Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

Belajar Pola Bilangan Matematika dengan LKS Berbasis Tenun Timor

 


Oleh : Dorothea Trilubu Fretis, S.Pd.

(Guru SMP Negeri Oenenu, TTU)



CAKRAWALANTT.COM - Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut setiap orang untuk mampu berpikir kreatif, analitis, dan kritis guna menanggapi setiap fenomena yang terjadi. Masing-masing orang harus mampu melihat fenomena, membaca peluang, dan menyelesaikan persoalan dengan terobosan yang inovatif. Salah satu kemampuan yang dapat mengakomodir situasi tersebut adalah numerasi.

 

Numerasi sendiri dipandang sebagai kecakapan dalam menggunakan berbagai angka dan simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari. Hal itu pun berkaitan erat dengan konsep matematika dasar sebagai acuan dalam mempelajari dan mendalami angka atau simbol beserta proses perhitungannya.

 

Menurut Waminto (2011 : 428), matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan juga menjadi faktor pendukung dalam laju perkembangan serta persaingan di berbagai bidang. Dengan kata lain, secara sederhana, matematika bisa diartikan sebagai bahasa simbolis yang membantu proses berpikir dan memahami untuk memecahkan masalah sehari-hari.

 

Dalam dunia pendidikan, matematika menjadi salah satu topik pembelajaran yang termuat dalam kurikulum. Di dalamnya terdapat beragam pembahasan materi dan salah satunya adalah pola bilangan. Pola bilangan merupakan susunan bilangan yang memiliki keteraturan (Aksin, 2017). Sebagai materi pembelajaran, pola bilangan dapat membantu siswa untuk memecahkan masalah matematis dalam kehidupan sehari-hari.

 

Proses pembelajaran matematika sedianya menjadi bekal bagi siswa agar dapat berpikir logis, analitis, kritis, dan kreatif. Untuk itu, siswa diharapkan mampu memahami dan mendalami materi pembelajaran, khususnya pola bilangan, secara baik.

 

Di setiap kegiatan belajar dan mengajar, siswa harus dapat bersikap interaktif, aktif menyelesaikan persoalan, dan pastinya bisa menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bersama guru.

 

Dalam praktik pembelajaran matematika, harapan atau tujuan pembelajaran kadang tidak tercapai sebagaimana mestinya. Di SMP Negeri Oenenu misalnya, khususnya di kelas VIII, masih terdapat beberapa siswa yang belum mampu menguasai materi pola bilangan matematika dengan baik. Selain itu, tingkat keaktifan di dalam kelas pun belum menunjukkan tren yang positif.

 

Kondisi tersebut juga didukung oleh pencapaian hasil belajar yang belum maksimal, dimana dari 75 orang siswa, hanya 12 orang yang berhasil memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Hal ini menjadi akibat dari kurangnya pemahaman dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

 

Setelah melakukan pengamatan dan refleksi, Penulis, selaku guru pengampu mata pelajaran matematika di SMP Negeri Oenenu, menyadari bahwa terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan ketidakmampuan siswa dalam memahami materi pola bilangan matematika.

 

Pertama, stereotip terhadap matematika sebagai pelajaran yang rumit. Kedua, model pembelajaran yang dikembangkan di dalam kelas tidak sesuai dengan kondisi siswa. Ketiga, minimnya penggunaan media pembelajaran yang variatif dan menarik selama kegiatan belajar dan mengajar. 

 

Untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut, Penulis menerapkan model pembelajaran discovery based learning dalam pembelajaran matematika. Model ini merupakan model pembelajaran yang menekankan pada pengalaman langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide terhadap suatu disiplin ilmu melalui keterlibatan siswa secara aktif.  

 

Menurut Sardiman, dalam penerapan model discovery based learning, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dan interaktif. Guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran (Kemendikbud, 2013).

 

Penerapan model discovery based learning bertujuan untuk mengubah kondisi belajar siswa dari pasif menjadi lebih aktif dan kreatif. Proses pembelajaran pun lebih terpusat kepada siswa dimana mereka akan didorong untuk menemukan informasi terkait materi pelajaran secara mandiri.

 

Untuk mengimplementasikan model discovery based learning dalam pembelajaran matematika, terkhususnya pada materi pola bilangan, Penulis menggunakan media Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS sendiri merupakan bahan ajar cetak berupa lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk tugas pembelajaran.

