Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

GORESAN TERIMA KASIH UNTUKMU

 

Illustrasi.


Kumpulan Puisi Karya Astrivo Novesa Sulty*



HATIKU TAK BERTUAN

 

Kurangkai bait ini

menemani aksara yang penuh isak.

Pada hembusan angin aku bercerita

tentang aku yang sedang rapuh.

 

Aku bagai berjalan di ruang gelap

tanpa secarik cahaya yang menerangi.

Akankah bisa kuhadapi dengan hati yang tak bertuan?

 

Air mata pun serupa hujan

ketika sebongkah batu datang menindih,

ketika kerikil-kerikil tajam menusuk kaki

di saat aku sedang menelusuri langkah kaki.

 

Hidupku kini penuh ujian,

hampa terasa, walau keramaian menjamu.

Akankah bahagia datang menjelang?

Sambil menahan rasa sakit yang telah bersemayam

 

Tapi. . .

akan kucoba tuk bangkit

agar aku dapat keluar dari ruang gelap itu,

walau semua butuh waktu,

kan selalu kutunggu.

 

HILANG

 

Sunyi malam

membawa seribu luka yang menganga,

luka, dan luka yang sangat pekat.

Air mata, bukan air mata bahagia.

 

Tapi. . .

air mata luka

perih menerima kenyataan ini.

Kenyataan yang tak pernah dibayangkan.

 

Kau. . .

pergi tanpa pamit,

tanpa jejak,

kenapa?

Sebegitu bencikah Tuhan padaku?

Hingga dia mengambilnya dari pelukanku.

 

Dia yang selama ini

mengukir indah cinta padaku,

kini. . .

pergi tak beralasan.

 

Mama. . .

caramu ini perih kurasakan.

Hatiku begitu hancur

melihatmu tidur terlentang

dibaluti kain kafan tak bernoda.

 

Untukmu, Mama. . .

tenanglah di alam barumu!

Aku akan selalu merindukanmu.

Senyummu, tawamu, celotehmu

adalah alasanku ‘tuk merindukanmu.

 

PERIHAL HATI

 

Kutuliskan dalam sajak puisi

tentangku,

tentang aku yang mencintaimu dalam diam.

Aku sangat mencintaimu, sangat menyayangimu

 

Kehadiranmu membuatku jatuh cinta.

Kehadiranmu menyemangati dalam setiap langkahku.

Dalam setiap detik, menit, kau selalu menghantui nalarku.

Kau. . . selalu hadir dalam mimpiku.

 

Tapi. . .

hadirmu dalam mimpiku

membawa luka yang begitu perih

di kala aku tahu kalau kau bukan milikku.

 

Dalam setiap senyuman

yang kau lukiskan untukku

seakan menancapkan duri tajam di hati.

 

Mungkin. . .

kau terlalu baik untuk kucintai.

Entahlah. . .

aku tak peduli.

Aku akan tetap mencintaimu, menunggumu

sampai aku tak mampu lagi menahan rasa sakitnya.

 

SYAIR PILU

 

Izinkan aku melukiskan

tentang kisah kita di sini.

Di atas kertas putih tak bermakna ini

ingin kurangkaian cerita manis

yang pernah kita lalui bersama.

 

Di sini kita berpijak

melukiskan tentang indahnya persaudaraan.

Dalam setiap lorong kosong

terisi banyak candaan, tawa, juga air mata.

 

Kebersamaan ini menjadi sejarah

dalam beribu suka pun duka.

Lembah Smansa Pacar

menjadi saksi cerita manis kita.

 

Kini senjaku sudah mulai sendu

menatap kita yang sebentar lagi berpisah.

Waktu seakan terlalu cepat berlalu

hingga kenangan kita akan menjadi masa lalu.

 

Rindu itu pasti

mengingat semua kenangan

yang tersisa di setiap ruang ruang sepi.

Biarlah. . .

semua kenangan ini

menjadi kisah indah di hari nanti.

 

Hari ini semua cerita

Yang kurangkai bersamamu dalam putih abu

Akan terhapus dan tinggal kenangan

 

Selamat berpisah.

Semoga waktu mengizinkan

kita bertemu lagi di lain waktu.

 

GORESAN TERIMA KASIH UNTUKMU

 

Kutuliskan tentangmu,

tentang cinta yang telah kau ukirkan

dalam sanubariku.

Cinta dan kasih sayang tulus

bagaikan air yang mengalir tiada henti.

 

Kau. . .

kaulah cinta pertamaku

kaulah motivatorku

kau. . . Sinopati.

 

Keringat suci bercucur deras membasahi pipi

menahan panasnya sang surya

demi si buah hatimu.

 

Ayah, di saat usiamu bukan pagi lagi

engkau tak kenal kata lelah,

engkau terus berjuang dan bekerja

lako gula we,e mane

dempul wuku tela toni

demi setetes tuak

tuk menghidupi anak, istrimu.

 

Aku tak tau

seperti apakah hidupku tanpamu?

Akankah duniaku terasa gelap?

Ataukah terasa hampa?

Bagaikan sayur tanpa garam.

 

Ayah. . .

di balik manisnya senyummu

kau sembunyikan rasa sakit,

kecewa juga marah.

 

Ayah. . .

terima kasih atas cinta dan pengorbananmu.

Mungkin, terima kasih ini

tak mampu membalas jasamu.

 

Namun,

dalam untaian puisi ini

izinkan aku menyelipkan

kata momang untukmu.

