Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

PENTINGNYA BERSIKAP SKEPTIS DALAM MENGHADAPI INFORMASI PANDEMI


Oleh Sarlota N. Sipa

BPC GMKI Soe

 

Publik harus bersikap skeptis terhadap informasi apapun yang beredar. Informasi yang diperoleh dari media sosial atau grup percakapan di ponsel mesti diverifikasi lagi.

 

Dunia digital tumbuh secara pesat, hal ini terlihat dari berbagai informasi yang beredar di dunia maya. Internet telah membuat informasi berkembang cepat, dalam hitungan jam satu topik bisa berkembang luas. Terkadang terdapat informasi yang belum jelas kebenarannya namun sudah tersebar luas dengan cepat di dunia maya.

 

Dunia digital saat ini harusnya digunakan untuk bersosialisasi atau berinteraktif dengan menyebarkan berita yang positif, sayangnya beberapa pihak memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi yang mengandung konten negatif.

 

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika secara proaktif telah mengajak masyarakat agar cerdas dalam memberikan respon terhadap informasi yang tersebar, upaya menguragi penyebaran hoax pun dilakukan dengan menyusun undang-undang yang mengatur sanksi bagi pengguna digital.

 

Menurut Wikipedia, hoax adalah berita bohong, atau informasi yang tidak benar tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Tujuannya adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan dan bahkan salah. Berita bohong tersebut tersebar dalam bentuk tulisan, foto maupun video, tentu saja hal ini memberi dampak buruk bagi generasi pengguna dunia digital terutama kesehatan mental seperti post-traumatic stress syndrome (PTSD), menimbulkan kecemasan sampai kekerasan. Selain itu hoax juga dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah hingga berpotensi mengancam keutuhan dan kesatuan Negara.

 

Saat ini publik mengalami tsunami informasi Covid-19 yang banyak beredar di dunia digital maupun grup ponsel sehingga membuat publik kesulitan memilih mana berita yang benar dan mana berita yang bohong. Publik juga menyepelekan kebenaran dari sebuah informasi dengan menganggap bahwa informasi yang naik ke media, baik media digital maupun konvensional telah disaring dan telah melalui proses kontrol kualitas. Hal ini disebabkan informasi tidak lagi diproduksi oleh media mainstream, melainkan informasi bisa diproduksi oleh siapa saja. Untuk menghindari dampak buruk berita hoax, masyarakat perlu merespon informasi pandemi Covid-19 dengan bersikap skeptis terhadap informasi yang beredar di dunia maya.

 

Literasi Digital dan Nalar Kritis

 

Literasi digital dan nalar berpikir kritis perlu dibangun. Peran pers pun kian penting untuk menyediakan informasi terverifikasi. “Info pandemi itu sama bahaya dengan pandemi karena menghambat penanganan pandemi” Dengan berpikir kritis, kita dapat menanggapi fakta Covid-19 dengan positif. Hal ini tentunya memberi efek baik bagi tubuh seperti mempercepat pemulihan kardiovaskular, Ketika mengalami emosi positif di balik peristiwa yang membuat stress, kita dapat bangkit kembali dengan lebih cepat dan memiliki waktu pemulihan kardiovaskular yang lebih cepat. dikatakan bahwa pemulihan kardiovaskular adalah detak jantung yang lebih rendah dan tekanan darah yang lebih stabil.

 

Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia mencatat 247 hoaks beredar sepanjang Januari 2021 hingga 22 Juni 2021. Sebanyak 103 hoax di antaranya tentang vaksin covid-19. Sementara itu kementrian Komunikasi dan Informatika mencatat 8.499 hoax pada 1 Agustus 2018 hingga 22 Juni 2021. Tiga besar isu hoax itu adalah politik (1.252 hoax), pemerintah (1.702 hoax), dan kesehatan (1.719 hoax) yang mayoritas berkaitan dengan pandemi Covid-19.

