Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

DUNIA PENDIDIKAN HARUS TERUS MENYESUAIKAN DIRI DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN

 

Foto : Suasana Wisuda Universitas Flores, Ende Tahun Ajaran 2021/2022 di Auditorium Universitas Flores, Rabu (8/6/2022).


Oleh : Sri Wahyuni, SP.,M.Si

(Dekan Fakultas Pertanian Universitas Flores)



CAKRAWALANTT.COM - Perubahan dan perkembangan di dunia industri, teknologi dan budaya semakin cepat, rumit dan tidak bisa diprediksi. Demikian pun dengan dunia pendidikan. Performa kurikulum dengan cepat melakukan penyesuaian dan berubah menuruti kebutuhan pasar, sehingga kita ditantang untuk segera melakukan perubahan, segera move on dari kenyamanan agar kita bisa terus mengikuti dan relevan dengan kebutuhan global.

 

Berdasarkan arahan presiden kepada Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yaitu setiap program kerja yang dihasilkan, prioritas utama luarannya adalah “SDM Unggul”, demikian halnya juga dengan program-program di perguruan tinggi dalam kaitannya dengan kegiatan Tri Dharma prioritasnya adalah SDM Unggul.

 

Dan dampak terbesar yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi untuk menghasilkan SDM Unggul adalah sebagai pencetak pemimpin-pemimpin masa depan kita (yaitu mahasiswa). Salah satu cara membentuk SDM Unggul adalah melalui pendidikan karakter yang termaktub dalam proses pembelajaran, pembinaan dan pencetakannya harus tergambar jelas dalam kurikulum yang dijalankan. Berbicara tentang kurikulum tentu kita berbicara tentang bagaimana peran dari unit pengelola, dosen pengampu mata kuliah dan mahasiswa.

 

Lantas bagaimana karakter mahasiswa itu dapat terbentuk dengan sempurna? Maka jangan berharap banyak bahwa karakter itu terbentuk di dalam kelas, melainkan kita harus ekstra dalam memberikan sentuhan, memfasilitasi, dan memberikan akses kepada mahasiswa untuk langsung berhadapan dengan masalah-masalah di dunia kerja, mendekatkan mereka dengan dunia industri, membekali mereka dengan dasar-dasar teknologi dan memfasilitasi mereka agar mereka dapat menghasilkan inovasi. Untuk itu, pertanyaan terbesar saat orang tua menitipkan anak-anak mereka kepada lembaga pendidikan kita, seperti nanti kalau lulus bisa apa? Kerja apa? Sesukses apa? Dan Karakternya bagaimana? Maka, seyogyanya semua kebijakan yang dibuat dalam kampus, baik itu kebijakan dosen, kebijakan anggaran, dan kebijakan regulasi harus difilter untuk mengetahui apa dampakya terhadap mahasiswa.

 

Ada kegelisahan yang kami rasakan terhadap munculnya fenomena sekarang dimana sesuatu yang sifatnya formal dan memberikan proksi dari suatu kualitas, tetapi saat ini justru dipertanyakan. Mengutip pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nadiem Anwar Makariem saat berpidato di hadapan para civitas akademika Universitas Indonesia, “Kita saat ini telah memasuki era dimana gelar tidak menjamin kompetensi, era dimana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya dan bekerja, era dimana status akreditasi tidak menjamin mutu, era di mana masuk kelas tidak menjamin belajar. Isu-isu tersebut harus segera kita sadari, harus kita akui, dan juga kita harus menyikapinya secara terbuka, bila tidak, maka kita tidak dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran di perguruan tinggi, sehingga ini merupakan tantangan bagi kita sebagai seorang dosen.

 

Interpretasi Kemendikbudristek terhadap pembentukan SDM unggul yang berkarakter adalah merdeka belajar dan guru atau dosen penggerak. Kemerdekaan belajar merupakan kemerdekaan yang terjadi di setiap jenjang unit dalam mengembangkan pembelajarannya sesuai karakter yang dimiliki. Karena pemerintah telah memberikan kepercayaan, kebebasan dan otonomi, kepada institusi pendidikannya, maka seharusnya birokrasi ini juga dapat diadopsi, mulai dari tingkat Universitas, Fakultas, Program Studi, dan terakhir para dosen untuk diberikan kemerdekaan dari birokrasi kelembagaan perguruan tinggi dan yang terpenting adalah mahasiswa diberikan kemerdekaan dalam belajar sesuai dengan keinginan, kebutuhan, dan ketertarikan. 

 

Sebagai unit pengelola Program Studi atau Fakultas sekaligus sebagai dosen, perubahan ini sangat tidak nyaman. Namun, jika kita tetap menginginkan bahwa program studi kita semakin relevan dan memberikan dampak positif terhadap mahasiswa pada saat mereka lulus, maka kita harus melakukan perubahan, sehingga ada korelasi dan relevansi antara Program Studi dengan bidang pekerjaan mahasiswa. Kita juga harus sadari bahwa pendidikan sarjana hanya merupakan starting point, sehingga sepantasnyalah mahasiswa belajar banyak hal, baik dari dalam maupun luar kampus. Inilah yang disebut dengan merdeka belajar.

