Oleh
: Gusty Rikarno, S.Fil.
(Fasilitator
Literasi Wilayah Bali-Nusra)
Prolog
CAKRAWALANTT.COM - Di kemarin malam, awan hitam yang
menggantung dari arah selatan Kota Kupang menyerah dan akhirnya pecah dalam
satu nama. Hujan. Yah, saya adalah salah satu dari sekian banyak yang menyukai
hujan. Sejak kecil hingga dewasa begini, saya suka bermain hujan. Menyulurkan
kaki dan membiarkan air hujan menerobos pori-pori tubuh adalah salah satunya.
Untukku, hujan itu cantik, antik dan
romantis. Saya baru sudah selesai berkemas dan hendak menuju beranda selatan Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Gerimis datang begitu saja dan membuat hatiku bergetar. Sejujurnya saya
takut. Bukan karena hujan itu, tetapi angin kencang yang menyertainya.
Tiba-tiba hatiku mengeras dan mengukuhkan keputusanku untuk berlayar bersama
kapal cepat Cantika Lestari menuju taman langit yang membentangkan banyak kisah
yang utuh dan abadi dalam ingatan.
Menuju pulau ini sebenarnya kita sedang
menuju rumah yang menyadari diri sebagai kaum peziarah di bumi fana ini. Jika
hidup hanyalah sebatas cerita, maka perjalanan ini adalah caraku merayakan
kefanaan sekaligus ingin mengekalkan diri dalam satu cara.
Pulau Sabu juga dikenal dengan sebutan
Sawu atau Savu. Penduduk di pulau ini
sendiri menyebut pulau mereka dengan sebutan Rai Hawu yang artinya Tanah dari Hawu dan orang Sabu sendiri menyebut dirinya dengan sebutan Do Hawu. Nama resmi yang digunakan
pemerintah setempat adalah Sabu. Masyarakat Sabu menerangkan bahwa nama pulau
itu berasal dari nama Hawu Ga, yakni
nama salah satu leluhur mereka yang dianggap mula-mula mendatangi pulau tersebut.
Menurut sejarah, nenek moyang orang Sabu
berasal dari suatu negeri yang sangat jauh yang letaknya di sebelah barat Pulau
Sabu. Pada abad ke-3 sampai abad ke-4, terjadi arus perpindahan penduduk yang
cukup besar dari India Selatan ke Kepulauan Nusantara. Perpindahan penduduk itu
disebabkan karena pada kurun waktu itu terjadi peperangan yang berkepanjangan
di India Selatan.
Dari syair-syair kuno dalam Bahasa Sabu
dapat diperoleh informasi sejarah mengenai negeri asal leluhur Sabu.
Syair-syair itu mengungkapkan bahwa negeri asal Orang Sabu terletak sangat jauh
di seberang lautan di sebelah barat yang bernama Hura. Di India terdapat Kota
Surat di Wilayah Gujarat Selatan yang terletak di sebelah Kota Bombay, Teluk
Cambay, India Selatan.
Gema
Literasi Di Atas Taman Langit
Dari dek tiga kapal Cantika Lestari,
saya melihat sebongkah gugusan pulau yang anggun dan menyakinkan diri bahwa itu
Pulau Sabu. Benar. Saya seperti kembali pada rumah dimana bisa tersenyum,
menari dan menyanyi sesukanya. Saya ikut tersenyum saat menatap wajah-wajah
ceria dan antusias di pelabuhan Seba. Mereka menawarkan diri untuk menurunkan
barang bawaan dari kapal yang menampung ratusan penumpang itu.
Entah mengapa, di tempat ini tiba-tiba
saya merindukan hujan. Hingga akhirnya kerinduan itu terjawab. Beberapa jam
kemudian, hujan turun dan membasahi taman ini. Taman langit bernama Pulau Sabu.
Beberapa sumber berita terpercaya melangsir tentang rencana besar Pemerintah
Kabupaten Sabu Raijua untuk menggelar Festival Taman Langit bertepatan dengan
terjadinya gerhana matahari hibrid pada tanggal 20 April 2023 mendatang.
Badan Riset dan Badan Riset dan Inovasi
Indonesia (BRIN), melansir jika Indonesia dapat menyaksikan gerhana matahari
hibrid tersebut, terutama di Indonesia Timur. Festival ini terbilang sangat
unik karena baru pernah dilakukan, terutama di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT).
