Oleh
: Medelina Bees, S.Pd
(Guru
Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Tana Righu)
CAKRAWALANTT.COM - Pelajaran Bahasa Indonesia merupakan
bagian dari proses pembelajaran yang wajib dipahami dan didalami secara baik
oleh para peserta didik. Sebagai materi wajib, Pelajaran Bahasa Indonesia
memiliki ruang lingkup yang mencakup empat aspek keterampilan kebahasaan, yakni
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam praksisnya, tingkat
penguasaan peserta didik terhadap setiap aspek keterampilan kebahasaan tersebut
berbeda-beda.
Salah satu aspek keterampilan berbahasa
yang paling sering menjadi fokus utama pencapaian adalah menulis. Menulis
merupakan suatu kegiatan menuangkan pikiran ke dalam bentuk tulisan. Namun,
proses penuangan atau pengungkapan tersebut kerap mengalami hambatan karena
keterbatasan pemikiran dan pemahaman peserta didik tentang berbagai hal,
sehingga membatasi seluruh inspirasi dalam menulis. Untuk itu, kegiatan menulis
akan terasa sulit bila dilakukan tanpa adanya pesiapan atau muatan dasar
pemikiran yang mumpuni.
Terkait kegiatan menulis, di dalam
Pelajaran Bahasa Indonesia kelas XII, terdapat sebuah materi menyangkut
penulisan teks editorial. Secara khusus, pada Kompetensi Dasar (KD),
diterangkan bahwa para peserta didik harus mampu mengidentifikasi, menganalisis,
dan merancang teks editorial. Selain itu, pada indikator fokus, para peserta
didik juga harus mampu menulis teks editorial dengan memperhatikan struktur dan
kaidah kebahasaan. Teks editorial sendiri merupakan teks yang ditulis
berdasarkan suatu isu atau permasalahan yang sedang (hangat) diperbincangkan
sesuai dengan kaidah kebahasaan.
Kewajiban mempelajari teks editorial
oleh peserta didik juga tercantum dalam Pedoman Kurikulum, yakni Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 24 Tahun 2016 tentang KI
dan KD Kurtilitas Pelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun, pada
kenyataan, sebagian peserta didik belum mampu atau mengalami kesulitan dalam
membangun sebuah teks editorial. Hal itu terlihat dari hasil belajar peserta
didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 76. Para
peserta didik juga mengalami kesulitan dalam menggunakan kaidah kebahasaan teks
editorial bergaya jurnalistik.
Sebagai guru pengampu Pelajaran Bahasa
Indonesia, penulis selalu menemukan persoalan-persoalan klasik yang menghambat
perkembangan peserta didik dalam menguasai teks editorial, seperti yang terjadi
di kelas XII IPS 1 SMA Negeri 1 Tana Righu. Di dalam Kegiatan Belajar dan
Mengajar (KBM) terkait penulisan teks editorial, penulis kerap menemukan
segelitir peserta didik yang (1) tidak mampu mengerjakan tugas dengan baik; (2)
belum mampu mengemukakan ide dan gagasan; (3) belum mampu menggunakan Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD); (4) belum mampu membedakan kata kerja, kata penunjuk,
dan kata benda; (5) belum mampu menggunakan diksi dan memilih kosa kata dengan
tepat; serta (6) sulit membuat kalimat efektif yang memiliki unsur kepaduan dan
kesatuan yang tepat.
Semua hal di atas sejalan dengan
pendapat Smith (dalam Suparno & Yunus, 2008 : 64) bahwa permasalahan dalam
menulis terdiri dari tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat
dalam menulis, merasa tidak tahu bagaimana harus menulis, serta pengalaman
pembelajaran dalam menulis atau mengarang yang kurang memotivasi dan
merangsang. Untuk itu, dalam mengatasi persoalan-persoalan tersebut, penulis
mencoba menjabarkan beberapa solusi untuk menunjang perkembangan peserta didik
dalam memahami dan menguasai penulisan teks editorial.
Untuk mengatasi persoalan di atas,
penulis pun melakukan beberapa langkah penanganan. Pertama, penulis mengarahkan
peserta didik untuk saling bekerja sama dalam sebuah kelompok guna menentukan
ide atau gagasan yang ingin dijadikan teks editorial. Setelah menemukan ide,
penulis akan memberikan kesempatan bagi peserta didik.
