Bali, CAKRAWALANTT.COM - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berkolaborasi dengan Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Bali menggelar Seminar Internasional dengan tema “Bersama Lindungi Perempuan, Wujudkan Kesetaraan Gender” guna memperingati Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2023.
Dalam sambutannya, Menteri PPPA yang diwakili Staf Ahli Menteri PPPA Bidang Penanggulangan Kemiskinan, Titi Eko Rahayu, mengatakan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) yang diperingati setiap 8 Maret ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 8 Maret 1977 untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia.
IWD diselenggarakan untuk memberi pengakuan terhadap prestasi perempuan di seluruh dunia dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, dan politik, serta untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender.
Tema kampanye IWD tahun 2023 adalah “Embrace Equity” atau bila diterjemahkan menjadi “Dekapan Keadilan”. Maksudnya adalah agar mata dunia menjadi terbuka bahwa kesempatan yang sama saja tidak lagi mencukupi untuk mewujudkan kesetaraan gender.
Titi menuturkan perempuan membutuhkan dukungan global yang secara aktif mempromosikan mereka di seluruh aspek kehidupannya, seperti pendidikan, kesempatan kerja, kesehatan, dan juga kepemimpinan. Di saat yang sama dunia juga diharapkan mendukung penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, diskriminasi, stereotipe, subordinasi, dan beban ganda.
“Tentunya kami berharap melalui kegiatan ini kita dapat membangkitkan generasi muda termasuk para mahasiswa untuk mengakhiri ketidak-adilan gender terhadap perempuan, untuk mewujudkan kesetaraan gender, mendorong kepemimpinan perempuan di berbagai sektor dan berani melawan kekerasan dan peduli melindungi perempuan dari kekerasan di lingkungan sekitar termasuk lingkungan kampus untuk perubahan menuju masa depan Indonesia yang lebih maju,” katanya.
Titi mengatakan data dan fakta menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan masih mengalami diskriminasi, stigmatisasi, marginalisasi, subordinasi, dan bahkan kekerasan. Padahal, pembukaan maupun batang tubuh konstitusi, ujarnya, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI 1945) serta berbagai perundang-undangan telah mengamanatkan jaminan perlindungan dan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk perempuan dan anak perempuan.
“Salah satu faktor penting dalam mewujudkan kesetaraan gender adalah adanya keterwakilan kepemimpinan perempuan di sektor publik yang cukup,” katanya.
Titi mengungkapkan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) KemenPPPA, sepanjang tahun 2022 terdapat 11.266 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 11.538 orang.
“Jika kita lihat dari data kejadian dalam lingkungan pendidikan membuat kita miris, karena idealnya lingkungan pendidikan menjadi tempat untuk belajar kehidupan dan kemanusiaan, justru menjadi tempat dimana nilai-nilai kemanusiaan direnggut dan dilanggar, karena adanya relasi budaya, kebiasaan sosial dan yang paling parah adalah adanya relasi kuasa antara dosen, staf, mahasiswa yang tentunya ini berhubungan dengan pelaku dengan ancaman atas diskriminasi bahkan berdampak kepada status akademis korban,” ungkap Titi.
Untuk itu, KemenPPPA mengajak para pelaku pendidikan dan mahasiswa bersama berbagai pemangku kepentingan baik pusat dan daerah untuk bersama-sama bisa mengurai dan berkomitmen tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan bangsa, generasi yang tidak lahir dengan latar belakang kekerasan.
Presiden RI, Joko Widodo, telah mengamanatkan 5 isu prioritas terkait perempuan dan anak yang perlu diselesaikan dalam periode waktu 2020-2024, salah satunya adalah penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan juga menjadi program prioritas kami di KemenPPPA, sehingga kami menyampaikan apresiasi kepada Menteri Dikbudristek yang telah menerbitkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi,” ujar Titi.
KemenPPPA, kata Titi, juga terus berkomitmen untuk memperkuat penyediaan layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan. Dalam kaitan ini, KemenPPPA membuka layanan Hotline SAPA 129 untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi layanan pengaduan kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak.
Layanan ini juga terhubung dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah dalam Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), yang hingga saat ini telah terbentuk di 29 provinsi dan 165 kabupaten/kota untuk mengelola dan memberikan pelayanan termasuk perlindungan khusus kepada korban dan/atau penyintas kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Sinergi dan dukungan dari semua pihak merupakan kunci dalam mewujudkan kesetaraan gender dan perlindungan hak perempuan dan anak yang merupakan penerus bangsa, termasuk organisasi mahasiswa,” ujar Titi.
Melalui Seminar Internasional ini, Titi berharap akan semakin banyak pihak yang menyadari betapa pentingnya memperjuangkan kesetaraan gender dalam rangka memberdayakan, memberikan perlindungan kepada perempuan, karena jika perempuan memiliki akses yang lebih luas, berpartisipasi ikut serta menentukan arah pembangunan, maka perempuan akan mendapatkan manfaat pembangunan yang setara dengan laki-laki.
Dengan mendukung perempuan dalam menyuarakan pendapat, keprihatinan, keberpihakan, serta menciptakan ruang aman dan lingkungan yang memungkinkan/suportif bagi sesama perempuan untuk bersuara. Seperti kampanye yang sudah dilakukan KemenPPPA sejak tahun 2021 melalui “Dare to Speak up”.
“Oleh karena itu, kami tidak lelah untuk selalu mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk terus menggelorakan semangat kesetaraan dimanapun kita berada. Langkah sekecil apapun, jika dilakukan dengan bersama-sama, maka dampaknya pun akan luar biasa,” kata Titi. (KemenPPPA/MDj/red)
0 Comments