Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

PODCAST : SOLUSI TEPAT PESERTA DIDIK BERBICARA



Oleh : Apolinarius Dari Saka, S.Pd.

(Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri Kangae)



CAKRAWALANTT.COM - Berbicara adalah hal yang lumrah dilakukan oleh setiap manusia di seluruh penjuru dunia sebagai alat komunikasi. Proses komunikasi yang terjadi di sekolah sering dilakukan hanya secara satu arah dan berpusat pada guru (teacher centered). Proses komunikasi satu arah tersebut terjadi secara berulang di sekolah-sekolah yang belum meng-update sistem pendidikan yang terbarukan. Akibatnya, peserta didik kerap mengalami kesulitan atau tidak berani untuk berbicara di depan publik. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, seperti tekanan audiens, tidak percaya diri, malu, gugup dan tentu saja materi yang dirasa berat untuk dipresentasikan.

 

Tekanan dalam lingkungan sekitar menjadi salah satu faktor yang menghambat proses komunikasi antar pribadi yang baik dari peserta didik. William Schuts (1958) menyatakan bahwa peserta didik memiliki beberapa kebutuhan antar pribadi, yakni inklusif, kontrol, dan afeksi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat diterjemahkan secara sederhana sebagai pijakan untuk membuat suatu komunikasi yang menyenangkan serta memenuhi kebutuhan penguasaan dan pemuasan emosi dalam komunikasi.

 

Dalam rutinitas keseharian, peserta didik di SMA Negeri Kangae mengalami berbagai macam kendala dalam berkomunikasi ketika dihadapkan pada tugas-tugas presentasi ataupun pidato di depan kelas. Hal tersebut tentunya menimbulkan pertanyaan mendasar terkait faktor penyebab kendala pada peserta didik tersebut. Setelah ditelusuri, penulis menemukan bahwa peserta didik sering mengalami kesulitan berbicara di depan publik karena rendahnya kepercayaan diri, kesulitan dalam memahami materi, ketidakmampuan dalam menghadapi tekanan audiens, hingga lingkungan dan fasilitas yang kurang mendukung.

 

Berangkat dari kenyataan tersebut, maka wadah Bimbingan dan Konseling (BK) di lingkungan sekolah memiliki peran penting dalam menunjang proses dan pola komunikasi peserta didik, terutama terkait upaya peningkatan keterampilan berbicara dan pengaturan emosi di depan publik. Meskipun eksistensi BK pada umumnya sering dipandang sebagai “Polisi Sekolah” dan dikorelasikan dengan hukuman atau aturan, penulis tetap mencoba untuk mengubah pandangan tersebut menjadi lebih positif, yakni sebagai wadah peningkatan karakter dan kepribadian peserta didik. BK harus mampu meningkatkan intensitas komunikasi antar pribadi peserta didik, terkhususnya pada aspek kepercayaan diri dan kemampuan bersosialisasi.  

 

Peranan guru BK tentunya menjadi penting dalam konteks ini. Berbagai upaya yang dikerahkan untuk menunjang tujuan di atas harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Setiap generasi dalam pendidikan perlu meregenerasi ilmu agar bisa menyelesaikan setiap persoalan pendidikan dengan menggunakan metode yang tepat, terutama dalam proses pembelajaran. Tidak jarang, kesulitan peserta didik dalam mengembangkan potensi diri bisa (juga) disebabkan oleh metode mengajar guru selaku tenaga pendidik yang konvensional, kaku, dan terkesan monoton. Akibatnya, peserta didik cenderung bosan dan malas di setiap Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM) atau aktivitas pendidikan lainnya.

 

 Di SMA Negeri Kangae, penulis melihat bahwa para peserta didik memiliki tipikal yang aktif di setiap kegiatan ekstrakurikuler. Namun, di sisi lain, maraknya penggunaan gadget di kalangan peserta didik juga sering menghambat perkembangan potensi diri akibat tingginya penggunaan media sosial dan fitur-fitur android lainnya. Hal itu menjadi dampak langsung dari perkembangan era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 yang mengutamakan peran teknologi di setiap lini kehidupan. Untuk itu, penulis berusaha mengembangkan inovasi yang mampu mengolaborasikan keaktifan peserta didik dan penggunaan gadget untuk mengembangkan potensi diri, terutama teknik komunikasi di depan publik.  

