Oleh : Silvester Wanggur, S.Pd.
(Guru SMA Negeri 3 Kota Kupang)
CAKRAWALANTT.COM - “Aduhhh… bagaimana ya, mau naik pangkat ni, butuh Karya
Tulis Ilmiah, saya belum mampu menulis Karya Tulis Ilmiah. Ahh. . . teman buat
Karya Tulis Ilmiah itu tidak susah, yang penting ada kemauan.”
Begitulah celotehan
dua orang guru yang akan naik pangkat. Dari dialog dua guru di atas, terdapat
dua konsep berpikir tentang menulis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pada
dasarnya, menulis PTK itu mudah, apabila kita intens dan fokus pada masalah
yang kita hadapi di dalam kelas. Namun, sangat sulit bagi guru/orang yang tidak
berani memulai menulis. Adagium kuno mengatakan, “Langkah ke seribu, dimulai
dengan ayunan Langkah pertama”. Memulai adalah langkah pertama dalam semua hal yang
dilakukan manusia di bumi ini. Dibutuhkan keberanian, kebiasaan, dan intens
dalam menulis dan meneliti.
Di kalangan
masyarakat ilmiah, dalam hal ini dunia pendidikan, hampir dapat dipastikan akan
bersinggungan/beririsan dengan kegiatan tulis menulis, baca, dan membaca.
Perasaan sulit untuk mengawali dan menentukan suatu karya tulis ilmiah seringkali
dialami oleh banyak guru. Sangat disayangkan apabila asumsi bahwa membuat karya
tulis ilmiah itu sulit dijadikan alasan bagi mahasiswa, guru, maupun banyak
pihak lainnya untuk menghindari tuntutan dalam membuat suatu karya tulis
ilmiah.
Dalam suatu
kesempatan, penulis bertanya kepada Pimpinan Umum Cakrawala NTT, Gusty Rikarno,
“Apakah kegiatan bimtek bagi para guru yang dilakukan oleh Cakrawala NTT tidak
mendapat tantangan dari sekelompok masyarakat yang biasa menjual atau membeli
karya tulis ilmiah?” dan beliau dengan tegas menjawab, “Apa yang Cakrawala NTT lakukan merupakan suatu
bentuk perlawanan yang sangat ilmiah. Kita lawan dengan kerja dan kerja.”
PTK, Syarat Mutlak Kenaikan Pangkat Bagi Guru
Dalam Permendiknas
No. 35 tahun 2010 tentang Penilaian Angka Kredit dengan sistem paket untuk
kenaikan pangkat diatur sebagai berikut : Golongan III A ke Golongan III B
membutuhkan 3 (tiga) nilai pada unsur pengembangan diri; Golongan III B ke Golongan
III C pengembangan diri 3 (tiga) dan Karya inovatif 4 (empat) atau satu Penelitian
Tindakan Kelas (PTK); Golongan III C ke Golongan III D pengembangan diri 3
(tiga) dan Karya inovatif 6 (enam) atau satu PTK yang dipublikasikan dalam
jurnal llmiah tingkat provinsi. Golongan III D ke Golongan IV A pengembangan
diri 4 (empat) dan Karya Inovatif 8 (delapan) atau dua laporan PTK yang sudah
diseminarkan minimal di tingkat sekolah;
Golongan IV A ke Golongan
IV B pengembangan diri 4 (empat) dan karya inovatif 12 (dua belas) atau tiga PTK
yang sudah di seminarkan di sekolah atau dua PTK yang sudah dipublikasikan
dalam jurnal tingkat provinsi; Golongan IV B ke Golongan IV C pengembangan diri
4 (empat) Karya Inovatif 12 (dua belas) atau tiga atau dua PTK yang dipublikasikan
dalam jurnal tingkat provinsi; Golongan IV C ke Golongan IV D pengembangan diri
5 (lima), Karya Inovatif 14 atau tiga PTK,
dan satu PTK dipublikasikan dalam jurnal, serta wajib buku pendidikan;
serta Golongan IV D ke Golongan IV E pengembangan diri 5 (lima) dan Karya
Inovatif 20 (dua puluh).
Pada bulan Desember
seperti saat ini, banyak guru yang sibuk menyiapkan berkas kenaikan pangkat
untuk periode April dan pada bulan Juni untuk kenaikan pangkat periode Oktober.
Para Tim Penilai Angka Kredit seharusnya melakukan uji petik terhadap karya
guru itu karena disinyalir banyak guru melakukan plagiat atau menggunakan biro
jasa pembuatan PTK. Untuk itu, para guru diharapkan harus menjaga marwah profesionalnya
sebagai pendidik dengan sebaik-baiknya.
