(Kilas Cerita dari Pembukaan Pelatihan Pembuatan Alat Tenun di SMKN 4 Kota Kupang)
Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Hari
Senin (23/08/2021), langit pagi sangat bersahabat di hari awal minggu ini. Di
antara mobilitas masyarakat yang riuh mencari peruntungan, ada hal menarik yang
terlukis di sebuah lembaga pendidikan. Waktu tepat menunjukan Pukul 10 : 30 Wita
ketika beberapa orang memasuki ruangan depan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
(SMKN) 4 Kota Kupang pada hari itu. Beberapa kursi tersusun rapi menyerupai
lingkaran dengan beberapa penanda di atas mejanya. Sekilas terlintas beberapa
nama kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti; Timor Tengah
Utara (TTU), Rote Ndao, Sikka, Timor Tengah Selatan (TTS), Lembata, Malaka,
Sabu Raijua, Kupang, Manggarai Timur, Sumba Barat Daya, Lembata dan Flores
Timur. Semua tertata rapi di dalam ruangan tersebut.
Beberapa
saat berselang, semua orang perlahan memasuki ruangan tersebut dan menempati
setiap kursi yang telah disiapkan. Di depan khalayak tersebut, Kepala SMKN 4
Kota Kupang, Semi Ndolu, S.Pd mulai memberikan beberapa arahan dan penjelasan.
Hari itu adalah momen pembukaan pelatihan pembuatan alat tenun. Beberapa
perwakilan dari setiap kabupaten di Provinsi NTT diundang untuk menghadiri
kegiatan tersebut selama lima hari ke depan. Setelah berbincang beberapa saat,
Ketua Dekranasa Provinsi NTT, Julie Sutrisno Laiskodat bersama rombongon
memasuki ruangan dan memulai seremonial pembukaan kegiatan tersebut dengan
tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes).
Membangun Kolaborasi,
Menjaga Eksistensi
Dalam
sambutannya, Julie menjelaskan hubungan kolaboratif antara pihak Dekranasda
Provinsi NTT dan SMKN 4 Kota Kupang. Aspek penting yang dibangun dalam kerja
sama tersebut, jelasnya, adalah menguatkan pengetahuan dan pengalaman menenun
yang dimiliki oleh SMKN 4 Kota Kupang dalam kurikulum serta proses
pembelajarannya. Pihak Dekranasda Provinsi NTT, ungkapnya, selalu mendukung
inovasi dan kreativitas yang dihasilkan oleh SMKN 4 Kota Kupang dengan membeli
setiap produk hasil tenunan para peserta didik.
“Kami dari pihak Dekranasda membangun kolaborasi dan kerja sama dengan SMKN 4 Kota Kupang karena pihak sekolah memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang menenun dan hal itu termuat dalam mata pelajaran khusus. Maka kami selalu membeli semua produk hasil tenunan para peserta didik” jelasnya.
Lebih
lanjut, terang Julie, pihaknya selalu berusaha untuk menunjang inovasi dan
kreativitas masyarakat dalam melestarikan budaya. Menurutnya, kegiatan menenun
secara perlahan mulai jarang terlihat, sehingga muncul ketakutan dan kecemasan
akan kepunahan budaya tenun. Maka dari itu, imbuhnya, pelatihan pembuatan alat
tenun ini menjadi salah satu cara untuk melestarikan budaya, sebab baginya,
tenun merupakan salah satu simbol budaya yang bisa menjadi identitas (branding) NTT di mata dunia. Oleh sebab
itu, pihaknya sangat mendukung penuh SMKN 4 Kota Kupang sebagai trend setter SMK yang inovatif. Hal
tersebut, sambungnya, mendorong pihaknya untuk bekerja sama dengan Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT guna menekankan pentingnya pelajaran
menenun di setiap SMK pada masing-masing kabupaten.
Dalam
kaitannya dengan kegiatan pelatihan, Julie menuturkan bahwa kehadiran para
perwakilan daerah di SMKN 4 Kota Kupang adalah untuk mempelajari dan mendalami
proses pembuatan alat tenun yang terstandarisasi lewat kerja sama dengan pihak
SMKN 4 Kota Kupang. Para perwakilan daerah tersebut, tuturnya, akan diajari
tentang teknik, proses, dan cara finishing
yang baik dalam pembuatan alat tenun. Hal tersebut, paparnya, sesuai dengan
program Dekranasda Pusat yang menggencarkan pendidikan kecakapan wirausaha
(PKW) dalam kerja samanya dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) RI. Menurutnya, melalui kerja sama dan sinergisitas yang kolaboratif
tersebut, nilai-nilai budaya NTT bisa terus tertanam lewat aktivitas menenun
yang lestari, sebab secara estetik maupun fungsional, semua produk tenun NTT
bisa tetap berkualitas.
