Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

SESAJAK SENJA 12 DESEMBER 1992


 


(Kumpulan Puisi Karya Nobertus Dalu Luron*)


SESAJAK SENJA 12 DESEMBER 1992

 

Pantaskah sumur tua menjadi pusara?

Aku tak tahu!

Kamu pun tidak

hanya serpihan senja 

yang tahu suatu negeri pelosok

pada lembaran kertas putih

sebab hatiku masih rapuh 

tertusuk duri mawar merah.

 

Kadang waktu berpijar

seakan langkah mengingkar

suatu farak fajar

seribu nafas terjajar

selangkah menuju ruang

sembilan dua jadi angka

dua belas jadi duka 

pada hati setiap yang terluka.

 

Bocah telah menangis

suara gema menghempas

telah hilang seberkas

pada bayu sekilas

insanku telah pergi

semuanya jadi sunyi

mentari jadi saksi 

dalam tragedi gempa Tsunami. 

 

Kini kembali kuingat,

sebab engkaulah jadi saksi kepergian insanku.

 

Maafkan aku, kampung halamanku.

Ku tak datang padamu

menyeremonial sebagai insanku

yang rapuh waktu itu

sebab antara ruang dan waktu

memisahkan antara aku dan kamu.

Tapi ku tak berbisu

dalam hasrat hidupku

selalu berdoa untukmu

jagalah imanku

sebab kaulah pujaanku.


Turubean 

1 Oktober 2021.


PERJALANAN CINTA

 

Senja yang mulai beringsut,

tenggelam di matamu yang sayup,

melukis aksara dengan segala jingganya.

Indah, meski harus menepi….

 

Di tempat yang sunyi,

aku menulis sebuah puisi,

tentang kita yang sedang berjuang,

tentang hidup yang tidak bisa ditebak.

Semuanya kutuangkan pada selembar kertas putih dengan coretan pena.

 

Di kelopak matamu ada puisi.

Begitu dalam, aku takut

meluluhlantakkan puisi

yang mendiami kelopak matamu selama ini.

Sebab arti dari semua pandangan matamu, 

bisa menghapus buih-buih kesedihan

yang bergantung di mataku.

 

Puan, jika suatu saat nanti

puisiku bisa menyaingi puisi di kelopak matamu

 izinkan aku mengabadikannya

 dalam satu halaman buku.

 Menempatkan pada inti

 dari semua antologi puisiku.

 

Reruntuhan rindu jatuh

dipungut waktu,

Kata demi kata kutulis rapi

dalam rahim puisi.

Imajinasi meledak di kepala

Aku tidak rela

Rindu dipungut waktu.

 

Lalu, aku mencoba untuk mengembalikannya, 

mengubur dalam-dalam

agar rindu tidak tercecar kemana-mana.

Sebab bila hujan datang

rindu akan mengalir pada hati yang salah.

 

2 Oktober 2021


YANG TERLUPAKAN

 

Man....

Jangan pernah mengajariku.

Bagaimana caranya melupakan 

Ku pastikan, aku tak sanggup melakukannya.

 

Man....

Yang kutahu, aku hanya mampu merawat ingatan. 

Dan meletakkannya segala tentangmu.

Dalam memori paling lekat.

 

Man....

Jangan pernah berkata pergi,

biarkan suara-suara itu dimaknai sebagai perhatian untukmu.

 

Man....

Mungkinkah?

Waktu menjadi milik kita,

untuk saling beradu tatap,

bergenggaman tangan, atau renyah gelak tawa saat.

Lidah kita berapi.

Mengisi kekosongan itu kelak?

 

Man....

Aku takut pada waktu. 

Aku tidak berjanji,

aku mengingatnya,

dan rindu yang ada padamu,

takkan kubiarkan membatu.

 

Man....

Tetaplah menjadi sosokmu yang dulu. 

Agar kau selalu kuanggap indah.

Karena demi apa pun, kamu melebihi apa pun.

 

2 Oktober 2021.


KISAH KASIH CINTA

 

Natalia....

Aku akan mendengarkanmu.

Segala keluh kesahmu.

Aku cukup tahu kuat dan rapuhmu.

Sesekali berpalinglah ke arahku

Bersandarlah padaku.

Libatkan aku di setiap rasamu.

Kesulitan dan sedihmu

Senyum dan tawamu.

 

Natalia....

Aku akan ada di detik berikutnya.

Setelah engkau memanggilku.

 

Natalia.....

Aku sungguh tahu dirimu.

"Jika engkau tak berhenti bermain tangguh"

 

Natalia….

Tapi tak ada salahnya,

Sesekali datang padaku.

Katakan lelahmu.

Ataukah sekadar rasa bosanmu oleh peran ganda.

Yang sama di sepanjang perjalanan


Natalia....

Tak perlu tersenyum untuk terlihat.

Baik-baik saja.

Karena sesekali aku juga ingin melihatmu.

Sebenar-benarnya dirimu.

Sebagai pemeran tunggal untuk satu peran.

Hanya engkau.

Kamu.

Dan dirimu sendiri.

Ah!

Kamu,

Natalia....

 

2 Oktober 2021.


12 DESEMBER DALAM LAMUNAN

 

Malam mulai larut

sang bayu bersilir lembut.

Ada embun tertinggal di dedaunan

nyanyian jangrik merangkai nada di malam nan syahdu.

Bulan tak bergerak di langit kelam nan renta

terpampang mendung tebal melintang manja di langit.

Suasana amat lengang.

Tiba-tiba ada segores rindu yang menyelimuti sepi, 

menggerogoti hati yang hampa

mengingat hilangnya nuansa kasih dalam lembah diam yang merana.

Aku menyepi di sudut kamar pribadiku.

Sementara langit semakin mendung di antara sepi

tatapanku terus menembus kelamnya malam.

Ingatanku mulai berlayar jauh menembus ruang dan waktu

hingga terdampar pada suatu kenangan masa silam.

Kenangan duka pada 12 Desember 1992.

 

Turubean

Oktober 2021.  


*Penulis adalah Mahasiswa Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka, Flores Timur.   


(Penerbitan puisi ini merupakan hasil kerja sama antara Kantor Bahasa Provinsi NTT dan Media Pendidikan Cakrawala NTT)


                     


Post a Comment

0 Comments