Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

CAKRAWALA NTT DI BERANDA SELATAN NKRI (Seratus Tiga Puluh Menit Bersama Bupati Sabu Raijua)

 

Oleh : Gusty Rikarno, S.Fil.

(Fasilitator Literasi Wilayah Bali-Nusra)



Prolog

 

CAKRAWALANTT.COM - Di kemarin malam, awan hitam yang menggantung dari arah selatan Kota Kupang menyerah dan akhirnya pecah dalam satu nama. Hujan. Yah, saya adalah salah satu dari sekian banyak yang menyukai hujan. Sejak kecil hingga dewasa begini, saya suka bermain hujan. Menyulurkan kaki dan membiarkan air hujan menerobos pori-pori tubuh adalah salah satunya.

 

Untukku, hujan itu cantik, antik dan romantis. Saya baru sudah selesai berkemas dan hendak menuju beranda selatan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Gerimis datang begitu saja dan membuat hatiku bergetar. Sejujurnya saya takut. Bukan karena hujan itu, tetapi angin kencang yang menyertainya. Tiba-tiba hatiku mengeras dan mengukuhkan keputusanku untuk berlayar bersama kapal cepat Cantika Lestari menuju taman langit yang membentangkan banyak kisah yang utuh dan abadi dalam ingatan.

 

Menuju pulau ini sebenarnya kita sedang menuju rumah yang menyadari diri sebagai kaum peziarah di bumi fana ini. Jika hidup hanyalah sebatas cerita, maka perjalanan ini adalah caraku merayakan kefanaan sekaligus ingin mengekalkan diri dalam satu cara.

 

Pulau Sabu juga dikenal dengan sebutan Sawu atau Savu. Penduduk di pulau ini sendiri menyebut pulau mereka dengan sebutan Rai Hawu yang artinya Tanah dari Hawu dan orang Sabu sendiri menyebut dirinya dengan sebutan Do Hawu. Nama resmi yang digunakan pemerintah setempat adalah Sabu. Masyarakat Sabu menerangkan bahwa nama pulau itu berasal dari nama Hawu Ga, yakni nama salah satu leluhur mereka yang dianggap mula-mula mendatangi pulau tersebut.

 

Menurut sejarah, nenek moyang orang Sabu berasal dari suatu negeri yang sangat jauh yang letaknya di sebelah barat Pulau Sabu. Pada abad ke-3 sampai abad ke-4, terjadi arus perpindahan penduduk yang cukup besar dari India Selatan ke Kepulauan Nusantara. Perpindahan penduduk itu disebabkan karena pada kurun waktu itu terjadi peperangan yang berkepanjangan di India Selatan.

 

Dari syair-syair kuno dalam Bahasa Sabu dapat diperoleh informasi sejarah mengenai negeri asal leluhur Sabu. Syair-syair itu mengungkapkan bahwa negeri asal Orang Sabu terletak sangat jauh di seberang lautan di sebelah barat yang bernama Hura. Di India terdapat Kota Surat di Wilayah Gujarat Selatan yang terletak di sebelah Kota Bombay, Teluk Cambay, India Selatan.



Gema Literasi Di Atas Taman Langit

 

Dari dek tiga kapal Cantika Lestari, saya melihat sebongkah gugusan pulau yang anggun dan menyakinkan diri bahwa itu Pulau Sabu. Benar. Saya seperti kembali pada rumah dimana bisa tersenyum, menari dan menyanyi sesukanya. Saya ikut tersenyum saat menatap wajah-wajah ceria dan antusias di pelabuhan Seba. Mereka menawarkan diri untuk menurunkan barang bawaan dari kapal yang menampung ratusan penumpang itu.

 

Entah mengapa, di tempat ini tiba-tiba saya merindukan hujan. Hingga akhirnya kerinduan itu terjawab. Beberapa jam kemudian, hujan turun dan membasahi taman ini. Taman langit bernama Pulau Sabu. Beberapa sumber berita terpercaya melangsir tentang rencana besar Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua untuk menggelar Festival Taman Langit bertepatan dengan terjadinya gerhana matahari hibrid pada tanggal 20 April 2023 mendatang.

