Oleh Karolus Lwangga Sai Yunior
Mahasiswa Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
Keberadaan manusia tidak terlepas
dari pengaruh semesta yang pada hakikatnya mendukung atau memberikan kontribusi
fundamental terhadap keberadaan atau eksistensi dari setiap pribadi manusia.
Manusia sejati tidak terlepas begitu saja dengan alam yang menjadi pendukung
utama dalam hidupnya. Seringkali yang terjadi dalam realitas kehidupan manusia bahwa
pentingnya kontribusi alam semesta seringkali tidak disadari kehadirannya.
Dalam kefilsafatan Yunani pertama-tama para filsuf
mengagumi tentang keteraturan alam. Beberapa filsuf Yunani menempatkan alam
sebagai arkhe yang merupakan prinsip dasar yang dapat menjelaskan semesta.
Salah satunya adalah Thales yang mengutarakan bahwa yang menjadi arkhe
atau prinsip dasar yang dapat menjelaskan semesta adalah air.
Sangatlah jelas bahwa alam semesta hadir sebagai
nilai primer yang menjadikan manusia sebagai makluk hidup. Tanpa alam semesta
yang secara sederhana berupa setiap makluk hidup yang telah ada, pastilah
manusia tidak akan dapat hidup. Pernyataan ini mendasari pandangan manusia saat
ini yang sejatinya salah memaknai alam semesta sebagai objek untuk
mengeksploitasi. Permasalahan global yang terjadi saat ini adalah sikap manusia
yang rakus dan tidak bertanggungjawab terhadap alam semesta.
Fenomena agresif
manusia modern terhadap alam semesta
Terminologi alam semesta mempunyai nilai
subjektifitas yang mendasari diri setiap manusia. Dalam kaitannya dengan hal
itu kehadiran manusia di dunia ini mempunyai hubungan sebab akibat antara keduanya.
Jelaslah bahwa konklusinya kehadiran manusia tidak terlepas dari hubungannya
dengan alam semesta. Antara manusia dan alam semesta jelaslah mempunyai
hubungan saling ketergantungan.
Kehadiran alam semesta sejatinya berpengaruh bagi
keberadaan manusia. Alam semesta sebagai satu keseluruhan mempunyai keterkaiatan
dengan eksositem sebagai suatu yang terkecil dalam kehidupan manusia. Kehadiran
manusia juga mempengaruhi perubahan alam semesta secara umum dan eksosistem
secara khusus. Perubahan ini nyatanya lebih beralih kepada perubahan ke arah
negative yang berujung pada kerusakan alam semesta atau eksosistem.
Dalam perubahan yang terjadi kerusakan itu secara
perlahan-lahan ditambah oleh manusia dalam tindakan mengeksploitasikan alam
ciptaan Tuhan. Perubahan ekosisten yang terjadi merupakan tindakan manusia yang
tidak menyadari kehadiran alam sebagai pendukung utama keberlangsungan
kehidupan manusia.
Dewasa ini manusia dituntut untuk menyadari
adanya perubahan ekosistem sehingga dapat dipahami bahwa manusia harus terus
menyadari akan perubahan serta berusaha menanggapinya. Dalam hal ini misalnya
penggundulan hutan, hilangnya berbagai spesies, meningkatnya kelangkaan akan
sumber air di beberapa tempat sementara di tempat lain menderita karena
bencana badai dan banjir.
Masalah lainnya yang sering juga kita jumpai
di lingkungan sekitar kita adalah terjadinya bencana bencana alam
yang sering menimpa manusia yang nampak melalui urbanisasi besar-besaran
dan terus-menerus. Adanya pembukaan lahan baru yang terus dilakukan
guna meningkatkan serta mengeksploitasi baik alam maupun manusia yang
tak terkontrol menjadi penyebab semuanya ini. Penyebab utama dalam kehancuran
dan kemerosotan ini sebenarnya sangatlah kompleks. Tetapi yang tidak perlu
diragukan lagi ialah satu yang paling utama adalah model perkembangan yang
bagaikan predator dan tidak adil terhadap alam dan mengusir manusia dari
kehidupannya.