 

SECUIL SURAT UNTUK AYAH DAN BUNDA

 

Di ruang sudut yang begitu sepi,

di kala angin tak berhenti menghembus,

di saat hujan tak kunjung usai.

 

Aku menggoreskan tentang kasih.

Di atas kertas putih tak bermakna ini

cinta kalian begitu tulus,

kasih sayang tanpa balas jasa.

 

Pengorbanan juga kesabaran

yang begitu besar

telah kalian ukirkan untukku.

Perjuangan kalian terpampang jelas

dalam keriput tulang pipi

yang tak pernah sia-sia dalam hidupku.

 

Ayah. . .Ibu. . .

kalian adalah mutiara berharga dalam hidupku.

Kalian adalah kado terindah

yang pernah Tuhan titipkan untukku.

 

Ayahhh. . .Ibu. . .

aku sangat mencintai kalian.

Terima kasih, kuucapkan.

 

TERUNTUKMU SANG LENTERA HATI

 

Kurangkai kata-kata indah,

kususun bait-bait bermakna

untuk kasihmu yang tiada tara,

untuk kesabaran

yang tak pernah ditelan waktu.

 

Kaulah seberkas sinar pagi,

kaulah pembuka cakrawala hidupku,

membuka mata hatiku yang buta akan ilmu

menuju masa depan yang gemilang.

 

tetesan keringat kau cucurkan

dalam setiap atma pejuang mimpi

hingga aku juga mereka

yang mulanya buta menjadi terang.

 

Tak lekang habis materi

kau selalu berikan untukku.

Jasamu terus mengalir

dalam setiap atma tunas-tunas bangsa.

 

Semangat perjuanganmu

membuatku jatuh cinta pada sekolah

hingga benih-benih asa

mulai tumbuh dalam sanubariku.

 

Kini nalarku dihantui keraguan,

bisakah aku menjadi seperti dia?

Mengabdi tanpa pamrih,

mengajar tanpa balas jasa.

 

Ah. . .

akan kucoba.

Semangat membara dalam hati,

tekad pun semakin kuat

‘tuk melangkah ke taman ilmu.

 

Walau harus berjalan kaki,

tergelincir oleh kerikil tajam,

menahan panasnya sang surya.

 

Teruntukmu sang lentera hati,

janganlah resah tuk mengabdi!

Teruslah kibarkan semangatmu!

Untukku, mereka, juga dunia.

 

NIRWANAKU

 

Kau adalah tempat yang teduh

di kala aku merasa sendu.

Pelukanmu begitu hangat

di saat aku terlarut dalam lara.

 

Ibu. . .

cinta dan kasihmu begitu besar.

Semenjak aku masih dalam kandunganmu

hingga saat ini aku beranjak dewasa,

engkau tetap di sini,

selalu ada buat aku.

 

Ibu,

kaulah lautan kasih

yang tak bertepi.

Nasehatmu, omelanmu

membuatku tahu

arti kehidupan yang sesungguhnya.

 

Terima kasih, Ibu

atas semua cinta dan perhatianmu.

Aku sangat mencintaimu.

 

SEJUTA SYAIR KECEWA

 

Dalam titik sepi

kulukiskan tentang gelisah jiwa.

Ada gurat-gurat tentang kekecewaan

yang semakin menghantui malam.

 

Di sini. . .

kututurkan tentang sejuta syair kecewa,

tentang bedanya impian dan realita,

tentang penyesalan yang selalu menikam jiwa.

 

Ketika aku bercumbu dengan malam,

tak terasa mata air, air mataku menghujan

mengalir dalam setiap relung jiwa.

 

Di kala malam ditemani hujan

yang tak kunjung usai,

hati pun tak henti tuk merangkai

tentang kecewa tanpa sesal,

tentang rasa perih tanpa luka.

 

Gendang telingaku terasa sakit

mendengar bisik-bisikan

dari mereka yang menitip asa di bahuku.

 

Ah. . .

dasar diriku

hanya memberi janji

yang mendatangkan sesal.

 

Sunyi malam

membuatku rapuh dan gelisah.

Mulutku seakan diam dan membisu

mengecap rasa pahit karena mimpi

hingga pena dan tintaku bercerita

tentang pahitnya realita hidupku.

 

PAHLAWAN PENDIDIKAN

 

Semangat berkobar dalam raga.

Walau badan terlihat letih

kau terus berjuang

membebaskan Indonesia

dari kebutaan ilmu.

 

Kau tak pernah lelah,

kau tak sekalipun mengharapkan imbalan

demi Indonesia sejahtera.

Kaulah Bapak Pendidikan Indonesia.

 

Engkau telah melahirkan taman ilmu

‘tuk mengajarkan budi pekerti luhur

dalam setiap diri anak bangsa

hingga Indonesia bebas dari kesengsaraan ilmu.

 

Saat ini semua anak bangsa tersenyum lebar

terhindar dari ruang kegelapan

karna sinarmu telah menyinari langkah mereka.

 

Kini. . .

Indonesia telah maju,

Indonesia berpendidikan,

Indonesia bebas dari penjajah.

 

Oh, sungguh mulia jasamu

Ki Hajar Dwantara.

Kuucapkan Selamat Hari Pendidikan!

Jasamu kan selalu dikenang dalam bingkai sejarah Indonesia.

 

 

*Astrivo Novesa Sulty adalah siswa kelas XII IPS SMA Negeri 2 Macang Pacar, Manggarai Barat. NTT. Astrivo sangat aktif menulis puisi dan cerpen dalam Komunitas SADANA Literasi SMA Negeri 2 Macang.

 

(red)


Post a Comment

0 Comments