 

Badan Riset dan Badan Riset dan Inovasi Indonesia (BRIN), melansir jika Indonesia dapat menyaksikan gerhana matahari hibrid tersebut, terutama di Indonesia Timur. Festival ini terbilang sangat unik karena baru pernah dilakukan, terutama di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

“Ade, besok pagi kita bertemu Pak Bupati. Kita berdiskusi sekaligus meminta arahan dan dukungan beliau terkait rencana kita meningkatkan mutu pendidikan di kabupaten ini melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Ade tunggu saja di penginapan, nanti kami jemput untuk kita sama-sama ke kantor bupati”, ujar Ibu Rachel Billik Tallo yang adalah Kadis Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (PKKO) Kabupaten Sabu Raijua.

 

Seperti yang diketahui, Kabupaten ini mempunyai dua pulau yaitu: Pulau Sawu atau Pulau Sabu dan Pulau Raijua. Sesuai Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2008 telah dibentuk kabupaten baru di Provinsi NTT yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Kupang, yaitu Kabupaten Sabu Raijua. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

 

Kabupaten ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008. Di sini terdapat 24 Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 77 Sekolah Dasar (SD) yang tersebar di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Hawu Mehara, Kecamatan Raijua, Kecamatan Sabu Barat, Kecamatan Sabu Liae, Kecamatan Sabu Tengah, dan Kecamatan  Sabu Timur.

 

Saat ini, Kabupaten Sabu Raijua dipimpin oleh Bupati Drs. Nikodemus Nithanael Rihi Heke, M.Si. Sejujurnya saya belum bertatap wajah dengan sosok Bupati yang dibeberapa tahun terakhir ini membawa banyak terobosan positif bagi perkembangan dan kemajuan untuk kabupaten ke-21 di Provinsi NTT ini.

 

Entah kenapa pikiranku berkelana dengan sosok Nikodemus yang diceritakan  dalam Injil Yoh, 3:1-4. Nikodemus adalah salah seorang pemimpin agama Yahudi. Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata, “Rabi,kami tahu bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.”Yesus menjawab, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah”.

 

Nikodemus, Pemimpin Agama Yahudi itu, adalah dia yang ingin tampil dan berbicara berbicara apa adanya. Sosok yang rendah hati dan mengakui kelebihan orang lain. Ia menyebut Yesus sebagai Rabi (guru) dan seorang yang diutus Allah. Ia (Nikodemus) memiliki pikiran dan hati murni dan tulus. Maka tidak heran kalau Yesus mengajarkannya tentang bagaimana pentingnya keberanian untuk “dilahirkan” kembali agar dapat melihat kerajaan Allah.   

 

Langit Pulau Sabu nampak cerah. Angin bertiup lembut dan mengiringi langkah kami menuju menuju lantai dua Kantor Bupati Sabu Raijua. Di perjalanan ini, saya ditemani Ibu Rachel Billik Tallo selaku Kadis PKKO Kabupaten Sabu Raijua dan Prof. Feliks Tans selaku Direktur Pascasarjana Undana Kupang. Dua orang hebat di bidang pendidikan ini saatnya akan kuceritakan. Kami berbagi cerita (strategi) meningkatkan mutu pendidikan sambil disuguhi pemandangan alam yang mempesona.

 

Dari lantai dua kantor bupati, gundukan bukit dalam balutan padang sabana seakan membingkai lautan biru yang membuat hati bergetar dalam madah tentang keagungan ciptaan Tuhan. Di titik ini, langit seakan hendak mencium bumi. Kefanaan dan keabadian hidup seakan menyatu. Mesra dan tak ada jarak. Bupati Nikodemus tersenyum ramah. Genggaman tangannya begitu erat, hangat dan penuh persaudaraan. Ia mengenakan topi khas daerah Manggarai (Flores) di atas  tanah Sabu Raijua. Sebuah contoh sikap menghargai keberagaman. Memeluk dan mencintai Sabu Raijua tanpa harus mengambil jarak (menjauh) dari yang lain.

