Oleh : Ayu Chandra Octarima, S.Pd.SD.,
Gr.
(Guru SDN Kecil Usapibaanfaun, TTU)
CAKRAWALANTT.COM - Aspek literasi merupakan bagian penting dalam
kehidupan sehari-hari. Seiring perkembangan zaman, literasi dasar, terutama
membaca dan menulis, menjadi salah satu kemampuan yang harus dimiliki dan
dikuasai oleh setiap individu. Menurut Elizabeth Sulzby (1986), literasi dapat
diartikan sebagai kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang dalam
berkomunikasi (membaca, berbicara, menyimak, dan menulis) dengan cara yang
berbeda sesuai tujuannya masing-masing.
Salah satu aktivitas mendasar dalam berliterasi adalah
membaca. Gorrys Keraf, dalam bukunya Kosakata
Bahasa Indonesia (1996), mendefinisikan membaca sebagai sebuah proses fisik
dan mental yang memberikan makna pada simbol-simbol visual. Membaca pun
dianggap sebagai kemampuan dasar yang penting untuk ditingkatkan guna
menyelaraskan hidup dengan perkembangan zaman.
Dalam dunia pendidikan, kemampuan membaca menjadi poin
penting yang diprioritaskan oleh kurikulum. Tanpa kemampuan membaca yang baik,
maka penyerapan materi pelajaran tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Pada
jenjang Sekolah Dasar (SD), aktivitas membaca dapat melatih konsentrasi dan
menggali potensi yang ada pada diri peserta didik, serta membuka gerbang
wawasan dan membentuk pola berpikir peserta didik.
Biasanya, pada beberapa satuan pendidikan,
diberlakukan aktivitas membaca selama 15 menit sebelum memulai kegiatan belajar
dan mengajar. Dengan begitu, diharapkan minat dan kegemaran membaca di kalangan
peserta didik dapat berkembang dan tertanam sebagai sebuah kebiasaan atau budaya.
Namun, kenyataannya, tidak semua peserta didik menaruh
minat pada kegiatan membaca. Aktivitas membaca kadang hanya dijadikan rutinitas
atau formalitas sebelum memulai pembelajaran guna menjalankan program tanpa outcome. Hal itu kerap terjadi di satuan
pendidikan dimana Penulis mengabdi, yakni SDN Kecil Usapibaanfaun, Kecamatan
Noemuti Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Pada kelompok peserta didik
kelas V, hanya sebagian orang saja yang memiliki minat dalam membaca.
Setelah dilakukan pengamatan, ternyata terdapat
beberapa core issue, diantaranya
rendahnya minat membaca di dalam kelas, fasilitas tempat atau area membaca yang
kurang menarik dan tidak menyenangkan, ketersediaan buku yang masih kurang,
serta kurangnya motivasi dari orang tua kepada peserta didik untuk meningkatkan
minat membaca.
Untuk mengatasi persoalan minat baca di kalangan
peserta didik, Penulis pun merancang sebuah perpustakaan kecil di kelas atau
yang sering dikenal dengan istilah pojok
baca. Pojok baca merupakan tempat di dalam ruangan yang dilengkapi dengan
koleksi buku dan ditata secara menarik untuk meningkatkan minat baca peserta
didik (Rofi’Uddin dalam Kemendikbud, 2017 : 23).
Pojok baca memiliki manfaat yang sangat penting dalam
pembelajaran di dalam kelas. Peserta didik dapat termotivasi untuk membaca
karena suasana yang dibangun dalam pojok baca terkesan lebih santai, menarik,
dan menyenangkan. Melalui pojok baca, peserta didik dapat menggali potensi diri
serta membangun kolaborasi bersama teman-temannya. Selain itu, pojok baca dapat
dijadikan wadah bagi peserta didik untuk menuangkan dan memajangkan setiap
hasil karyanya.
Untuk membuat pojok baca, Penulis melakukan beberapa
tahapan berikut. Pertama, berkonsultasi dengan pihak sekolah. Kedua, melakukan
sosialisasi kepada orang tua peserta didik guna membangun kolaborasi. Ketiga,
membuat kesepakatan kelas terkait kriteria pojok baca yang akan dibuat. Keempat,
menyediakan tempat baca di sudut kelas. Kelima, menyediakan rak buku dan tempat
penyimpanan hasil karya peserta didik. Keenam, menyediakan pernak-pernik dan
fasilitas yang dapat menarik perhatian peserta didik. Ketujuh, menyiapkan
buku-buku bacaan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Setelah pojok baca berhasil dibuat, Penulis mulai
merencanakan program peningkatan minat baca peserta didik. Pertama, Penulis
mengajak peserta didik untuk melihat dan menikmati suasana pojok baca yang
telah dibuat. Kedua, Penulis mengajak peserta didik untuk memilih buku bacaan
untuk dibaca. Ketiga, Penulis memberikan tantangan kepada peserta didik untuk
menceritakan kembali isi dari bacaan yang telah dibaca dengan rentang waktu 2
minggu.
Bagi peserta didik yang berhasil menyelesaikan
tantangan, akan diberikan reward atau
penghargaan berupa pujian atau pemberian tanda bintang. Peserta didik yang
dapat mengumpulkan tanda bintang terbanyak akan memperoleh piagam penghargaan.
Setelah memanfaatkan pojok baca sebagai wadah
peningkatan kegemaran membaca di kalangan peserta didik, Penulis mulai
merasakan peningkatan yang luar biasa. Peserta didik terlihat lebih berantusias
dalam membaca dan bahkan mampu menceritakan isi bacaan dengan baik. Selain itu,
pojok baca mulai sering dikunjungi di sela-sela waktu istirahat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemanfaatan pojok baca di lingkungan kelas mampu meningkatkan minat/kegemaran
membaca di kalangan peserta didik. Pojok baca yang menarik, nyaman, dan
menyenangkan dapat memberikan suasana yang positif bagi peserta didik, apalagi
ditambah dengan ketersediaan buku bacaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Selain itu, pemanfaatan pojok baca sebagai wadah
peningkatan kegemaran membaca bagi peserta didik dapat turut menumbuhkan
karakter peserta didik, seperti saling menghargai, berkolaborasi, dan
berkomunikasi secara baik dengan sesama peserta didik maupun guru. Dengan demikian,
peserta didik dapat tumbuh secara seimbang melalui informasi yang dibaca dan
karakter yang dibentuk melalui pojok baca. (MDj/red)
0 Comments