Kedua, penulis menjelaskan materi
terkait EYD dan kalimat efektif kepada para peserta didik sebelum memberikan
kesempatan untuk menulis teks editorial. Penjelasan tersebut berperan penting
dalam upaya pemilihan diksi dan penggunaan kalimat efektif pada teks editorial.
Ketiga, penulis memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk menemukan sendiri apa yang ingin
dituliskan terkait teks editorial. Menurut penulis, kegiatan menulis juga
merujuk pada analisis peserta didik dalam melihat peristiwa-peristiwa yang
dialami setiap hari. Hal itu tentunya akan sangat mempengaruhi tingkat antusiasme
peserta didik ketika menulis. Bagi mereka, mampu mengekspresikan kata demi kata
dengan mudah, benar, dan akurat dalam sebuah tulisan adalah sebuah kebanggaan
tersendiri.
Keempat, setelah para peserta didik
saling berdiskusi dengan teman kelompoknya, penulis selaku guru pengampu mata
pelajaran akan mengarahkan mereka untuk mempresentasekan hasil penulisan teks
editorial kepada sesama peserta didik lainnya. Saat melakukan presentase,
anggota kelompok lain akan menemukan berbagai pilihan kata yang digunakan oleh
kelompok presenter. Pada kesempatan tersebut, tugas penulis adalah memberikan
kesimpulan terhadap pilihan kata yang ditemukan oleh para peserta didik sesuai
EYD agar selanjutnya dapat diuraikan kembali oleh peserta didik menjadi
beberapa kalimat efektif. Hal tersebut akan memudahkan mereka untuk menulis
teks editorial dengan baik, sehingga bisa dipahami oleh para pembaca.
Kelima, setelah mendapatkan kesimpulan
akhir tentag pemilihan kata sesuai EYD, peserta didik diberikan kebebasan untuk
menentukan kata petunjuk, kata benda, dan kata kerja karena pemilahan setiap
penggunaan jenis kata merupakan poin penting dalam penulisan teks editorial
yang efektif. Bukan hal itu saja, peserta didik juga harus menyesuaikan setiap pemilahan
kata dengan berita faktual yang akan dijadikan teks editorial.
Pasca aktivitas kerja sama dan penilaian
akhir terkait penulisan teks editorial di atas, penulis menemukan bahwa para
peserta didik dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori, yakni aktif, cukup
aktif, dan kurang aktif. Peserta didik yang aktif merupakan kelompok yang
mengikuti diskusi secara bersungguh-sungguh dengan memperhatikan setiap hal
yang dilakukan, kerap mengajukan pertanyaan, serta memberikan pendapat dan
tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok lain. Kemudian, peserta didik yang
cukup aktif meliputi kelompok yang mengikuti jalannya diskusi dengan cukup baik
sembari memperhatikan apa yang disampaikan oleh kelompok lainnya. Lalu, peserta
didik yang tidak aktif adalah kelompok yang memperhatikan apa yang dilakukan
oleh kelompok lain, tetapi tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh
kelompoknya sendiri.
Dari beberapa langkah solutif yang
dipraktikkan di dalam kelas, penulis melihat adanya perubahan dalam kegiatan
pembelajaran, seperti adanya semangat peserta didik untuk memilih diksi dan
kalimat efektif sesuai dengan EYD guna menulis sebuah teks editorial. Selain
itu, peserta didik juga terlihat lebih kompak dan koopertif ketika melakukan
diskusi kelompok. Dengan kata lain, penulis memandang kemampuan para peserta
didik dalam menulis sebuah teks editorial mulai berkembang dengan baik.
Di akhir kata, penulis ingin menekankan
bahwa penggunaan EYD, diksi, dan kalimat efektif sangat penting dalam setiap
kegiatan menulis. Untuk itu, penulis sangat berharap agar setiap guru pengampu
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dapat membimbing peserta didik untuk menerapkan
EYD mulai dari aspek pemakaian huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca
dalam sebuah aktivitas menulis. Selain itu, guru juga harus melatih peserta
didik untuk menerapkan diksi yang tepat ketika menulis teks pelajaran dengan
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berani menanggapi setiap hal
dengan apa yang diketahuinya. Selanjutnya, guru harus membiasakan peserta didik
untuk menggunakan kalimat efektif dalam menulis teks editorial. (MDj/red)
0 Comments