“Ade, besok pagi kita bertemu Pak
Bupati. Kita berdiskusi sekaligus meminta arahan dan dukungan beliau terkait
rencana kita meningkatkan mutu pendidikan di kabupaten ini melalui Gerakan
Literasi Sekolah (GLS). Ade tunggu saja di penginapan, nanti kami jemput untuk
kita sama-sama ke kantor bupati”, ujar Ibu Rachel Billik Tallo yang adalah
Kadis Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (PKKO) Kabupaten Sabu
Raijua.
Seperti yang diketahui, Kabupaten ini
mempunyai dua pulau yaitu: Pulau Sawu atau Pulau Sabu dan Pulau Raijua. Sesuai
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2008 telah dibentuk kabupaten baru di Provinsi NTT
yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Kupang, yaitu Kabupaten Sabu Raijua.
Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Indonesia.
Kabupaten ini diresmikan oleh Menteri
Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Di sini terdapat 24
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 77 Sekolah Dasar (SD) yang tersebar di enam
kecamatan, yaitu Kecamatan Hawu Mehara, Kecamatan Raijua, Kecamatan Sabu Barat,
Kecamatan Sabu Liae, Kecamatan Sabu Tengah, dan Kecamatan Sabu Timur.
Saat ini, Kabupaten Sabu Raijua dipimpin
oleh Bupati Drs. Nikodemus Nithanael Rihi Heke, M.Si. Sejujurnya saya belum
bertatap wajah dengan sosok Bupati yang dibeberapa tahun terakhir ini membawa
banyak terobosan positif bagi perkembangan dan kemajuan untuk kabupaten ke-21
di Provinsi NTT ini.
Entah kenapa pikiranku berkelana dengan
sosok Nikodemus yang diceritakan dalam
Injil Yoh, 3:1-4. Nikodemus adalah salah seorang pemimpin agama Yahudi. Ia
datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata, “Rabi,kami tahu bahwa Engkau
datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat
mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak
menyertainya.”Yesus menjawab, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika
seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah”.
Nikodemus, Pemimpin Agama Yahudi itu,
adalah dia yang ingin tampil dan berbicara berbicara apa adanya. Sosok yang
rendah hati dan mengakui kelebihan orang lain. Ia menyebut Yesus sebagai Rabi
(guru) dan seorang yang diutus Allah. Ia (Nikodemus) memiliki pikiran dan hati
murni dan tulus. Maka tidak heran kalau Yesus mengajarkannya tentang bagaimana
pentingnya keberanian untuk “dilahirkan” kembali agar dapat melihat kerajaan
Allah.
Langit Pulau Sabu nampak cerah. Angin
bertiup lembut dan mengiringi langkah kami menuju menuju lantai dua Kantor
Bupati Sabu Raijua. Di perjalanan ini, saya ditemani Ibu Rachel Billik Tallo
selaku Kadis PKKO Kabupaten Sabu Raijua dan Prof. Feliks Tans selaku Direktur
Pascasarjana Undana Kupang. Dua orang hebat di bidang pendidikan ini saatnya
akan kuceritakan. Kami berbagi cerita (strategi) meningkatkan mutu pendidikan
sambil disuguhi pemandangan alam yang mempesona.
Dari lantai dua kantor bupati, gundukan
bukit dalam balutan padang sabana seakan membingkai lautan biru yang membuat hati
bergetar dalam madah tentang keagungan ciptaan Tuhan. Di titik ini, langit
seakan hendak mencium bumi. Kefanaan dan keabadian hidup seakan menyatu. Mesra
dan tak ada jarak. Bupati Nikodemus tersenyum ramah. Genggaman tangannya begitu
erat, hangat dan penuh persaudaraan. Ia mengenakan topi khas daerah Manggarai
(Flores) di atas tanah Sabu Raijua.
Sebuah contoh sikap menghargai keberagaman. Memeluk dan mencintai Sabu Raijua
tanpa harus mengambil jarak (menjauh) dari yang lain.
