Oleh : Maria Teresia Bebhe Ruma, CS.Ag
(Guru SDN Wangatoa Lembata)
CAKRAWALANTT.COM - Dalam pelayanan
sabda, pelajaran agama memiliki hubungan yang erat dengan katakese. Hubungan
keduanya perlu memperoleh perhatian istimewa, terutama di lingkungan
pendidikan, semisal sekolah. Kegiatan katakese sebenarnya merupakan pelengkap
dari pendidikan agama, meskipun secara mutlak harus dibedakan.
Pelajaran agama
memiliki kekhasan tersendiri karena mampu menghadirkan Injil dalam sebuah
proses personal dari asimilasi kultural, sistematis, dan kritis. Dalam
pelajaran tersebut, para peserta didik dituntun untuk tetap menjaga hubungan
antar ilmu pengetahuan. Injil dalam praktiknya bertujuan untuk menyuburkan
mentalits peserta didik dalam bidang pelajaran agama sekaligus menyelaraskan
budaya dalam terang iman.
Kedudukan pelajaran
agama tentunya harus harus bisa menyampaikan pesan dan peristiwa Kristiani
dengan kesungguhan dan kedalaman yang sama terkait apa yang disajikan oleh
displin-disiplin lain. Hal tersebut tentunya bisa menjadi wadah dialog
interdisipliner guna membentuk kepribadian peserta didik.
Dengan cara
tersebut, penyajian pesan-pesan Kristiani bisa mempengaruhi cara memahami
peserta didik tentang asal mula dunia, pengertian sejarah, dasar nilai-nilai
etis, fungsi agama dalam budaya, tujuan manusia dan hubungannya dengan alam.
Melalui dialog interdisipliner, pelajaran agama di sekolah mampu mendasari,
menggerakan, mengembangkan dan menyempurnakan kegiatan pendidikan di lingkungan
sekolah.
Konteks Sekolah dan Pelajaran Agama
Pelajaran agama
dikembangkan dalam konteks sekolah yang berbeda-beda dengan tetap
mempertahankan sifatnya yang khas, serta memperoleh penekanan-penekanan yang
berbeda. Hal ini bergantung pada situasi legal dan organisatoris, teori-teori
pendidikan, pandangan pribadi masing-masing guru, serta hubungan antara
pelajaran agama di sekolah dengan katekese keluarga atau paroki.
Tidaklah mungkin
mereduksi berbagai bentuk pelajaran agama di sekolah-sekolah yang telah
dikembangkan sesuai dengan persetujuan antara negara dengan Majelis Uskup.
Namun demikian, perlu diupayakan agar pelajaran agama di sekolah-sekolah dibuat
sedemikian rupa sehingga menanggapi tujuan dan sifatnya yang khas.
Para peserta
didik berhak mempelajari dengan benar dan pasti tentang agama yang dipeluknya.
Hak untuk mengenal Kristus dan pesan penyelamatan yang dimaklumkan-Nya tidak
boleh diabaikan. Sifat pengakuan dari pelajaran agama di sekolah-sekolah yang
diberikan oleh Gereja di berbagai negara merupakan jaminan yang tidak dapat
dilepaskan untuk dipersembahkan kepada keluarga-keluarga dan para peserta didik
yang memilih pendidikan tersebut.
Bagi sekolah
Katolik, pelajaran agama merupakan bagian atau bentuk lain dari pelayanan sabda
(katekese, homili, perayaan-perayaan liturgis, dan sebagainya). Pelajaran agama
tidak dapat dipisahkan dari fungsi pedagogis dan dasar eksistensinya. Dalam
konteks sekolah negeri atau swasta, dimana wewenang sipil atau situasi lain memaksakan
pelajaran agama umum, baik bagi peserta didik Katolik maupun non Katolik,
hendaklah pelajaran agama bersifat ekumenis dan memiliki kesadaran antar agama
yang lebih besar.
Dalam situasi
lain, pelajaran agama lebih bersifat kultural dan mengajarkan pengetahuan
tentang agama-agama, termasuk agama Katolik. Dalam hal ini, pelajaran agama
mampu mempertahankan dimensi yang sejati dari “persiapan Injil”. Hidup dan iman
para peserta didik yang menerima pelajaran agama di sekolah ditandai oleh
perubahan yang terus menerus.
Pelajaran agama
harus memperhitungkan fakta-fakta untuk dapat mencapai tujuannya sekaligus
memahami dengan lebih baik pesan Kristiani dalam hubungannya dengan
keprihatinan-keprihatinan besar terkait agama dan kemanusiaan. Selain itu, pelajaran
agama juga harus mendalami berbagai pandangan tentang hidup yang nyata dalam
budaya dan pada persoalan-persoalan moral yang lebih besar di luar lingkungan
pendidikan.
Peserta didik
yang sedang mencari dalam keraguannya dapat juga menemukan dalam pelajaran
agama kemungkinan tentang arti iman yang tepat kepada Yesus Kristus, apa
tanggapan Gereja terhadap pertanyaan-pertanyaan yang mereka buat, dan
memberikan mereka kesempatan untuk menguji pilihan mereka sendiri secara lebih
dalam. Di sini, pelajaran agama bersifat pewartaan misoner Injil dan ditujukan
untuk sampai pada keputusan iman, dimana katekese akan menyuburkan dan
mendewasakan.
Katekese dan Pendalaman Iman
Pendidikan
Kristen dalam keluarga, katekese dan pelajaran agama di sekolah-sekolah berhubungan
erat dengan pelayanan pendidikan Kristiani bagi anak-anak, orang dewasa, dan
kaum muda. Akan tetapi dalam praksisnya, harus diperhitungkan faktor-faktor
yang berbeda-beda agar dapat maju secara realistis dan dengan kebijaksanaan
pastoral bisa menerapkan petunjuk-petunjuk umum.
Adalah
kebijaksanaan setiap keuskupan atau daerah pastoral untuk membeda-bedakan
situasi yang dapat muncul sehubungan dengan ada atau tidaknya inisiasi Kristen
bagi anak-anak dalam konteks keluarga. Selain itu, sehubungan dengan
kewajiban-kewajiban mendidik yang secara tradisional dijalankan oleh Paroki,
sekolah dan sebagainya, Gereja Partikular dan Majelis Para Uskup hendaknya
menyusun petunjuk-petunjuk umum untuk berbagai situasi dan memajukan kegiatan
yang berbeda-beda tetapi saling melengkapi.
(red)
0 Comments