 

Paradigma dimana dosen menggurui, dosen berceramah, dosen memiliki informasi dan memberikannya kepada mahasiswa, saat ini telah berubah menjadi dosen menfasilitasi pembelajaran mahasiswa secara independen. Secara umum, ciri-ciri dosen penggerak adalah sebagai berikut: (1) bangga terhadap kapabilitas mahasiswa yang melampaui kapabilitasnya, bukannya merasa terancam; (2) lebih banyak menggali informasi dari mahasiswa, mengembangkan, dan mengemasnya menjadi materi diskusi menarik serta dikaitkan dengan materi perkuliahan, daripada melakukan ceramah mengenai ilmunya; (3) mencari ilmu baru secara otomatis dan mencari orang-orang lain yang tepat untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dalam kelasnya; 4) akan merekam ceramahnya atau materinya untuk dibagikan kepada mahasiswa dan di dalam kelas, hanya melakukan sesi diskusi atau debat, dan kerja dalam kelompok; (5) akan mengerjakan berbagai macam proyek di luar kampus tapi melibatkan mahasiswanya agar mereka mendapatkan pengalaman nyata; serta (6) tidak mengujikan hasil hafalan teori kepada mahasiswa dalam bentuk apapun melainkan memberikan ujian berbasis masalah secara kreatif. Interpretasi dosen penggerak tersebut tentu tidaklah mudah untuk dijalankan, tetapi kita wajib untuk mencoba dan memulai.

 

Lebih lanjut, mediator budaya adalah gambaran sosok yang sangat sakral, dimana untuk menjadi seorang mediator budaya diperlukan kemampuan khusus agar IPTEK yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan dan dunia industri dapat tersampaikan dan bermanfaat bagi masyarakat. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang dijalankan dalam masyarakat dan mengandung nilai-nilai imiah dapat dikaji oleh lembaga pendidikan untuk menghasilkan inovasi tepat guna.

 

Penguasan teknologi informasi, ilmu dasar sesuai kompetensi yang nantinya dapat dikolaborasikan dengan ilmu-ilmu lain, kemampuan memetakan diri dan melihat potensi wilayah yang dapat dikembangkan, kemampuan membentuk komuitas dan jejaring kemitraan, menguasai skill fasilitasi, kepemimpinan dan penguasaan media publikasi adalah hal-hal penting yang harus dikuasai. Hard skill dan soft skill tersebut yang kemudian dipadukan dengan kemampuan akademik harus dimiliki oleh seorang sarjana lulusan Universitas Flores agar mampu menyandang peran sebagai mediator budaya.

 

Fakultas Pertanian Universitas Flores sadar akan kebutuhan tersebut, dimana hard skill dan soft skill tidak mungkin didapatkan di dalam kelas dengan metode pembelajaran konvensional, sehingga pada tahun 2019, kami membentuk sebuah kelas kreatif bernama Uma Rema Class yang menjadi wadah uji coba kami dalam pembentukan dan pengembangan karater mahasiswa di luar kemampuan akademiknya. Dengan mengusung metode pembelajaran orang dewasa, maka secara personal, mereka diberikan kemampuan sebagai seorang active citizen dengan berbagai keterampilan, seperti fasilitasi, membentuk jejaring, fotografi, dasar jurnalistik, content creator, desain grafis dan public speaking.

 

Lantas pertanyaannya, apakah mereka mahir dengan hal-hal tersebut? Jawabannya adalah tidak, tetapi mereka mampu berkembang sesuai dengan skill yang mereka dapatkan sebagai bekal untuk mengeksplorasinya dalam bidang pertanian. Berbekal kemampuan tersebut, mereka diajak untuk bergiat dalam proyek pengabdian dan riset dosen bersama petani di kebun dan memberikan kepercayaan kepada mereka untuk membuat program, menyelesaikan permasalah secara kreatif dengan menciptakan beberapa alternatif solusi, memberikan ruang kepada mereka untuk menjadi fasilitator dalam setiap kegiatan pengabdian dosen serta memfasilitasi mereka untuk berkolaborasi dengan para mitra. 

 

Melalui bekal tersebut, maka pada tahun 2021, Uma Rema Class mendapatkan pendanaan Program Holistik Pengembangan dan Pembinaan Desa dan Tahun 2022 melalui pendanaan Hibah Program Pengembangan Kapasitas Organisasi Mahasiswa. Selain itu, Uma Rema Class juga dipercayakan untuk turut andil dalam mengawal program beberapa mitra, seperti peningkatan kualitas biji kakao premium untuk kebutuhan ekspor bersama Koperasi Kopan Sikap di Kecamatan Nangapenda, pengembangan wisata kopi di Desa Wologai Tengah dan penerapan light trap untuk menekan penggunaan pestisida sebagai bentuk dukungan terhadap Program Ekowisata di Desa Detusoko Barat. Sayangnya, dalam bergiat, mereka masih terkendala perizinan perkuliahan dengan dosen lainnya, sehingga ruang gerak mereka sangat terbatas.

 

Dengan berlakunya kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, maka aktivitas mahasiswa di luar kampus dapat diakomodir dalam kurikulum dan mendapatkan penghargaan nilai sesuai capaian pembelajarannya. Perpaduan aktivitas di luar kampus yang telah mendapatkan pengakuan masyarakat dengan kemampuan akademik yang memadai menjadikan mahasiswa sebagai lulusan yang pantas menyandang gelar “Mediator Budaya”. (red)


*Tulisan ini merupakan Orasi Ilmiah yang dibawakan oleh Sri Wahyuni, SP.,M.Si saat Acara Wisuda Universitas Flores, Ende Tahun Ajaran 2021/2022, Rabu (8/6/2022).




Post a Comment

0 Comments