Oleh : Patrisius Mite, S.Pd.
(Guru SMP Negeri 3 Aesesa)
CAKRAWALANTT.COM - Dewasa ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi semakin membuka ruang belajar bagi setiap orang. Proses
pembelajaran tersebut bisa menyasar berbagai disiplin ilmu, baik sosial,
ekonomi, politik, alam dan sains, serta lain sebagainya. Salah satu disiplin
ilmu yang selalu dipelajari saat ini adalah sains atau Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA).
IPA merupakan suatu usaha sistematis dengan metode
ilmiah dalam pengembangan dan penataan pengetahuan yang dibuktikan dengan
penjelasan dan prediksi yang teruji sebagai pemahaman manusia tentang alam
semesta dan dunianya.
IPA terdiri dari ilmu fisika dan biologi. Ilmu fisika
membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang
didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan oleh manusia. Sedangkan, ilmu
biologi memuat cakupan pembahasan tentang mahkluk hidup, yakni manusia, hewan,
dan tumbuhan (Sofyan, 2018 : 3).
Salah satu materi pembelajaran dalam IPA (Terpadu)
yang wajib diajarkan di kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah Sistem Organisasi Kehidupan. Materi
tersebut terdiri atas sel sebagai unit struktural dan fungsional kehidupan,
jaringan-jaringan pada sel, organ-organ pada hewan dan tumbuhan, serta sistem
organ dan organisme.
Materi-materi tersebut (masih) bersifat abstrak,
terutama materi sel yang harus diamati secara langsung menggunakan alat atau
media pembelajaran yang dapat memperjelas materi tersebut (Sofyan, 2018 : 4).
Dalam pembelajaran IPA di kelas, terdapat beberapa
harapan yang harus dicapai, diantaranya peserta didik harus memiliki pemahaman
yang mendalam tentang materi yang dipelajari, berpikir kritis, mandiri, serta
kreatif. Dengan begitu, suasana pembelajaran di dalam kelas menjadi lebih hidup
dan peserta didik bisa lebih aktif dalam mengemukakan pendapat.
Namun, pada kenyataannya, pada proses pembelajaran
yang berlangsung di kelas VIII B, SMP Negeri 3 Aesesa, Kabupaten Nagekeo,
terdapat 17 orang dari 24 peserta didik (70.83%) yang kurang bersemagat dalam
belajar serta sulit mengemukakan pendapat saat guru mengawali informasi berupa
pertanyaan. Hal itu menyebabkan suasana belajar menjadi pasif dan lebih
berpusat pada guru sebagai salah satu sumber informasi.
Dalam praktiknya, usaha pengembangan kemampuan
berpikir peserta didik (kadang) tidak berjalan secara baik. Terpusatnya
pembelajaran pada guru turut mempengaruhi suasana kegiatan belajar dan
mengajar. Selain itu, materi pembelajaran yang lebih bersifat teoritis dan
abstrak juga menjadi kendala untuk memahami materi pelajaran yang diberikan. Akibatnya,
peserta didik hanya mampu menghafal konsep teoritis tanpa memahami makna yang
terkandung di dalamnya.
Untuk mengatasi persoalan di atas, maka Penulis
mencoba untuk menerapkan terobosan inovatif, yakni media model sel, guna mendorong terciptanya pembelajaran IPA yang
lebih efektif. Menurut Damayanti (2019), model sel merupakan model tiga dimensi
yang menunjukkan bagian-bagian sel tumbuhan dan sel hewan. Model sel dapat
dibuat dari bahan-bahan sederhana yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari,
seperti kardus bekas dan kertas berwarna.
Model sel sangat berperan penting dalam menunjang
efektivitas pembelajaran. Melalui penggunaan model sel, peserta didik dapat
melaksanakan dan merasakan pengalaman langsung dari apa yang dihasilkan berupa
produk model sel hewan dan tumbuhan. Adapun proses pembuatan model sel adalah
sebagai berikut.
Pertama, sebagai instrumen penunjang pembelajaran,
proses pembuatan model sel diawali dengan menyiapkan bahan, seperti kardus
bekas, kertas berwarna, spidol warna, dan lem kertas, beserta alat gunting. Setelah
bahan dan alat terkumpul, potong kardus menggunakan alat gunting hingga
berbentuk bulat untuk sel hewan dan kotak untuk sel tumbuhan.