Dalam Permen Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Refomasi Birokrasi No. 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya pada huruf H disebutkan sanksi apabila guru terbukti memperoleh
Penetapan Angka Kredit dengan cara melawan hukum adalah a) diberhentikan
sebagai guru; dan b) wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi yang pernah
diterima setelah yang bersangkutan memperoleh dan mempergunakan penetapan Angka
Kredit tersebut.
Mengapa Guru Takut/Malas Melakukan PTK?
Terdapat beberapa faktor penyebab belum dilakukannya PTK oleh para guru, yakni a) guru kurang memahami profesinya; b) guru malas membaca; c) guru malas menulis; d) guru terjebak dalam rutinitas kerja; e) guru malas meneliti; f) maraknya biro jasa pembuat PTK bahkan sampai dengan penerbitan jurnal, hanya dengan membayar sejumlah rupiah.
Inilah fakta-fakta yang terjadi. Ini adalah
peristiwa perselingkuhan intelektual yang sangat meresahkan dunia pendidikan di
Indonesia. Namun, di sisi lain, masih banyak guru yang menolak
Permendiknas tentang wajib menulis karya tulis ilmiah untuk kenaikan pangkat bagi
guru. Padahal, guru wajb memiliki 4 kompetensi utama, yakni kompetensi pedagogik
(8 indikator), kompetensi kepribadian (11 indikator), kompetensi sosial (5
indikator), dan kompetensi profesional (2 indikator).
Kita harus mengakui
bahwa menulis itu suatu pekerjaan yang membutuhkan stamina fisik dan psikis
yang prima, membutuhkan buku-buku referensi yang memadai, membutuhkan waktu
yang banyak untuk membaca berbagai referensi, serta menganalisis tulisan-tulisan
penulis profesional. Tujuan menulis adalah menyampaikan pesan kepada pembaca. Untuk
itu, diharapkan para guru agar tidak mengatasi kesulitan menulis dengan jalan
pintas, seperti plagiator atau menyewa biro jasa penelitian untuk kenaikan pangkat.
Kalau kita belum mahir dalam menulis, bergaulah dengan orang-orang yang biasa
menulis.
Berdasarkan Permendikbud
No. 23 tahun 2015 tentang Gerakan Litersi Sekolah, terdapat salah satu kegiatan
literasi, yakni membaca buku non pelajaran selama 15 menit sebelum waktu
belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta
didik serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai
secara lebih baik. Selain peserta didik, guru pun harus terlibat dan
berpartisipasi aktif di dalamnya untuk menumbuhkan minat membaca. Membaca
adalah menabung perbendaharaan kata dan menulis adalah mengamalkan hasil
tabungan perbendaharaan kata tersebut. Penulis adalah pembaca yang baik, tetapi
pembaca yang baik belum tentu penulis.
Penulis Adalah Pewaris Kebudayaan
Apa jadinya dunia ini apabila tak
ada penulis? Kita mestinya bersyukur kepada
penulis yang telah mewariskan kebudayaan dunia kepada generasi setelah mereka.
Kita dapat mengetahui bahwa bumi itu bulat dari penulis. Guru adalah pewaris
kebudayaan, sehingga dituntut
bisa mengembangkan kemampuan menulis. Menulis karya tulis sendiri adalah
sebuah upaya pengembangan profesi dan pengembangan diri guru dalam
mengekspresikan diri.
Menulis pada hakekatnya adalah
upaya mengekspresikan apa yang dilihat, dirasakan, dan dipikirkan ke dalam
bahasa tulisan. Setiap orang mungkin pernah menulis dari bentuk yang paling
sederhana sampai yang kompleks, serta
luas dan mendalam. Seorang penulis harus sering
bertanya, menyangsikan, mendebat, serta
mengolah suatu ide dan peristiwa yang terekam dalam layar kesadarannya, sehingga menghasilkan
tulisan yang cerdas dan berbobot.
Tingkat kecerdasan seseorang kadang
bisa diukur dari sejauhmana dia lancar berbahasa baik lisan maupun tulisan. Untuk itu, sebagai
tenaga pendidik, seorang guru harus mampu berefleksi, mengubah pola pemikiran
lama, dan berusaha untuk meningkatkan kompetensinya melalui kegiatan menulis. Sudah
saatnya semua perselingkuhan intelektual di dalam dunia pendidikan harus
dibasmi dan dihilangkan. (red)
2 Comments
saya terinspirasi ☺️☺️☺️
ReplyDeleteWahh keren sekali👏
ReplyDelete