Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

PERUBAHAN ZAMAN DAN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN


Oleh Fr. Norbert Banusu, CMM, M.Pd

Kepala SMAS Frater Don Bosco Lewoleba

 

Institusi pendidikan formal memasuki tahun kedua pembelajaran di masa pandemi Covid-19, pada Senin, 12 Juli 2021. Mengawali tahun pembelajaran, biasanya dimulai dengan kegiatan rapat kerja untuk mengevaluasi sekaligus mempersiapkan strategi, program, dan kegiatan pembelajaran. Aspek penting yang menjadi perhatian adalah perubahan-perubahan terkini dan rancangan strategi, program serta kegiatan yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Di tengah perubahan yang terjadi, institusi pendidikan berupaya menjawab pertanyaan dasar dan sederhana, masihkah anak-anak kita belajar dan memiliki kualitas yang diharapkan?

 

Kemampuan membaca perubahan zaman yang terjadi dan kepemimpinan pendidikan (pembelajaran) berhubungan erat dalam menjaga kualitas performa suatu institusi pendidikan. Motivasi dan penguatan seluruh pemangku kepentingan demi menjaga kualitas institusi pendidikan kita adalah sebuah keniscayaan. Kesulitan dan keluhan akibat perubahan yang ada, mestinya semakin melahirkan sebuah semangat baru untuk secara baru menjalani pembelajaran di tahun pembelajaran 2021/2022. 

 

Perubahan di masa Pandemi Covid-19

 

Pandemi Covid-19 berdampak pada perubahan masif dan eskalatif dalam pendidikan kita. Segenap umat manusia masih terus berjibaku menghadapi situasi pandemi Covid-19. Data penyintas Covid-19 dan kematian di negara kita masih sangat tinggi. Dalam berbagai prediksi, bangsa kita masih akan terus menghadapi badai Covid-19 beberapa tahun ke depan. Situasi ini membawa perubahan signifikan dalam berbagai sendi kehidupan manusia. Bahkan kita harus menghadapi kenyataan pembatalan rencana kegiatan tatap muka terbatas di awal tahun pelajaran baru ini.

 

Perubahan akibat pandemi Covid-19 sangat nyata terasa dalam pembelajaran. Suasana pembelajaran normal praktis jauh berubah dan berbeda. Memasuki tahun kedua pembelajaran, praktis tidak lagi terlihat aktivitas pembelajaran secara penuh. Kelas-kelas kita hanya dibuka paling lama dua jam atau setara empat jam pembelajaran. Rutinitas pembelajaran dalam bentuk latihan bersama, permainan, pertunjukan kelompok belajar hampir tidak lagi terlihat secara bebas di kelas, halaman, lapangan maupun aula pertunjukan di lembaga pendidikan kita. Semua aktivitas dan interaksi fisik siswa dan guru semakin terbatas seiring pemberlakuan pembatasan sosial dalam seluruh lini kehidupan masyarakat.  

 

Sementara itu hal baru dan berbeda adalah semakin menguatnya pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pembelajaran. Semakin terbuka ruang nyaman-aman interaksi virtual dalam dunia pembelajaran kita. Meskipun bagi kebanyakan daerah di Nusa Tenggara Timur, loncatan perubahan ini tentu terasa sulit. Mulai dari ketersediaan perangkat jenis notebook atau telepon seluler berbasis android lengkap dengan pulsa data bagi orang tua dan siswa yang masih minim. Ketersediaan akses listrik dan jaringan komunikasi internet yang belum merata di semua pelosok. Juga kemampuan guru dan siswa mengakses media belajar dalam jaringan yang masih terbatas.

 

Hal mencolok dari perubahan yang mesti disadari yakni karakteristik generasi pembelajar masa kini. Di era sekarang ini disebut Gen C (creative, connective, collaborative), atau menurut teori generasi Codrington dan Marshall disebut sebagai gen Z atau Net generation. Gen C ini hidup dengan dunia maya, seperti internet, cable vision, movie, dan video game. Lebih dari empat jam sehari mereka bergelut dengan dunia maya. Bagi mereka teknologi ini telah menjadi bagian kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini terlihat dari cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi. Generasi ini memiliki kecenderungan melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan (multi-tasking). Kenyataan karakteristik generasi ini sering menjadi keluhan orang tua bahkan guru.

