Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

Bergerak Bersama Wujudkan Merdeka Belajar

(Perspektif Progresivisme dan Filosofi Pendidikan ala John Dewey dan Ki Hajar Dewantara)



Oleh : Fr. Norbert Banusu, CMM., M.Pd.

(Kepala SMAS Frater Don Bosco Lewoleba)



Pengantar

 

Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2024, bertepatan dengan pemberlakuan Kurikulum Merdeka secara nasional. Melalui peraturan Mendikbudristek No. 12 Tahun 2024, Kurikulum Merdeka telah ditetapkan secara resmi menjadi kerangka dasar dan struktur kurikulum untuk seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Itu artinya, semua satuan pendidikan pada tahun pelajaran 2024/2025 siap melaksanakan Kurikulum Merdeka.  

 

Momentum peringatan ini menjadi tonggak penguatan komitmen gerakan bersama mewujudkan merdeka belajar di setiap jenjang pendidikan kita. Segenap insan pendidikan diajak untuk merayakan dan merefleksikan arah pendidikan nasional dalam bingkai tema bergerak bersama wujudkan merdeka belajar. Lalu, bagaimana gerakan itu direfleksikan dan perspektif merdeka belajar diwujudkan dalam upaya mencapai cita-cita pendidikan nasional?

 

Bergerak Bersama

 

Sejatinya, pendidikan dalam konteks proses dan penanaman nilai kebangsaan hendaknya menjadi gerakan bersama. Diperlukan gerakan strategis dan masif dari semua tingkat satuan pendidikan dan para pemangku kepentingan. Tentu saja, kesadaran dan ajakan ini harus membumi dan menyentuh lapisan inti stakeholder dalam seluruh gerak pendidikan kita.

 

Gerakan bersama adalah model perspektif pemikiran yang dikategorikan sebagai aliran progresivisme sebagaimana digaungkan oleh John Dewey. Konsep progresivisme pendidikan John Dewey sebagaimana diuraikan Tria Wulandari dalam jurnal “Teori Progresivisme John Dewey dan Pendidikan Partisipatif dalam Pendidikan Islam” (2020) mengandung asas pendidikan partisipatif.

 

Progresivisme pendidikan Dewey berorientasi ke depan yang memposisikan manusia (peserta didik) sebagai salah satu subjek pendidikan yang memiliki bekal dan potensi dalam pengembangan dirinya dan memiliki kemampuan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi.

 

Dalam konteks ini, John Dewey juga memandang sekolah sebagai bagian kecil dari masyarakat yang menjadi cerminan dari sekolah tersebut. Hal ini setidaknya mengingatkan kita bahwa sekolah bukanlah sebuah “menara gading” yang menjulang jauh dari masyarakat. Semestinya, sekolah dan masyarakat saling berinteraksi positif. Itu artinya, gerakan bersama Merdeka Belajar mesti menyentuh aspek pengalaman riil masyarakat dan melibatkan masyarakat sebagai sumber belajar yang penting.

 

Progresivisme pendidikan ala John Dewey menekankan rekonstruksi dan reorganisasi pengalaman untuk meningkatkan pengalaman selanjutnya. Konteks pengalaman manusia (peserta didik) dalam masyarakat harus menjadi sumber belajar dan refleksi kritis peserta didik untuk membangun pengalaman bermakna selanjutnya. Dengan demikian, kontekstualisasi pembelajaran menjadi pengalaman untuk membangun pemahaman dan pengetahuan yang bermakna bagi peserta didik dan perkembangannya.   

 

Sementara itu, menurut Ki Hajar Dewantara, hakikat pendidikan adalah sebagai usaha untuk menginternalisasikan nilai-nilai budaya ke dalam diri anak, sehingga anak menjadi manusia yang utuh baik jiwa dan rohaninya. Filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantara disebut dengan filsafat pendidikan among yang di dalamnya merupakan konvergensi dari filsafat progresivisme tentang kemampuan kodrati anak untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dengan memberikan kebebasan berpikir yang seluas-luasnya, dipadukan dengan pemikiran esensialisme yang memegang teguh kebudayaan yang sudah teruji. Ki Hajar Dewantara menggunakan kebudayaan asli Indonesia, sementara kebudayaan Barat diambil secara selektif adaptif.