Adapun negara-negara menghancurkan lingkungan
dengan gaya hidup yang didasarkan pada konsumsi. Menguras sumber alam dan
memproduksi sampah yang tidak dapat lagi diserap oleh alam. Pada saat yang
sama, negara-negara miskin mengeksploitasi alam untuk mengatasi kesusahan hidup
mereka.
Melihat hal seperti ini lantas timbul
pertanyaan dalam pikiran kita, siapakah yang akan bertanggung jawab atas
semua ini. Fenomena yang terjadi dalam kehidupan manusia ini berawal dari
pelaku utama atau subjek utama yang salah memakanai eksistensi dirinya yaitu
manusia yang bertindak rakus. Persoalan ini merupakan kenyataan yang berdampak
pada kehancuran moral manusia akan pentingnya keberadaan alam semesta.
Dewey dalam pemikirannya tentang perkembangan
kolegial mengutarakan bahwa menusia dituntut dan ditantang oleh lingkungan dan
mencari jawaban sedemikian rupa, sehingga ia beradaptasi dengan lingkungan
dengan sebaik mungkin. Tanggung jawab terhadap situasi ini tidak hanya menjadi
tugas pemerintah maupun organisasi-organisasi yang cinta akan lingkungan,
tetapi juga ini akan menjadi tugas dan tanggung jawab setiap orang di
sekitar yang secara tidak sadar mendukung perkembangan seperti ini melalui
gaya hidup kita. Hal ini menuntut manusia untuk memaknai nilai morilitas
kehadiran alam semesta sebagai pendukung utama kehidupan manusia.
Kontribusi manusia
modern dalam memaknai eksistensi alam semesta
Nilai fundamental yang harus kita sadari
yanki sikap dan gaya hidup kita dalam memaknai hubungan ketergantungan kita
dengan alam semesta. Eksosistem kehidupan manusia menjadi perhatian utama bagi
manusia. Karena itu, sangat penting dan mendesak untuk melihat model perkembangan
kita sekarang ini dengan menyadari dan menjaga lingkungan kita, maka
kita akan bebas dari bencana alam seperti banjir dan
lain-lain.
Kita perlu mengubah gaya hidup kita yaitu cara
kita berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa kita sadari, gaya hidup
kita secara aktual berkontribusi terhadap penghancuran lingkungan. Marilah kita
menyadari dan melihat kembali akibat dari gaya hidup pribadi kita dan begitu
juga dengan persaudaraan/ komunitas di mana kita tinggal terhadap lingkungan,
dan selanjutnya perlu berpikir untuk mengambil langkah tepat dalam memperbaiki
hubungan kita dengan alam lingkungan.
Perubahan dapat kita lakukan di setiap
level masyarakat. Komunitas religius dan semua orang beriman dapat memainkan
peran yang sangat penting untuk membangun kesadaran pada gaya hidup kita.
Dengan berlandaskan pada iman kristiani kita dapat menciptakan gaya hidup yang
lebih berkelanjutan.
Selain itu, kita dapat mendukung gerakan
kelompok-kelompok dan juga organisasi-organisasi yang memperjuangkan
keadilan terutama bagi lingkungan hidup serta berusaha mempengaruhi kebijakan
pemerintah dalam hal yang berhubungan dengan keadilan lingkungan hidup. Dalam
kehidupan kita sehari-hari kita juga harus menghindari sikap yang
berlebih-lebihan dan boros, dengan tanpa henti menikmati hal-hal kecil
yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari.
Sikap melepaskan secara sukarela sesuatu, hidup
sederhana dan menikmati setiap anugerah yang diperoleh. Sikap ini merupakan
sikap dasar iman dan spirit kita kaum beriman kristiani untuk menghormati
ciptaan dan menaruh perhatian pada kebaikan bersama.
Sumber Referensi
Bakker, Anton. 2018. FIlsafat Sejarah Refleksi Sistematik. Yogyakarta: Thafa Media
Siswanto, Joko. 2005. Orientasi Kosmologi.
Yogyakarta: Gajah Mada University
Foto: Dokumentasi Penulis
0 Comments