 

Realitas perubahan ini melahirkan peluang dan tantangan tersendiri dalam kepemimpinan pendidikan guna memenuhi kebutuhan belajar generasi pembelajar masa kini. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki kewajiban merancang dan mewujudkan pendidikan yang sukses. Tidak seharusnya dunia pendidikan hanya melakukan rutinitas tanpa progresivitas. Dari institusi pendidikan yang sukses, akan melahirkan generasi masa depan yang siap menghadapi segala situasi dan kondisi, menjadi pionir dan agent of change sejarah kehidupan manusia, serta siap menjadi pemimpin peradaban dunia. 

 

Kepemimpinan Pendidikan

 

Seorang Futurolog terkenal, Alvin Toffler menggunakan istilah future shock, untuk menggambarkan situasi sekarang yang membuat kita terlempar pada suatu kondisi dimana kita mengalami “tekanan” yang mengguncangkan orientasi individu dan institusi akibat perubahan dalam waktu terlalu singkat. Menghadapi situasi yang demikian, kita membutuhkan pemimpin pendidikan (pembelajaran) yang mengambil peran menghadapkan murid pada realitas yang terus berubah, mampu mengikuti arus zaman, tanpa mengikis kemanusiaan, melainkan menemukan kondisi air kehidupan yang memungkinkan jiwa raga setiap individu berenang dengan indah dan lincah.

 

Kepala Sekolah adalah pemimpin utama pendidikan di sekolah. Guru adalah pemimpin pembelajaran di kelasnya. Perubahan dunia yang berjalan dengan cepat meniscayakan insan pendidikan meresponnya dengan cepat dan efektif. Oleh karena itu antara Kepala Sekolah dan Guru perlu secara sadar menangkap makna perubahan dan pemikiran paradoksal yang terjadi, mampu bermain di dalamnya, tanpa terbawa arus perubahan atau tenggelam dalam paradoks. Kepemimpinan pendidikan perlu memprediksi apa yang bakal terjadi berdasarkan fakta, data dan bukti-bukti empiris, serta mampu mendefinisikan kembali, melakukan reorientasi sesuai perubahan, tantangan dan peluang secara logis, rasional, terukur dan realistis. Pemimpin pendidikan mempunyai tugas menghadirkan pendidikan bermutu.

 

Kualitas pendidikan dan pembelajaran bersifat dinamis. Peran kepemimpinan pendidikan yang diharapkan dari seorang kepala sekolah dan guru hendaknya membawa peserta didik merengkuh segala bentuk percepatan perubahan interaksi manusia dengan teknologi, manusia dengan manusia secara intensif, tanpa tercerabut dari kemampuannya menghadapi kontradiksi alam yang selalu mengalami perubahan. 

 

Prof. Dr. Marsudi Wahyu Kisworo dalam bukunya Revolusi Mengajar (2016), menggambarkan mutu dalam pengelolaan suatu unit pendidikan dilihat dari masukan, proses dan hasil. Masukan meliputi murid, guru, dana, sarana, kurikulum, buku-buku, laboratorium, dan alat-alat pembelajaran. Sedangkan proses meliputi pengelolaan lembaga pendidikan (sekolah), pengelolaan kegiatan belajar mengajar, seminar, dialog, penelitian dan akreditasi. Sementara hasil meliputi lulusan, temuan-temuan ilmiah, evaluasi, dan hasil-hasil kinerja lainnya.

 

Dalam konteks ini, pemimpin pendidikan dan pembelajaran perlu menetapkan benchmark - patokan, yakni standar target yang harus dicapai dalam periode waktu tertentu dan berusaha untuk melampauinya. Pemimpin pendidikan perlu memiliki visi, misi, orientasi, tujuan, strategi mencapai cita-cita pendidikan. Kualitas pemimpin pendidikan ditandai dengan wawasan akademik, adaptif dan fleksibel di tengah perubahan dan tantangan zamannya.

 

Kepemimpinan pendidikan di tengah berbagai bentuk perubahan apa pun hendaknya bermuara pada kualitas pendidikan. Kepemimpinan pendidikan perlu menyadari berbagai perubahan sebagai titik tolak mengejar dan mengukur performa peserta didik dalam institusi pendidikan kita. Kebebasan pilihan penerapan kurikulum pembelajaran berbasis jaringan online, offline, tatap muka maupun gabungan keduanya (blended), kiranya tetap melahirkan kreativitas dan inovasi. Kepemimpinan pendidikan (pembelajaran) berada pada Kepala Sekolah dan Guru sebagai petugas pendidikan yang melahirkan generasi unggul di setiap institusi pendidikan kita. Selamat memasuki tahun pelajaran 2021/2022, semoga sukses menggapai cita-cita.

 

Foto: Dokumentasi Penulis

Editor: Robert Fahik/ red

Post a Comment

0 Comments