 

Dalam konsep berpikir bergerak bersama, Ki Hajar Dewantara mengajukan tiga konsep untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni tri pusat pendidikan. Pendidikan keluarga, pendidikan dalam alam perguruan, dan pendidikan dalam alam pemuda dan masyarakat hendaknya berkolaborasi konstruktif dalam proses pendidikan. Akhir dari tri pusat pendidikan ini adalah menghasilkan manusia (peserta didik) yang tangguh dalam kehidupan masyarakat.

 

Konsep filosofi ala Ki Hajar Dewantara pada sistem among bersendikan dua dasar yaitu: pertama, kodrat alam sebagai syarat kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya; kedua, kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan dan menggerakan kekuatan lahir batin anak agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat beripikir serta bertindak merdeka.

 

Merdeka Belajar

 

Henricus Suparlan, dalam jurnal “Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Sumbangannya Bagi Pendidikan Indonesia” (2014), menguraikan dengan sangat baik konsep belajar menurut Ki Hajar Dewantara. Menurutnya, konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara nampak dalam tri pusat pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara, anak didik tidak semata-mata belajar di sekolah, tetapi juga dalam keluarga dan masyarakat (dalam alam pemuda).

 

Pendidikan alam keluarga akan mendidik anak-anak dengan sebaik mungkin secara jasmani dan rohani. Keadaan keluarga sangat mempengaruhi perilaku pendidikan, terutama tolong menolong dalam keluarga, menjaga saudara yang sakit, kebersamaan dalam menjaga kebersihan, kesehatan, kedamaian dan kebersamaan dalam berbagai persoalan yang sangat diupayakan dalam keluarga.

 

Jadi, orangtua berperan sebagai guru (pemimpin laku adab), sebagai pengajar (pemimpin kecerdasan serta pemberi ilmu pengetahuan), dan menjadi contoh laku sosial. Dalam alam perguruan, institusi pendidikan berkewajiban mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) serta memberikan ilmu pengetahuan. Kesempurnaan pendidikan dalam masyarakat akan terwujud apabila orang-orang yang berkepentingan yaitu orangtua, tokoh-tokoh masyarakat, guru-guru dengan anak atau pemuda, bersepaham dan bersinergi sehingga sistem tri pusat pendidikan akan tercapai.

 

Pandangan Ki Hajar Dewantara ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan progresivisme yang dikemukakan John Dewey. Filsafat progresivisme tidak sepakat dengan pendidikan yang otoriter. Sebab pendidikan yang ototriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi yang gembira menghadapi pelajaran, dan mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.

 

Pandangan ini menekankan penanaman karakter bagi para pelajar Indonesia. Pengaruh globalisasi dan post-modernisasi yang memberikan banyak warna dalam kehidupan remaja memang harus dibentengi dengan pembelajaran karakter. Menurut Agam Ibnu Asa, dalam jurnal “Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara dan Driyarkara” (2019), implementasi pembelajaran atau pendidikan karakter di Indonesia bersumber dari Pancasila yang selama ini menjadi dasar penting kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

 

Pengembangan karakter dipandu dengan buku dari pemerintah, yang selanjutnya diolah dengan mendalam oleh sekolah masing-masing yang menguasai keadaan secara langsung. Dengan demikian, tidak mengherankan jika implementasi pendidikan karakter di tiap-tiap sekolah memiliki wacana dan praktik yang berbeda-beda karena karakteristik keadaan setiap sekolah juga berbeda. Dalam konteks kurikulum merdeka, setiap sekolah memiliki kebebasan untuk mengembangkan modul pengembangan karakter tersendiri. Elemen-elemen pengembangan profil pelajar Pancasila dikembangkan secara mandiri, sesuai konteks dan karakteristik masing-masing sekolah.

 

Penutup

 

Tidak bisa dipungkiri bahwa arus globalisasi dan post modernisme membawa dampak distorsi-distorsi dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Bangsa Indonesia sedang mengarahkan diri pada pengendalian proses pendidikan yang mengutamakan nilai-nilai kebudayaan dan kebangsaan berdasarkan Pancasila.

 

Gerakan Merdeka Belajar dalam Kurikulum Merdeka mengajak segala lapisan pemangku kepentingan untuk kembali pada identitas dan akar pendidikan kita yang kokoh. Penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam profil pelajar Pancasila merupakan bentuk pendidikan progresif sebagaimana ditekankan oleh John Dewey dan Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Kiranya Gerakan bersama ini membuka tri pusat pendidikan untuk bangkit bersama mengambil peran pendidikan yang holistik bagi generasi bangsa kita. (MDj/red)


Post a Comment

0 Comments