Pose bersama. |
Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Kelompok Mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu
Komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana), yang tergabung dalam Program Internship (Magang) Merdeka Belajar
Kampus Merdeka (MBKM) menggelar kegiatan Diskusi
Eco-Talk, Jumat (13/10/2023). Kegiatan yang didukung oleh Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut berlangsung
di Kantor Walhi NTT, Kota Kupang.
Diskusi eco-talk tersebut mengusung tema Masa Depan Bumi dengan topik Menguak Mitos dan Fakta Seputar Lingkungan Hidup, serta
menghadirkan beberapa Narasumber, diantaranya Umbu Wulang Tanaamah Paranggi
(Direktur Eksekutif Walhi NTT), Norman Riwu Kaho (Ketua FPRB NTT), Maria
Bernadeth Tukan (Youth Engagement Officer
Yayasan Pikul Voice for Just Climate
Action), dan Radit Giantiano (Extinction
Rebellition Kupang).
Diskusi tersebut digelar untuk menguak bagaimana
realitas yang terjadi, baik dalam ranah mitos maupun fakta, tentang lingkungan
dalam berbagai perspektif, seperti pandangan akademisi, pemerhati lingkungan,
dan anak muda, guna memberikan pemahaman yang lebih luas tentang lingkungan dan
peran anak muda.
Melalui wadah diskusi eco-talk yang dipandu oleh
Cardan Amheka, selaku Moderator, dan Unique Pandie, selaku Master of Ceremony, tersebut, diharapkan dapat menjadi ruang untuk
bertanya sekaligus media kampanye dan advokasi bagi anak muda terkait isu
lingkungan.
Dalam pemaparannya, Direktur Eksekutif Walhi
NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, membantah pernyataan umum terkait krisis
air di NTT. Menurutnya, pernyataan tersebut lebih kuat mengacu pada mitos
dibandingkan fakta.
“Misalnya Kota Kupang. Hampir semua daerah itu
namanya oe. Oe itu artinya air dan kita tahu bahwa pandangan orang tua kita
dahulu selalu mencari sumber kehidupan tentu tidak bisa jauh dari sumber air,”
ujarnya di hadapan 23 peserta yang hadir.
Sebetulnya, NTT merupakan provinsi kepulauan
yang bila dilihat pada beberapa wilayah memang terjadi krisis air, salah
satunya Sabu. Namun, secara keseluruhan, NTT tidaklah mengalami krisis air,
tetapi krisis keadilan karena ketidakmampuan pemerintah untuk mendistribusikan
air kepada rakyat yang kemudian diambil alih oleh pihak swasta.
Sementara itu, Ketua FPRB NTT, Norman Riwu Kaho,
menerangkan, pembangunan di NTT masih belum maksimal menggunakan konsep
adaptasi perubahan iklim dan jauh dari harapan.
“Kalau kita hanya taruh beban tersebut di
pemerintah semata, oleh karena itu, kita sekarang mulai bergerak, bukan hanya
pemerintah, pemerintah hanya salah satu aktor, tapi bagaimana aktor-aktor lain
dalam heliks-heliks tersebut mampu bergerak,” tegas Norman.
Para Narasumber dalam kegiatan diskusi eco-talk. |
Ia berharap, semua pihak mempunyai kesadaran
masing-masing, sehingga dapat bergerak dan bekerja secara bersama-sama, baik
dari pihak pemerintah sebagai penggerak, akademisi, perguruan tinggi, pers,
wirausaha, hingga masyarakat. Pola kerja tersebut, ungkap Norman, dapat
mendukung pembangunan di NTT.
Lebih lanjut, Maria Bernadeth Tukan, selaku Youth Engagement Officer Yayasan Pikul Voice for Just Climate Action,
menekankan pelestarian hewan endemik di NTT. Pembagian flora dan fauna bagi
daratan NTT dan Sulawesi, menurutnya, adalah sama, yaitu perpaduan antara
asiatis dan australis, sehingga disebut endemik dan benar-benar endemik.
“Karena kita di NTT ini bisa dikatakan paling
unik antara lain karena kita punya cirinya, dan kalau di NTT sendiri sebenarnya
banyak sekali flora dan fauna yang endemik, tapi kita hanya fokus pada beberapa
spesies saja,” jelas Maria.
Ia menambahkan, perhatian pada beberapa hewan
endemik di NTT masih kurang dan bahkan terabaikan. Untuk itu, tukasnya, perlu
diberikan perhatian lebih terhadap semua hewan endemik di NTT.
Di sisi senada, Extinction Rebellition Kupang, Radit Giantiano, menuturkan,
kesadaran anak muda saat ini terhadap masalah iklim dan lingkungan mulai
meningkatkan.
“Di Kota Kupang dan beberapa daerah di Indonesia,
sebagian anak muda sudah sadar karena sekarang banyak dilanda bencana alam dan
itu membuat mereka sadar akan pentingnya menjaga alam,” sambungnya.
Namun, dalam pergerakkan menjaga lingkungan,
pungkas Radit, anak-anak muda tersebut masih membutuhkan dorongan yang kuat
dari pemerintah agar bisa lebih kuat bersuara dan giat melakukan aksi-aksi
langsung bagi lingkungan. (Unique,
dkk/MDj/red)
0 Comments