 

Dewasa ini, kaum milenial, termasuk para peserta didik lebih menyukai tren aplikasi media sosial yang sedang berkembang, seperti Youtube, Tik-Tok, Instagram, dan Spotify. Melalui aplikasi media sosial tersebut, peserta didik bisa mengekspresikan dirinya, baik dalam hal bakat, minat, atau sekadar hiburan semata. Salah satu media konten hiburan yang juga sering digunakan dalam aplikasi media sosial tersebut adalah Podcast. Podcast merupakan salah satu bentuk komunikasi yang kerap mengangkat topik pembicaraan yang menarik antara dua individu atau lebih dan kemudian direkam dalam bentuk audio maupun audio-visual melalui media internet.   

 

Proses pembuatan podcast yang menarik tentunya membutuhkan berbagai persiapan, seperti ketersediaan kamera, microphone, jaringan internet, narasumber dan pewawancara, editor, ruangan yang memadai, hingga topik atau bahan pembicaraan yang menarik pula. Namun, bila dikaitkan dengan kondisi SMA Negeri Kangae, semua persiapan tersebut tentunya masih jauh dari kata sempurna, terutama fasilitas ruangan yang belum memadai. Maka dari itu, penulis berusaha merancang podcast yang mampu mengasah kreativitas dan inovasi, seperti memanfaatkan alam sebagai latar tempat, menggunakan kamera dan audio Smartphone, serta bekerja sama dengan para guru dan peserta didik dalam mengedit dan menyusun topik atau naskah wawancara.

 

Secara umum, langkah-langkah dalam melakukan podcast terdiri atas tiga tahap, yakni tahap persiapan, inti, dan akhir. Pada tahap persiapan, guru BK akan menyiapkan perangkat untuk podcast berupa lokasi podcast, yakni di bawah pohon yang sudah didekorasi secara menarik, 4 perangkat Smartphone dari guru sebagai kamera dan audio, 2 perangkat headset, 1 perangkat laptop, dan bangku. Selanjutnya, disiapkan tema podcast yang menarik perhatian peserta didik, yakni “Jatuh cinta” sekaligus pertanyaannya.

 

Tahap berikutnya adalah tahapan inti. Pada tahap ini, guru BK berperan sebagai pembawa acara (host) dan peserta didik sebagai narasumber. Lalu, beberapa pertanyaan akan mulai didiskusikan, seperti pernakah kamu jatuh cinta? Apa bentuk perasaan yang timbul? Bagaimana kamu mendefenisikan jatuh cinta? Apakah jatuh cinta hanya sebatas dengan lawan jenis? Pernahkah kamu jatuh cinta pada ilmu?

 

Tahap terakhir adalah tahap penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan di tahap inti. Pada tahap ini, pembawa acara akan memberikan kesimpulan berupa motivasi dan harpan-harapan untuk peserta didik melalui tema “Jatuh Cinta”. Guru kemudian mengevaluasi pembahasan sesuai tema, sehingga peserta didik juga dapat jatuh cinta pada ilmu.

 

Dari populasi 16 orang peserta didik kelas XI SMA Negeri Kangae, penulis mengambil sampel sebanyak 4 orang yang mengalami kesulitan berbicara paling tinggi. Mereka kemudian diberikan perlakuan sebanyak 8 kali melalui pertemuan-pertemuan podcast dengan tema remaja. Setelah dilaksanakan program podcast secara rutin, para peserta didik tersebut mengalami peningkatan kemampuan berbicara.  

 

Untuk itu, penulis memberikan kesimpulan bahwa podcast merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik. Podcast menjadi metode yang menarik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Pencapain yang maksimal dapat berjalan dengan baik ketika semua komponen sekolah mampu untuk saling mendukung. Semua warga sekolah, mulai dari Kepala sekolah, Guru Mata Pelajaran, Guru BK, dan tentu saja peserta didik harus berupaya mengembangkan diri secara maksimal dengan saling mendukung agar mampu memajukan sekolah. Pokok utama dari semua ini hanyalah niat dan aksi. Adanya kemauan, maka ada jalan yang mendukung. (red)


Post a Comment

0 Comments