Kedua, potong kardus bulat menjadi dua melintasi sumbu
horizontal. Hanya satu sisi yang diperlukan untuk model hewan tiga dimensi. Iris
kertas berwarna kuning menjadi potongan-potongan dan rekatkan potongan tersebut
ke bagian luar bentuk kardus (bukan permukaan yang awalnya bersentuhan dengan
separuh bola lainnya) untuk mewakili membran sel. Kemudian, tambahkan lapisan
lain ke bagian luar sel menggunakan kertas hijau untuk mewakili dinding sel
luar pada model sel tumbuhan.
Ketiga, potong kertas dengan warna yang berbeda
sebanyak jumlah organel penyusun sel untuk menunjukkan organel-organel pengisi
sel tumbuhan maupun sel hewan. Lalu, tempelkan potongan kertas pada
masing-masing sel hewan dan tumbuhan.
Contoh model sel. |
Pada penerapannya, model sel dapat digunakan untuk
menunjang proses pembelajaran di dalam kelas. Penerapan model sel dapat
dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut.
Pertama, Penulis memberikan apersepsi dengan
menampilkan gambar jenis tumbuhan dan hewan sembari mengajukan pertanyaan
kepada peserta didik, “Adakah perbedaan
dari kedua jenis organisme tersebut? Apa saja perbedaannya?Apa saja persamaan
dari keduanya? Apa persamaan bila dilihat dari komponen penyusunnya?”. Setelah
itu, peserta didik menjawab pengantar dari guru untuk selanjutnya ditanggapi.
Kedua, Penulis menyampaikan tujuan pembelajaran terkait
manfaat mempelajari struktur sel hewan dan tumbuhan sekaligus memberikan
motivasi kepada peserta didik.
Ketiga, Penulis mulai menjelaskan penugasan proyek,
yakni membuat model sel hewan dan tumbuhan.
Keempat, Penulis membagi kelas menjadi empat kelompok
dengan jumlah masing-masing kelompok sebanyak enam orang. Penulis membagikan
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) kepada masing-masing peserta didik, dimana
kelompok satu dan tiga membuat model sel hewan serta kelompok dua dan empat
membuat model sel tumbuhan, untuk membantu proses pemecahan masalah.
Penulis juga membagikan rangkuman materi ajar tentang
komponen penyusun sel hewan dan tumbuhan. Kemudian, para peserta didik duduk
dalam kelompok masing-masing untuk mengerjakan produk sesuai LKPD.
Kelima, Penulis memantau keaktifan peserta didik
selama melaksanakan proyek. Jika peserta didik mengalami kesulitan dalam
pembuatan model sel dan tumbuhan, maka Penulis akan membimbing secara perlahan.
Pada kesempatan tersebut, peserta didik melakukan pembuatan proyek sesuai
jadwal, mencatat setiap tahapan, serta mendiskusikan masalah yang muncul selama
penyelesaian proyek.
Keenam, Penulis memberikan soal post-test di akhir
pembelajaran kepada peserta didik untuk dikerjakan. Setelah itu, Penulis
melakukan refleksi bersama peserta didik dengan beberapa pertanyaan terkait
pembuatan model sel hewan dan tumbuhan.
Setelah menerapkan media model sel dalam pembelajaran
IPA, Penulis menemukan adanya peningkatan kualitas belajar dan mengajar di dalam
kelas. Peserta didik menjadi lebih aktif dalam menemukan informasi tentang sel
hewan dan tumbuhan. Selain itu, hasil belajar peserta didik menjadi meningkat,
dimana jumlah peserta didik yang tidak mencapai KKTP (Kriteria Ketercapaian
Tujuan Pembelajaran) sebanyak 5 orang dari 24 peserta didik atau berkurang
dengan presentase 20.83%. Hal itu menunjukkan adanya peningkatan pemahaman
peserta didik.
Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
model sel sangat berperan efektif dalam meningkatkan hasil belajar peserta
didik pada materi struktur sel. Dengan begitu, peserta didik dapat membaca
informasi secara lebih luas tentang struktur sel sebelum melaksanakan praktik
pembuatan model sel hewan dan tumbuhan. (red)
0 Comments