Membangun Semangat
Menenun Lewat Pelajaran
Di
lain pihak, sebagai mitra kolaborasi, SMKN 4 Kota Kupang berupaya membangun
semangat menenun lewat proses pembelajaran di dalam kelas. Hal tersebut
diutarakan oleh Semi Ndolu, S.Pd dalam wawancaranya bersama awak media di
sela-sela kegiatan tersebut. Ia menjelaskan bahwa SMKN 4 Kota Kupang memiliki
lima kompetensi keahlihan, yakni; Kriya Kayu dan Rotan, Kriya Kreatif Batik dan
Tekstil, Desain Komunikasi Visual, Desain Interior dan Tekhnik Furniture, serta
Tekhnik Komputer Jaringan.
“Kita
berupaya membangun semangat menenun lewat pelajaran dimana kita memiliki lima
kompetensi keahlihan yakni Kriya Kayu dan Rotan, Kriya Kreatif Batik dan
Tekstil, Desain Komunikasi Visual, Desain Interior dan Tekhnik Furniture, serta
Tekhnik Komputer Jaringan” jelasnya.
Lebih
lanjut, ungkap Semi, sekolah yang dipimpinnya adalah lembaga pendidikan vokasi
satu-satunya di Kota Kupang yang memiliki mata pelajaran menenun. Materi
menenun tersebut, imbuhnya, tersebar di beberapa kompetensi keahlihan, seperti; Kriya Kayu dan Rotan
yang berfokus pada pembuatan alat tenun dan juga produk seni lainnya, Kriya
Kreatif Batik dan Tekstil
yang berfokus pada produksi tenun ikat itu sendiri, serta Desain Komuniksi
Visual yang berfokus pada pembuatan desain motif tenun sebelum diproduksi.
Desain pra produksi tersebut, ujarnya, bisa menjadi pedomanan dan patokan dalam
menghasilkan kain tenun yang dibutuhkan oleh pangsa pasar.
Menenun Asa,
Menarasikan Budaya
Kegiatan
pelatihan pembuatan alat tenun di SMKN 4 Kota Kupang merupakan sebuah gerakan
untuk melestarikan budaya. Di dalam kegiatan tersebut, terdapat asa (harapan)
yang sedang ditenun lewat sebuah sinergisitas-kolaboratif. Pemerintah, lembaga
pendidikan, dan masyarakat luas turut berkecimpung untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya demi menjaga eksistensi NTT di kemudian hari. Hal tersebut
merupakan upaya perwujudan identitas manusia (baca : masyarakat) sebagai
mahkluk yang berbudaya.
Budaya dan kebudayaan melekat erat dalam pribadi manusia sebagai satu kesatuan yang integral. Di dalam dirinya, manusia memiliki unsur-unsur budaya, seperti; pikiran (cipta), rasa, kehendak (karsa), dan karya. Budaya menjadi sebuah kesatuan akal dan budi yang membantu manusia untuk mengaktualisasikan diri dan cara hidupnya seiring perkembangan waktu. Hasil nyata dari potensi dan proses budaya itulah yang kemudian disebut sebagai kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan (culture) merupakan produk dari seluruh rangkaian proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktivitasnya. Oleh karena itu, kebudayaan adalah hasil nyata dari sebuah proses sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya.
Secara
sederhana, proses pelatihan, gerakan kolaborasi, hingga penguatan potensi lokal
ke dalam kurikulum pendidikan adalah upaya kolektif untuk menarasikan budaya.
Pada setiap penggalan narasi yang dilukis, terdapat begitu banyak asa yang
ditenun dalam nilai-nilai luhur budaya. Di sanalah seluruh proses pemikiran,
perpaduan rasa, kehendak perubahan hingga produktivitas inovasi menjadi untaian
harapan yang selalu tersaji dalam setiap narasi masyarakat. Masyarakat akan
selalu bertutur tentang proses budaya itu ke dalam ceritanya masing-masing.
Kelak, ketika program kolaboratif tersebut berjalan dalam keberlanjutan yang
baik, maka tenunan asa yang selalu dipatri akan menjadi kenyataan menuju
generasi emas NTT yang kuat, cerdas, dan tangguh.
Teks
dan Foto : Mario Djegho (red)
0 Comments