 

Menurut Prastowo (2014), LKS dapat menuntun siswa untuk mengerjakan/menyelesaikan tugas pembelajaran, baik yang bersifat teoritis maupun praktik, yang mengacu pada Kompetensi Dasar (KD) yang harus dicapai. Penggunaan LKS pun dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

 

Dalam praktiknya, Penulis menggunakan LKS berbasis tenun Timor. Penggunaan LKS tersebut tentunya merujuk pada konsep etnomatematika yang mengaitkan hubungan antara matematika dan budaya.

 

LKS berbasis tenun Timor memuat gambar motif-motif tenun Timor, seperti motif Buna, motif Lote Buna, dan motif Ma’Pauf. Motif-motif tersebut memiliki desain yang mengandung bangun datar, seperti persegi dan belah ketupat, dengan variasi warna yang membentuk pola tertentu.

 

Setiap kain tenun dengan bangun datar terdapat variasi dua warna, tiga warna, dan seterusnya. Barisan warna tersebut dapat dijadikan barisan bilangan untuk menentukan pola barisan dan deret yang dicari sesuai dengan tujuan pembelajaran pada materi pola bilangan, yaitu menentukan suku selanjutnya dan jumlah suku selanjutnya pada baris bilangan.

 

Adapun langkah-langkah penggunaan LKS berbasis tenun Timor dalam model discovery based learning adalah sebagai berikut.

 

Pertama, Penulis menyiapkan alat peraga tutup botol sebanyak 60 buah sebagai alat peraga pola bilangan. Tutup botol disusun berpola dan digunakan sebagai media untuk memahami materi pola konfigurasi objek (menentukan bentuk umum pola konfigurasi objek, barisan, dan deret pola konfigurasi objek).

 

Kedua, Penulis mencari dan mendokumentasikan tenun Timor yang berpola. Tenun Timor berpola yang dimaksud adalah tenun-tenun yang mempunyai bentuk ataupun warna yang bervariasi, yakni motif Buna, motif Lote Buna, dan motif Ma’Pauf, untuk digunakan dalam menentukan warna selanjutnya dan jumlah warna selanjutnya. 

 

Ketiga, Penulis membuat LKS berbasis pola tenun Timor sebanyak dua model LKS yang berbeda. Penulis menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam LKS 1 dan LKS 2. Setelah itu, Penulis menyusun soal sesuai dengan pola tenun yang tersedia dan soal lainnya sesuai pedoman pada buku ajar. Selain menyusun soal pola bilangan berbasis pola tenun Timor, Penulis juga menyusun soal tambahan yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran.

 

Keempat, Penulis mulai melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan LKS 1 dan alat peraga. Pada tahap ini, Penulis membagi siswa ke dalam 4 kelompok dan mulai mengerjakan LKS sesuai arahan. Penulis juga menyimulasikan alat peraga, sehingga siswa dapat mengerjakan soal pada LKS menggunakan alat peraga yang disediakan.

 

Kelima, Penulis mulai melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan LKS 2. Pada tahap ini, Penulis membagi siswa ke dalam 4 kelompok dan mulai mengerjakan LKS sesuai arahan. Setelah semua soal LKS dikerjakan, Penulis akan memilih perwakilan dari tiap kelompok secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. 

 

Keenam, Penulis melakukan evaluasi untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi pola bilangan. Hasil evaluasi akan menjadi acuan Penulis untuk menganalisis hasil belajar atau nilai kerja siswa. 

 

Penerapan model discovery based learning dengan LKS berbasis tenun Timor tentunya sangat bermanfaat bagi siswa. Di kelas, suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Para siswa pun menjadi lebih dominan dalam proses pembelajaran, mampu memahami dan menggali informasi secara mandiri, serta menjadi lebih aktif.

 

Selain itu, penggunaan LKS berbasis tenun Timor juga dapat mendorong siswa untuk mempelajari kehidupan sekitarnya melalui matematika dan budaya.

 

Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong terwujudkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kreativitas dalam menerapkan media dan model pembelajaran pun sangat dibutuhkan. Dengan kata lain, guru sebagai fasilitator pembelajaran harus bisa menuangkan kreativitas dan inovasinya secara baik untuk menciptakan pembelajaran yang diharapkan. (MDj/red)


Post a Comment

0 Comments