiwa kewirausahaan
sesuai dengan orientasi dan misi Kurikulum 2013.
Selain
itu, mata pelajaran ini juga bertujuan menciptakan wirausaha-wirausaha baru
yang handal dan berkarakter dalam memanfaatkan bahan lokal yang ada di sekitar.
Mata pelajaran ini terdiri dari 4 strand, yaitu pengolahan, budidaya, kerajinan
dan rekayasa. Pada SMA Negeri 1 Larantuka, terdapat 3 strand yang dapat dipilih
peserta didik berdasarkan bakat dan minat masing-masing, diantaranya;
pengolahan, budidaya dan kerajinan.
Ruang lingkup strand pengolahan adalah
membuat atau menciptakan bahan dasar menjadi benda produk jadi agar dapat
digunakan untuk kegiatan produksi dan bermanfaat secara luas. Pada prinsipnya,
kerja pengolahan adalah mengubah benda mentah menjadi produk matang dengan
mencampur atau memodifikasi bahan tersebut menurut Kemendikbud dalam buku Guru
Prakarya dan Kewirausahaan kelas XII (2018:29).
Adapun materi yang dipelajari di Kelas X adalah
pengolahan produk awetan dari bahan pangan nabati dan hewani; kelas XI pengolahan
makanan tradisional dan internasional; dan kelas XII pengolahan makanan khas asli daerah yang dimodifikasi dari bahan pangan
nabati dan hewani serta mengolah salah satu makanan untuk kesempatan khusus. Materi
tentang wirausaha dan perencanaan usaha akan diberikan terlebih dahulu
sebelum mengolah sebuah produk makanan ataupun minuman.
Kegiatan praktik pengolahan makanan dilaksanakan
secara bersama-sama di sekolah. Dalam proses pembelajaran praktik, penulis
melihat adanya masalah bagi peserta didik laki-laki khususnya kelas X yang
kurang serius dan merasa malu karena diejek teman-temannya dengan kalimat:
“masa laki-laki memasak?”. Hal ini membuat mereka lebih senang bergantung pada
teman-teman dalam kelompok, tidak mau bekerja sama, serta tidak mau berusaha menunjukkan
bakat mereka.
Jika dalam kelompok tidak ada yang mau bertanggung
jawab sebagai ketua kelompok, maka mereka tidak bisa melaksanakan praktik. Selain
itu, pandemi Covid-19 juga mempengaruhi proses kegiatan pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka terpaksa harus
dilaksanakan secara daring dan luring. Hal ini membuat peserta didik juga
kehilangan semangat dalam belajar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, penulis
membagi kelompok praktik peserta didik berdasarkan daerah tempat tinggal
sehingga memudahkan dalam berkoordinasi. Peserta didik laki-laki dibagi ke
setiap kelompok sehingga tidak menumpuk pada satu kelompok saja. Peserta didik
juga diberi arahan dan pemahaman lebih tentang keterlibatan kaum laki-laki
dalam dunia kuliner. “Memasak bukanlah satu hal yang hanya bisa dan boleh
dilakukan oleh kaum perempuan, di zaman sekarang kaum laki-laki juga bisa.”
Hal itu dapat dilihat dari banyaknya wirausahawan makanan
dan minuman berskala besar, seperti Kaesang Pangarep dan Jerome Polin atau yang
berskala kecil, seperti pedagang cilok serta para chef-chef yang lebih didominasi
oleh kaum laki-laki. Dengan memberi pemahaman dan contoh-contoh tersebut, maka mampu
membuat peserta didik khususnya laki-laki agar tidak merasa malu lagi.
Penulis merasa senang karena masalah tersebut sudah
bisa diatasi. Peserta didik laki-laki sudah mulai bersemangat lagi dalam
mengikuti pembelajaran khususnya praktik. Namun, kegiatan pembelajaran kembali
terkendala oleh pandemi Covid-19. Segala aktivitas dibatasi termasuk kegiatan
praktik bersama di sekolah, sedangkan peserta didik mengharapkan adanya praktik
selain pemberian materi dan tugas secara daring. Penulis mencoba mencari jalan
sehingga kegiatan praktik dapat dilaksanakan.
Untuk kelas X, peserta didik harus membuat salah
satu hasil awetan dari bahan pangan hewani, sedangkan kelas XI mengolah makanan
internasional. Muncul juga sebuah ide untuk melakukan praktik secara virtual, hal
tersebut kemudian didiskusikan dengan peserta didik dan luar biasanya mereka
sangat menyetujuinya.
Persiapan praktik mulai dilakukan. Peserta didik
tidak dibagi per kelompok, melainkan mereka melakukan praktik secara individu
di rumah masing-masing menggunakan aplikasi zoom
meeting. Jadwal praktik dibagi tiap harinya selama 2 jam per kelas. Langkah
pertama yang dilakukan adalah membuat perencanaan praktik. Penulis membagikan
standar resep dan video proses pengolahan telur asin berbumbu dan tempe katsu kepada
peserta didik melalui grup kelas masing-masing. Kemudian, peserta didik membuat
perencanaan dan dikumpulkan dalam bentuk pdf ke alamat email yang diberikan.
Langkah kedua, penulis memeriksa perencanaan usaha
peserta didik lalu mendiskusikan persiapan praktik mereka. Setelah persiapan
praktik telah selesai, dilanjutkan dengan praktik pengolahan per kelas sesuai
jadwal.
Langkah ketiga, peserta didik mempersiapkan bahan
dan alat yang digunakan untuk mengolah telur asin berbumbu untuk kelas X dan
tempe katsu untuk kelas XI. Setelah mengawali pertemuan dengan salam dan doa
serta menjelaskan tujuan praktik, penulis mengambil daftar hadir sekaligus
menilai kelengkapan bahan dan alat.
Langkah keempat, peserta didik diarahkan untuk
melakukan praktik sesuai dengan langkah-langkah pada resep dan video yang sudah
dipelajari. Penulis melakukan pengamatan dan menilai pekerjaan peserta didik. Pada
proses awal, praktik kelas XI dilakukan secara virtual lalu dilanjutkan secara offline dan kemudian dilakukan lagi
secara virtual pada hari itu juga untuk menilai hasil praktik. Sedangkan pada kelas X,
satu hari digunakan untuk praktik kemudian diawetkan selama 14 hari dan pada hari
ke-15 dilakukan penilaian.
Langkah kelima, peserta didik mengisi lembar kerja pada
link yang sudah disiapkan dan dilampirkan dengan foto hasil praktik.
Berdasarkan hasil
pengamatan penulis, walaupun praktik dilakukan secara virtual, antusias peserta
didik sangat luar biasa terlebih peserta didik laki-laki kelas X. Mereka yang
awalnya merasa malu dengan teman-temannya, sekarang sudah mulai berani untuk
menunjukkan bakat mereka. Ada beberapa
peserta didik juga yang berinisiatif membelanjakan bahan praktik secara bersama
untuk menghemat biaya. Hal ini memberi nilai tambahan karena mereka sudah mulai
berpikir ekonomis.
Mereka juga menjual
hasil praktik kepada orang tua untuk dinikmati dan dinilai bersama, serta
uangnya digunakan lagi untuk praktik berikutnya. Penulis merasa senang dan
puas, walaupun sempat terkendala jaringan internet secara virtual, para peserta
didik dapat belajar dan melakukan praktik dengan semangat serta
menyelesaikannya dengan baik. (red)
1 Comments
Mantap
ReplyDelete