“Di sini, di beranda selatan NKRI ini
kami terus bergerak, berkreasi dan berinovasi. Kami (Sabu Raijua) adalah teras
depan rumah bernama NKRI. Kami adalah cerita yang tak pernah selesai. Kami menilai Kabupaten ini sebagai taman yang
harus dirawat, dijaga, ditata dan harus dikelola dengan baik. Di atas taman
(tanah) ini kami mengais rejeki sambil tetap bersujud pada langit yang memberi
kami rahmat dan harapan untuk bertumbuh dan hidup. Di taman ini, kami butuh
banyak tangan, hati dan pikiran agar tetap indah dalam keberagaman. Kami
membuka diri bagi siapa saja yang memiliki kepedulian yang sama membangun
daerah ini. Selamat datang di Sabu Raijua, kawan. Bersamalah kita bergerak,
bersinergi dan berkolaborasi khususnya di bidang pendidikan”, sapa Bupati
Nikodemus dengan ramah.
Kami bercerita apa adanya seperti cerita
dalam Injil itu. Semuanya menjadi asyik karena memiliki visi dan sasaran yang
sama. Bersama kami berkomitmen untuk “lahir” kembali dengan aneka strategi agar
taman pendidikan itu semakin tertata baik dari segi mutu maupun karakter yang
mumpuni. Bersama kami bergerak menjawabi rapor pendidikan yang menampilkan data
apa adanya dimana dari sisi literasi dan numerasi masih berada dibawah
kompetensi minimum.
Selain itu, kondisi a-literasi (bisa
baca tetapi tidak biasa membaca) di kalangan guru dan peserta didik adalah hal
lain yang harus segera dicari jalan keluarnya. Kami menilai bahwa saatnya
gerakan literasi sekolah, keluarga, dan masyarakat harus ditanam dalam hati dan
pikiran generasi muda Sabu Raijua. Kami memulainya perlahan dan konsisten dalam
ragam bentuk pendampingan (workshop) yang tentunya berorientasi pada hasil yang
nyata dan terukur.
Pada tanggal 20 April 2023, kami
mengajak (diajak) para guru dan peserta didik melihat bintang saat “Festival
Taman Langit”. Sesungguhnya ia (Bupati Nikodemus) sedang membawa cita-cita
generasi muda Sabu Raijua setinggi bintang itu. Maka belasan tahun dari
sekarang, akan muncul banyak bintang di taman langit ini. Saat itu, tidak perlu
mengunakan teropong lagi untuk melihat bintang karena bintang-bintang itu ada
di sini.
Di tanah ini. Nikodemus dalam Injil
Yohanes itu sesungguhnya sudah ada di sini. Dia adalah Nikodemus Nithanael Rihi
Heke. Sang penerobos yang ingin terus bekerja dalam kesunyian tetapi dengan
hasil yang nyata dan terukur. Ia selalu ingin “lahir” kembali dalam ragam
bentuk inovasi dan kreatifitas demi kemajuan daerah ini dalam segala bidang
kehidupan khususnya bidang pendidikan.
Epilog
Hujan turun lagi. Kali ini lebih deras
dari sebelumnya dan rasa resah (gelisah) dalam hati sirnah begitu saja. Hadir
di tempat ini, saya merasa “terlahir” kembali. Saya menimba api semangat dan
optimisme dari seorang Nikodemus Nithanael Rihi Heke. Seorang pemimpin yang
ingin bernafas sama yakni bersinergi dan berkolaborasi demi kemajuan taman
langit bernama Sabu Raijua. Mimpi kami utuh dan tunggal. Menyambut generasi
emas Sabu Raijua dengan mengakarkan budaya literasi.
Taman langit itu memang harus ditata,
dikelola dan ditumbuhi aneka macam warna bunga yang sedap dipandang mata.
Selamat datang di “Festival Taman Langit”. Bawalah teropong (kalau ada) dan
nikmatilah indahnya bintang dari taman ini. Tetapi ketahuilah satu hal, jika
suatu saat nanti datang kembali, tinggalkan teropongmu karena sesungguhnya ada
banyak bintang akan lahir dari taman bernama Sabu Raijua ini.
Salam hangat dari ini pulau. Ada tuan
rumah bernama Nikodemus yang akan menyambutmu dengan ramah dan bakal mengajakmu
untuk “lahir” kembali dalam ragam ide dan aksi nyata yang terukur demi kemajuan
daerah ini.
Salam Cakrawala, Salam Literasi!
(red)
0 Comments