(Foto: Kompas.com) |
Puisi
Zulkasim Achmad Abu Umairo*
Gulungan
ombak memecah di pinggir pantai
Bersahut-sahutan
ria saling berlomba ‘tuk menepi
menemani
perahu kecil si bocah nelayan Arubara
pulang
melaut menuju darat membawa berkah.
Terik
panas matahari terus menyengat kulit si bocah,
kapalan
telapak tangannya semakin kasar
‘tuk
mengais rupiah dari samudera luas
tak
peduli hadangan ombak sering menghantam.
Oh.
. .Rabb, sungguh nelangsa nasib si bocah
hidup
penuh kenastapaan sedari kecil.
Ayah
bundanya jauh merantau entah kemana
mencari
hidup agar tak dihina manusia durjana.
Air
mata dan tangisan jadi teman setia
merenung
meratapi nasib yang kian tak pasti
hanya
bergantung pada pundak yang telah rapuh
mungkin
tak lama lagi akan patah berkalang tanah.
Rasa
rindu, kasih sayang, cinta tulus dan pelukan hangat
hanyalah
impian semu dalam dunia khayalan
telah
lama terus mendendam tak pernah dirasakan
sampai
saat ini menjelang remaja mungkin hingga dewasa.
Semangat
menuntut ilmu tak pernah padam
meraih
bekal demi secercah harapan merubah nasib
bergantung
penuh haqqul yakin pada Sang Ilahi
meraih
berkah dan ridho-Nya demi kejayaan hakiki.
*Guru Madrasah Aliyah Negeri Ende
(red)
1 Comments
Terus berkarya tiada batas
ReplyDelete