Jakarta, CAKRAWALANTT.COM - Tingkat
literasi masyarakat Indonesia yang masih rendah tidak hanya dipicu oleh
kurangnya minat membaca anggota masyarakatnya,
tetapi juga dipengaruhi oleh akses masyarakat itu sendiri terhadap buku atau bahan ajar. Hal itu
diutarakan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI), Prof.
E. Aminudin Aziz, M.A.,Ph.D, pada kegiatan Riung Media, Kamis (23/9/2021). Menurutnya,
berdasarkan analisis Badan Bahasa, keterbatasan akses bahan ajar dan waktu
untuk membaca menjadi dua
hal yang menyebabkan rendahnya literasi.
“Jadi
rendahnya literasi masyarakat bukan karena minat membaca masyarakat yang
rendah. Kami melakukan analisis dan ditemukan bahwa keterbatasan akses
masyarakat terhadap buku atau bahan ajar ditambah keterbatasan waktu untuk
membaca menjadi dua hal yang menyebabkan rendahnya literasi,” ungkapnya.
Ia
juga menjelaskan bahwa Badan Bahasa terus berupaya untuk meningkatkan akses
masyarakat terhadap bahan ajar dengan menyiapkan bahan ajar sebanyak mungkin. Dalam
setahun terakhir, ujarnya, Badan Bahasa telah menerjemahkan 1.375 buku
berbahasa asing dan 250 buku berbahasa
daerah ke dalam Bahasa Indonesia. Hal tersebut, imbuhnya, sesuai dengan target
4 tahun mendatang, dimana jumlah buku terjemahan, baik dari bahasa asing maupun
bahasa daerah bisa mencapai
lebih dari 5.000 judul buku. Di samping itu, sambungnya, Badan Bahasa juga menyusun buku
sendiri dengan menargetkan 75 judul buku per
tahun, dimana jumlah terkini sudah
mencapai 748 judul buku guna mendukung literasi masyarakat.
Terjemahan Buku Berbahasa Asing
Sementara
itu, beliau juga menuturkan bahwa pihaknya telah menjalin kerja sama dengan
berbagai negara untuk menerjemahkan buku berbahasa asing. Kerja sama tesebut,
ungkapnya, bertujuan untuk menghemat biaya pembayaran lisensi dari buku-buku
berbahasa asing tersebut.
“Sistem
pembayaran lisensi buku itu berlaku sesuai dengan jumlah buku yang kita cetak.
Makin banyak dicetak maka makin mahal biaya yang harus dikeluarkan. Tetapi jika
bekerjasama dengan pemerintah negara lain, tentu biaya tersebut bisa kita
hemat,” tukasnya.
Selain
itu, lanjutnya, Badan Bahasa juga berupaya memperluas penggunaan Bahasa
Indonesia ke berbagai penjuru dunia melalui program Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing (BIPA). Program yang telah digagas sejak tahun 2015 tersebut,
imbuhnya, telah berhasil mengirimkan ratusan guru Bahasa Indonesia ke sejumlah
negara demi mendukung perkembangan Bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional.
Namun
semenjak pandemi Covid-19, sambungnya, Badan Bahasa melaksanakan pembelajaran
Bahasa Indonesia bagi penutur asing secara virtual atau melalui metode daring.
Hal tersebut, ungkapnya, terkesan lebih efektif dan efisien dengan meningkatnya
jumlah peminat yang mencapai 20 ribu orang dalam setahun terakhir.
Di
lain pihak, jelasnya, Badan Bahasa juga terus meningkatkan jumlah kosa kata
Bahasa Indonesia melalui padanan kata asing maupun bahasa daerah. Saat ini,
pungkasnya, kosa kata Bahasa Indonesia berjumlah sekitar 114 ribu kosa kata
dengan target bisa mencapai lebih dari 200 ribu kosa kata pada tahun
2024 mendatang.
Sumber
: Media Indonesia
Editor
: Mario Djegho (red)
0 Comments