 

Terkadang sebagian masyarakat menilai hoax sebagai sesuatu yang masuk akal, hal ini disesuaikan dengan kondisi emosi dan keyakinan mereka, kepercayaan terhadap hoax juga dipengaruhi kelelahan masyarakat menghadapi pandemi. Hal ini kemudian mendorong mereka untuk mencari informasi alternatif yang banyak beredar di media sosial. Di sisi lain belum semua orang mampu membedakan antara berita benar dan berita hoax.

 

“Tidak semua yang beredar di media digital itu benar. Sisakan 50 persen kepercayaan anda terhadap suatu informasi. Jika Anda ragu dengan kebenarannya informasi tersebut jangan dibagikan”. Untuk menjawab apakan informasi tersebut benar dan sudah terverifikasi, hal ini perlu dipertanyakan karena sebagaimana kita ketahui penyebaran hoax terbanyak melalui Facebook sebesar 81% dan WhatsApp sebanyak 56-58%. Publik harus melatih diri untuk melakukan cross check terhadap suatu informasi atau berita.

 

Berikut ini adalah hal yang perlu dilakukan agar tidak termakan hoax, pertama, hati-hati dengan judul yang provokatif. Hoax sering tersebar dengan judul sensasional, isi tulisan terkadang diambil dari berita pada media mainstream tetapi mengubah narasi untuk menciptakan persepsi tertentu. Oleh karena itu cermatlah jika menemukan judul yang terkesan provokatif, kembangkan berpikir kritis dengan mencari referensi berupa berita yang sama dari situs terpercaya kemudian bandingkan keduanya.

 

Kedua, cermati alamat situs penyedia berita. Menurut Dewan Pers, di Indonesia terdapat 43.000 situs yang mengklaim dirinya adalah portal berita, namun dari sekian situs, belum semuanya terverifikasi. Dengan demikian terdapat banyak situs yang berpotensi menyebarkan berita bohong yang harus diwapadai.

 

Ketiga, melakukan fact-check (pengecekan data). Untuk menghindari hoax, bisa juga dengan melakukan pengecekan data dengan beberapa cara yakni mengidentifikasi penulis, sudut pandang penulis dalam memuat berita, tanggal penulisan berita pun perlu diperiksa apakah sudah kedaluwarsa atau berita terbaru, apakah informasi tersebut berdasarkan fakta atau opini, dan yang terakhir sumber yang digunakan besar kemungkinan untuk dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Misalkan dari Polri, tokoh politik atau pegiat ormas, dan sebagainya.

 

Keempat, mengecek keakuratan gambar. Kita tahu bersama bahwa informasi yang tersebar di media sosial tidak hanya berbentuk teks tetapi juga gambar dan video. Di era digital ini bukan hanya konten teks yang dapat dimanipulasi, tetapi konten foto maupun video, adakalanya dimanfaatkan oleh pembuat berita palsu untuk memprovokasi pembaca. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari hoax adalah menggunakan fitur google image untuk mengecek validasi gambar tersebut.

 

Benar adanya bahwa untuk menilai kebenaran atau validasi suatu informasi tidaklah mudah, hal ini dikarenakan banyak hal yang mendasari munculnya suatu berita.

Pada umumnya berita dijelaskan secara runut dan mengandung unsur 5W + 1H (apa, kenapa, siapa, kapan,di mana, dan bagaimana). Itu sebabnya keterampilan publik untuk berpikir logis dan kritis perlu dibangun. Hal ini bisa dimulai dengan berpikir skeptis dan terus mempertanyakan kebenaran berita, informasi yang diperoleh dari media sosial atau grup percakapan di ponsel mesti diverifikasi lagi.

 

Berpikir skeptis berarti tidak mudah percaya terhadap hal-hal yang belum pasti kebenarannya. Manfaat dari berpikir skeptis adalah membuat kita sebagai pengguna dunia digital menjadi lebih bijaksana dalam menghadapi masalah, kepuasan batin ketika mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, menghindari kebiasaan buruk yakni menghakimi orang tanpa bukti, dan yang paling inti adalah mudah terhindar dari berita hoax.

 

Foto: Dokumentasi Penulis

Editor: Lenzho/ RF/ red

Post a Comment

0 Comments