Oleh : Fipson
Erianus Lahal, S.Pd. Gr.
CAKRAWALANTT.COM - Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia
masih ditetapkan sebagai salah satu pelajaran wajib di sekolah pada semua jenjang
dimulai dari taman kanak-kanak (kindergarten),
Sekolah Dasar (Elementary School), Sekolah
Menengah Pertama (Junior High School),
Sekolah Menengah Atas (Senior High School)
maupun pada jenjang Perguruan Tinggi (College/University).
Pendidikan Bahasa Inggris juga berlaku pada SMP
Negeri Satu Atap (Satap) Tamburi, Rindi, Kabupaten Sumba Timur. Semua
ketentuan, syarat dan perangkat pembelajaran telah termuat di dalam kurikulum
pendidikan. Pentingnya pendidikan Bahasa Inggris adalah prioritas utama yang
harus diperhatikan oleh semua guru sebagai tenaga pendidik.
Untuk itu, dalam menunjang proses pembelajaran
Bahasa Inggris yang efektif, dibutuhkan model pembelajaran yang menarik dan
sederhana guna membangkitkan minat dan semangat belajar para peserta didik.
Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan di
dalam proses Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM) adalah model bermain peran (the role playing model). Model yang
dipelopori oleh George Shaftel tersebut merupakan model pembelajaran yang
bertujuan untuk membantu peserta didik dalam menemukan makna diri (jati diri)
di dunia sosial guna memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.
Artinya, melalui model pembelajaran bermain peran,
peserta didik bisa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya
peran-peran yang berbeda, dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang
lain. Dengan demikian, proses bermain peran ini dapat memberikan contoh yang
baik tentang kehidupan dan perilaku manusia yang pastinya berguna sebagai
sarana belajar.
Dikutip dari Sahabat Guru, Mansur (dalam Sagala 2011
:2013) mengemukakan bahwa model bermain peran (role playing) adalah model mengajar yang dalam pelaksanaannya mampu
mendorong peserta didik untuk mendapat tugas dari guru dan mendramatisasikan
suatu situasi sosial yang mengandung suatu problema. Hal itu bertujuan agar
peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dalam sebuah situasi sosial.
Dalam penerapan terdapat begitu banyak langkah yang
harus dibuat oleh seorang guru untuk melaksanakan model pembelajaran ini,
seperti mempersiapkan silabus, menyampaikan apersepsi materi pelajaran,
menyampaikan materi pelajaran, membentuk kelompok bermain peran, bermain peran,
mengisi lembar observasi (lembar pengamatan) dan mengadakan evaluasi dan
penilaian (https://wawasan pengajaran.blogspot.com).
Secara umum, penerapan model pembelajaran bemain
peran (role playing model) memiliki
beberapa langkah konkrit yang harus dilakukan oleh para guru. Pertama, guru
menyiapkan materi pelajaran Bahasa Inggris yang diambil dari bahan ajar yang
telah disesuaikan dengan kompetensi dasar tertentu, serta kemudian menyusun
skenario yang akan dimainkan oleh peserta didik.
Kedua, guru menetapkan kelompok peserta didik dan
membagikan skenario, serta menetapkan peran masing-masing peserta didik.
Skenario tersebut dibagikan dengan tujuan untuk dipelajari dan dilatih secara
berulang-ulang kali (drill), sehingga
dikuasai oleh peserta didik dengan baik dalam batasan waktu yang telah
disepakati.
Pemain peran dibatasi minimal dua orang peserta
didik saja atau maksimal empat orang peserta didik untuk memudahkan
pengontrolan, perbaikan pelafalan, intonasi dan ekspresi dan penilaian secara
langsung oleh pengajar pada saat pementasan. Dalam hal ini, guru berperan
sebagai motivator.
Ketiga, sebelum peserta didik melakonkan tokoh-tokoh
sesuai dengan skenario yang telah dibagikan dan dipelajari, guru akan
menyampaikan penjelasan singkat tentang kompetensi yang ingin dicapai.
Masing-masing video role play yang
dibuat oleh peserta didik harus mampu mencakup semua kompetensi dasar, tujuan
pembelajaran dan semua perangkat pembelajaran.
Keempat, setiap kelompok mendapatkan giliran pementasan
yang dividiokan menurut urutan yang telah disepakati. Untuk menjamin hasil yang
lebih baik, setiap kelompok akan diasingkan sesuai kostum dan setting yang
telah dipilih.
Kelima, evaluasi bisa dilakukan oleh guru melalui
observasi dan juga bisa dilakukan bersama peserta didik. Peserta didik juga
dapat menilai dan berkomentar tentang dirinya sendiri, sehingga secara tidak
langsung self assesment peserta didik yang jujur bisa terlaksana.
Pada akhir penerapan model bermain peran, peserta
didik harus mendokumentasikan semua kegiatan tersebut di dalam Video Role Play (VRP). Dokumentasi role playing dalam bentuk video (VRP)
bisa dilakukan di luar kelas dalam kostum yang disesuaikan dengan cerita untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
Sepanjang pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa
asing di sekolah yang telah penulis lalui, bermain peran (role playing) merupakan salah satu metode yang sudah lama dikenal.
Namun, model tersebut telah dikemas di dalam teks dan kostum, sehingga metode
pengambilan VRP dapat memberikan manfaat yang lebih besar.
Bagi peserta didik, VRP akan memberikan masukan dan
koreksi kritis bagi performa dan penampilan peserta didik menyangkut artikulasi
dan penggunaan tata bahasa (grammar).
Sedangkan, bagi guru sebagai tenaga pendidik, VRP akan memberikan masukan bagi
perbaikan dan peningkatan yang lebih diharapkan lagi.
Di akhir kata, semua pemangku kebijakan di
lingkungan pendidikan sekolah harus mampu memenuhi kebutuhan yang diusulkan
oleh tenaga pendidik dan peserta didik. Hal tersebut berguna untuk memperbaiki
dan meningkatkan fasilitas penunjang pembelajaran melalui penggunaan VRP di
semua tahap penerapan model pembelajaran bermain peran. (MDj/red)
0 Comments