(Suasana kegiatan Diskusi Publik terkait stunting dan kemiskinan di NTT) |
Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Program
Studi (Prodi) Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Universitas
Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, menggelar kegiatan Diskusi Publik dengan
mengusung tema “Stunting dan Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur”, Sabtu (25/3/2023).
Kegiatan yang berlangsung di Aula A300 Kampus Merdeka tersebut menghadirkan 2
Pembicara, yakni Kepala BKKBN Provinsi NTT, Marianus Mau Kuru, SE.,M.PH., dan
Dosen FEB Unwira, Dr. Thomas O. Langoday, SE.,M.Si., serta dibuka secara resmi
oleh Dekan FEB Unwira, Dr. M. E. Perseveranda, SE.,M.Si.
Dalam
arahan pembukanya, Dekan FEB Unwira menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan
kegiatan Diskusi Publik tersebut. Menurutnya, tema yang diusung sangat relevan
dengan kondisi masyarakat NTT saat ini. Isu stunting
dan kemiskinan di NTT, ujarnya, selalu menjadi tren dan perbincangan
publik, baik di level daerah maupun nasional.
“Kita (NTT) masuk peringkat ketiga kemiskinan dan peringkat satu stunting untuk Indonesia. Kita juga sedang dilanda kemiskinan ekstrem dan isu stunting turut masuk di dalamnya. Banyak masyarakat NTT yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, baik sandang, pangan, dan papan. Kondisi kemiskinan itu pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak-anak,” jelasnya.
(Dekan FEB Unwira, Dr. M. E. Perseveranda, SE.,M.Si., saat membuka kegiatan secara resmi) |
Untuk
itu, melalui kegiatan Diskusi Publik tersebut, ia berharap para mahasiswa dan
dosen bisa mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor penyebab utama yang
mempengaruhi laju kemiskinan dan stunting
di Provinsi NTT, sekaligus menemukan solusi pencegahan atau penanganan yang
efektif dan efisien.
“Saya
sangat berharap kita bisa menemukan faktor-faktor penyebab kemiskinan dan stunting di NTT dan sekaligus memberikan
solusi yang tepat, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, dan pendapatan
ekonomi. Kita harus keluar dari jebakan kemiskinan dan stunting ini,” tegasnya.
Membangun Keluarga Emas yang Terencana
Dalam
pemaparan materinya, Kepala BKKBN Provinsi NTT, Marianus Mau Kuru, SE.,M.PH., menuturkan
BKKBN melaksanakan mandat tugas untuk mendorong pembangunan keluarga, pengendalian
penduduk, dan penyelenggaraan Program Keluarga Berencana (KB). Mandat tersebut,
ungkapnya, bertujuan untuk mencapai impian Indonesia emas pada tahun 2045
mendatang.
Impian
Indonesia tersebut, lanjut Marianus, bisa terwujud apabila fondasi keluarga
telah tertata dengan baik. Hal itu, ujarnya, bisa dilihat dari beberapa
indikator, diantaranya anggota keluarga harus sehat dan cerdas. Dengan begitu,
sambung Marianus, keluarga bisa melahirkan generasi yang inovatif, produktif,
dan bahagia guna menyongsong Indonesia emas di tahun-tahun mendatang.
(Kepala BKKBN Provinsi NTT, Marianus Mau Kuru, SE.,M.PH., saat menyampaikan materi) |
“BKKBN
bertugas mengurusi pembangunan keluarga, pengendalian penduduk, dan Program
Keluarga Berencana (KB). Hal itu bertujuan untuk menyambut Indonesia emas tahun
2045. Namun, itu juga harus berawal dari keluarga, dimana anggota keluarga
harus sehat, makan makanan bergizi, dan cerdas, sehingga bisa produktif,
inovatif, dan bahagia,” ujarnya.
Namun,
saat ini, terang Marianus, isu stunting dan
kemiskinan menjadi persoalan yang menghambat perwujudan tujuan Indonesia emas. Di
Provinsi NTT, ungkapnya, kemiskinan masih tergolong tinggi, stunting berada di urutan pertama
nasional, kualitas pendidikan masih rendah, dan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) juga masih rendah yang diukur dari variabel kesehatan, ekonomi, dan
pendidikan.
“Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh
pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek
secara fisik di usianya. Jumlah keluarga yang anggota keluarganya berpotensi stunting ada 640.414. Selain itu, sesuai
indikator pra-sejahtera, ada anak usia 7 sampai 15 yang tidak sekolah, ada
keluarga yang tidak memiliki penghasilan tetap untuk memenuhi kebutuhan pokok,
dan bahkan tidak makan makanan beragam sedikitnya dua kali sehari,” kata
Marianus.
Ia
juga mengungkapkan beberapa penyebab utama stunting
di NTT. Pertama, kurangnya konsumsi protein hewani pada keragaman pangan
pokok. Kedua, pengaruh gizi buruk, jarak kelahiran yang dekat, sanitasi yang
buruk, pengaruh pendidikan yang rendah, kurangnya imunisasi, dan kurangnya
pengetahuan ibu. Ketiga, penggunaan uang yang tidak sesuai dengan kebutuhan
pokok keluarga, pola budaya patrilinier, dan pola asuh yang buruk.
(Sesi tanya jawab antara Pembicara dan mahasiswa) |
Untuk
mencegah dan mengatasi persoalan tersebut, sambung Marianus, harus dilakukan
beberapa langkah berikut. Pertama, mendorong remaja putri dan mahasiswi untuk
menjadi subyek intervensi. Kedua, ibu wajib memberikan ASI eksklusif kepada
anak dan setelah 6 bulan, anak harus mendapatkan makanan pendamping ASI sampai
usia 2 tahun. Ketiga, membuat desain percepatan penanganan stunting, melakukan pergerakkan berbasis desa dengan pemberian
edukasi, serta memberdayakan penggunaan dana desa untuk penanganan stunting. Keempat, mendorong
terbentuknya Generasi Berencana (Genre).
“Pada
intinya, untuk mendukung percepatan penanganan stunting, kita harus bekerja sama dan saling berkolaborasi. Mahasiswa
harus dilibatkan dalam Kuliah Kerja Nyata Tematik. Tentunya, kami ingin supaya
Unwira turut berpartisipasi di dalamnya, seperli melibatkan mahasiswa,
melakukan kajian dan penelitian, dan sebagainya. Semua itu dilakukan agar
terbentuk keluarga emas yang terencana sebab persoalan stunting harus dicegah dan diatasi dari lingkungan keluarga,” tegas
Marianus.
Menangani Kemiskinan, Mengatasi Stunting
Sementara
itu, Dosen FEB Unwira, Dr. Thomas O. Langoday, SE.,M.Si., mengatakan bahwa
kemiskinan dan stunting adalah dua
hal yang saling mempengaruhi. Kemiskinan yang ekstrem, ungkapnya, bisa membuka
peluang bagi terciptanya kondisi stunting
di dalam masyarakat. Menurutnya, stunting
juga disebabkan oleh minimnya edukasi di dalam masyarakat, terutama keluarga.
“Stunting juga disebabkan oleh salah
didik atau salah edukasi. Kita harus berubah dan keluar dari kondisi ini, sebab
stunting membawa dampak yang besar
bagi kita semua,” ujarnya.
(Dosen FEB Unwira, Dr. Thomas O. Langoday, SE.,M.Si., saat menyampaikan materi) |
Thomas
juga menjelaskan bahwa masyarakat NTT masih berada dalam lingkaran setan
kemiskinan yang merujuk pada pemanfaatan sumber daya yang rendah, pendapatan
finansial yang rendah, permintaan yang rendah, dan produktivitas yang rendah.
Lebih
lanjut, jelas Thomas, stunting bisa
menyebabkan penurunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal itu, sambungnya,
bisa berdampak bagi pengelolaan sumber daya yang kurang optimal, sehingga hasil
atau pendapatan yang diperoleh pun tidak merata atau maksimal. Untuk itu,
Thomas berharap agar semua pihak bisa membangun semangat gotong royong untuk
mencegah dan mengatasi persoalan kemiskinan dan stunting di Provinsi NTT.
Pantauan
media, kegiatan Diskusi Publik tersebut dipandu langsung oleh Ketua Prodi
Ekonomi Pembangunan Unwira, Emiliana Martuti Lawalu, SE.,ME. Usai pemaparan
materi, dilanjutkan sesi tanya jawab antara Pembicara dan mahasiswa. Kegiatan yang
berlangsung sejak pukul 09.00 Wita tersebut turut dihadiri oleh Perwakilan
BKKBN Provinsi NTT, Wakil Dekan I FEB Unwira, para dosen, mahasiswa, dan awak
media. (MDj/red)
0 Comments