Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim. |
Jakarta, CAKRAWALANTT.COM - Menanggapi
pernyataan Perdana Menteri Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri Yaakob pada
lawatannya ke Indonesia, terkait memperkuat bahasa Melayu sebagai bahasa
perantara antara kedua kepala negara, serta sebagai bahasa resmi ASEAN,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbduristek)
sebagai lembaga pemerintah yang menjalankan amanat undang-undang untuk
mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia, serta
meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, menyatakan
bahwa hal tersebut perlu kajian dan pembahasan lebih lanjut.
Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar
Makarim dalam keterangan tertulisnya menyampaikan, “Saya sebagai
Mendikbudristek, tentu menolak usulan tersebut. Namun, karena ada keinginan
negara sahabat kita mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, tentu
keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional.
Saya imbau seluruh masyarakat bahu membahu dengan pemerintah untuk terus
berdayakan dan bela bahasa Indonesia.”
Posisi
Menteri Nadiem tersebut bukan tanpa penjelasan menyeluruh. Menurutnya, Bahasa
Indonesia lebih layak untuk dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan
historis, hukum, dan linguistik. Di tingkat internasional, jelas Nadiem, Bahasa
Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara dan persebarannya
telah mencakup 47 negara di seluruh dunia.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah diselenggarakan oleh 428
lembaga, baik yang difasilitasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kemendikbudristek, maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh pegiat BIPA,
pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia.
Selain itu,
Bahasa Indonesia juga diajarkan sebagai mata kuliah di sejumlah kampus kelas
dunia di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia, serta di beberapa perguruan
tinggi terkemuka di Asia.
“Dengan
semua keunggulan yang dimiliki Bahasa Indonesia dari aspek historis, hukum, dan
linguistik, serta bagaimana bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang diakui
secara internasional, sudah selayaknya Bahasa Indonesia duduk di posisi
terdepan, dan jika memungkinkan menjadi bahasa pengantar untuk
pertemuan-pertemuan resmi ASEAN,” tutup Nadiem.
Dalam
perjalanannya, peran Bahasa Indonesia diperkuat dengan Undang-undang dan
peraturan-peraturan hukum. Pasca kemerdekaan Indonesia, disebutkan dalam Pasal
36 Undang-undang Dasar Republik Indonesia bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia.
Status dan
fungsi Bahasa Indonesia ditegaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan, yang kemudian diperjelas dengan lebih terperinci dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan
Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia, Peraturan Presiden
Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, serta Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan
Nasional Kebahasaan dan Kesastraan. (kemendikbudristek.go.id/MDj/red)
0 Comments