Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

d’Umma Au 3b, Membalut Literasi dengan Pangan Lokal

Kafe d’Umma Au 3b mungkin belum akrab di telinga banyak orang Sumba. Namun, bukan tak mungkin kafe ini akan menjadi salah satu daya tarik di tengah meningkatnya aktivitas manusia dengan teknologi mutakhir sebagai urat nadinya. Apa yang ditawarkan kafe yang berlokasi di Simpang Tiga Laimanggi, Jln. Waingapu-Melolo, Sumba Timur, ini?

Bila kafe-kafe yang sekarang menjamur memberikan layanan wifi gratis bagi pengunjungnya, tidak demikian dengan Kafe d’Umma Au 3b (baca: de uma au three bi). Di kafe yang mulai beroperasi sejak 21 April 2017 ini, para pengunjung diberikan kesempatan membaca buku-buku yang disediakan sang pemilik kafe tersebut, Imelda Maramba. Ini merupakan cara Imel, begitu sapaan manisnya, mengintegrasikan lahan ekonomi kreatifnya dengan budaya literasi, terutama budaya membaca, yang sekarang semakin kencang dikampanyekan oleh pemerintah dan kelompok-kelompok yang peduli pada pentingnya literasi bagi generasi muda.

Bukankah kafe adalah tempat menikmati kopi atau menyantap menu makanan yang tidak berat? Mungkin itu yang ada di benak banyak orang. Dan Imel punya jawaban yang masuk akal atas pertanyaan itu. “Di sini menu makanan dan minuman dibuat setelah dipesan, jadi ada selang waktu sampai makanan atau minuman disajikan yang saya kira bisa dimanfaatkan oleh pengunjung untuk membaca buku-buku yang ada,” jelas dara kelahiran 7 Maret 1991 ini. Berbagai jenis buku ditata rapi di sebelah dalam ruangan berukuran 4 x 6 meter tersebut. Ada buku-buku sastra, buku panduan, dan berbagai jenis majalah. Buku-buku tersebut merupakan koleksi pribadinya, ditambah sumbangan dari para donatur. “Umumnya buku-buku di sini yang ringan-ringan, semacam buku sastra, agar pengunjung bisa mendapatkan suasana santai namun bermanfaat,” ujarnya tersenyum. “Ini juga untuk membangkitkan budaya baca di Melolo,” lanjutnya.


Menu yang tersedia di kafe ini umumnya mengandalkan menu-menu lokal, seperti nasi jagung, kuah santan ikan kering, serta nasi ikan ulik. Yang terakhir ini menjadi menu turun temurun keluarga yang menjadi menu andalan di Kafe d’Umma Au 3b. Juga ada makanan ringan dari umbi-umbian, pisang dan kacang-kacangan. Untuk minuman tersedia kopi, teh, jus dan air kelapa muda. Semua menu ini tidak akan menguras kantong karena harganya tergolong bersahabat. Satu porsi nasi ikan ulik, misalnya, harganya Rp 10.000. Harga ini tentunya sudah diperhitungkan secara ekonomi sehingga tidak memberatkan pengunjung sekaligus memberi keuntungan bagi pemiliknya.

Lalu dari mana datang ide untuk mendirikan Kafe d’Umma Au 3B ini? Menurut Imel, setelah lulus dari SMAN 1 Rindi Umalulu, Sumba Timur, ia memutuskan untuk mengadu nasib di Bali. Berbekal kemampuan bahasa Inggris yang mumpuni, ia diterima sebuah organisasi sosial asal Australia, Building Beyond Borders (BBB). Setelah beberapa tahun di pulau Dewata, ia diberi kesempatan oleh organisasi tersebut untuk kembali ke kampung halamannya, Melolo, untuk merealisasikan ide-ide kreatif membangun daerahnya. Di Melolo, atas bantuan organisasi BBB dilakukan berbagai kegiatan sosial seperti memperbaiki rumah warga yang tidak layak huni. Dalam perjalanan, terbersitlah di benaknya usaha kafe yang dipadukan dengan pengembangan budaya literasi.
Dengan berbagai daya, dan atas bantuan BBB, sejak 21 April lalu, Kafe d’Umma Au 3b mulai beroperasi. Nama d’Umma Au 3b merupakan kombinasi bahasa Sumba dan organisasi tempat ia bekerja. Umma Au dalam bahasa Sumba berarti dapur, sedangkan 3b adalah singkatan untuk lembaga Building Beyond Borders (membangun melampaui batas). Karena itu, d’Umma Au 3b, menurut Imel, berarti dapur yang akan berbuat/membangun sesuatu melebihi batas.

Kini, setelah tiga bulan lebih beroperasi, Kafe d’Umma Au 3b semakin banyak diminati. Rata-rata per harinya pengunjung kafe ini mencapai puluhan orang. Ada yang sekadar memesan kopi sambil menikmati buku tapi ada juga yang ingin mengembalikan rasa tradisional pada lidahnya dengan memesan nasi ikan ulik. Tak hanya menyajikan makanan dan bahan bacaan, anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan almarhum Matius Maramba dan Tamar Langgi Hau ini pun kerap terlibat percakapan atau diskusi santai dengan pengunjungnya, entah tentang makanan yang disajikan, bacaan yang ada, atau topik umum lainnya.

Impian Imel dengan membuka Kafe d’Umma Au 3b adalah ingin mempromosikan pangan lokal asal Sumba Timur sambil mengakarkan budaya literasi, terutama di kalangan generasi muda. “Saya ingin memperkenalkan makanan khas daerah Sumba Timur kepada para pendatang yang berkunjung di Sumba. Soalnya kalau kita ke daerah lain, pasti ada tempat makan yang menjual makanan khas daerahnya, jadi saya berpikir bagaimana kalau saya menjual makanan khas daerah saya, dan juga agar di Melolo ada tempat nongkrong yang enak bersama teman-teman namun dalam sebuah budaya yang akan sangat berguna bagi perkembangan masyarakat, yakni budaya lietrasi,” tutur gadis yang juga menyukai travelling ini. (adj)

Post a Comment

3 Comments