 

“Di sini, di beranda selatan NKRI ini kami terus bergerak, berkreasi dan berinovasi. Kami (Sabu Raijua) adalah teras depan rumah bernama NKRI. Kami adalah cerita yang tak pernah selesai.  Kami menilai Kabupaten ini sebagai taman yang harus dirawat, dijaga, ditata dan harus dikelola dengan baik. Di atas taman (tanah) ini kami mengais rejeki sambil tetap bersujud pada langit yang memberi kami rahmat dan harapan untuk bertumbuh dan hidup. Di taman ini, kami butuh banyak tangan, hati dan pikiran agar tetap indah dalam keberagaman. Kami membuka diri bagi siapa saja yang memiliki kepedulian yang sama membangun daerah ini. Selamat datang di Sabu Raijua, kawan. Bersamalah kita bergerak, bersinergi dan berkolaborasi khususnya di bidang pendidikan”, sapa Bupati Nikodemus dengan ramah.

 

Kami bercerita apa adanya seperti cerita dalam Injil itu. Semuanya menjadi asyik karena memiliki visi dan sasaran yang sama. Bersama kami berkomitmen untuk “lahir” kembali dengan aneka strategi agar taman pendidikan itu semakin tertata baik dari segi mutu maupun karakter yang mumpuni. Bersama kami bergerak menjawabi rapor pendidikan yang menampilkan data apa adanya dimana dari sisi literasi dan numerasi masih berada dibawah kompetensi minimum.

 

Selain itu, kondisi a-literasi (bisa baca tetapi tidak biasa membaca) di kalangan guru dan peserta didik adalah hal lain yang harus segera dicari jalan keluarnya. Kami menilai bahwa saatnya gerakan literasi sekolah, keluarga, dan masyarakat harus ditanam dalam hati dan pikiran generasi muda Sabu Raijua. Kami memulainya perlahan dan konsisten dalam ragam bentuk pendampingan (workshop) yang tentunya berorientasi pada hasil yang nyata dan terukur.

 

Pada tanggal 20 April 2023, kami mengajak (diajak) para guru dan peserta didik melihat bintang saat “Festival Taman Langit”. Sesungguhnya ia (Bupati Nikodemus) sedang membawa cita-cita generasi muda Sabu Raijua setinggi bintang itu. Maka belasan tahun dari sekarang, akan muncul banyak bintang di taman langit ini. Saat itu, tidak perlu mengunakan teropong lagi untuk melihat bintang karena bintang-bintang itu ada di sini.

 

Di tanah ini. Nikodemus dalam Injil Yohanes itu sesungguhnya sudah ada di sini. Dia adalah Nikodemus Nithanael Rihi Heke. Sang penerobos yang ingin terus bekerja dalam kesunyian tetapi dengan hasil yang nyata dan terukur. Ia selalu ingin “lahir” kembali dalam ragam bentuk inovasi dan kreatifitas demi kemajuan daerah ini dalam segala bidang kehidupan khususnya bidang pendidikan. 



Epilog

 

Hujan turun lagi. Kali ini lebih deras dari sebelumnya dan rasa resah (gelisah) dalam hati sirnah begitu saja. Hadir di tempat ini, saya merasa “terlahir” kembali. Saya menimba api semangat dan optimisme dari seorang Nikodemus Nithanael Rihi Heke. Seorang pemimpin yang ingin bernafas sama yakni bersinergi dan berkolaborasi demi kemajuan taman langit bernama Sabu Raijua. Mimpi kami utuh dan tunggal. Menyambut generasi emas Sabu Raijua dengan mengakarkan budaya literasi.

 

Taman langit itu memang harus ditata, dikelola dan ditumbuhi aneka macam warna bunga yang sedap dipandang mata. Selamat datang di “Festival Taman Langit”. Bawalah teropong (kalau ada) dan nikmatilah indahnya bintang dari taman ini. Tetapi ketahuilah satu hal, jika suatu saat nanti datang kembali, tinggalkan teropongmu karena sesungguhnya ada banyak bintang akan lahir dari taman bernama Sabu Raijua ini.

 

Salam hangat dari ini pulau. Ada tuan rumah bernama Nikodemus yang akan menyambutmu dengan ramah dan bakal mengajakmu untuk “lahir” kembali dalam ragam ide dan aksi nyata yang terukur demi kemajuan daerah ini.

 

Salam Cakrawala, Salam Literasi!

 

(red)


Post a Comment

0 Comments