Bogor, CAKRAWALANTT.COM – SEAMEO BIOTROP bekerja sama dengan FAO Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) telah melaksanakan National Inception Workshop dengan tema “Strengthening Capacities for Prevention, Control and Management of Invasive Alien Species (SMIAS) in Indonesia” atau Penguatan Kapasitas Pencegahan, Pengendalian, dan Pengelolaan Spesies Asing Invasif di Indonesia. Acara digelar pada Senin – Selasa, 12 – 13 Juli 2021.
“Workshop ini dilakukan untuk memberikan informasi secara terpadu kepada
seluruh pemangku kepentingan yang akan terlibat dan terkait dengan proses
penyusunan dan pengembangan dokumen proyek. Para pemangku kepentingan tersebut
terdiri dari perwakilan dari berbagai instansi pemerintah, akademisi, sektor
swasta, NGOs dan kelompok masyarakat lokal,” kata Direktur SEAMEO BIOTROP,
Zulhamsyah Imran ketika membuka kegiatan secara daring pada hari Senin (12/7/2021).
Kegiatan National Inception Workshop merupakan rangkaian acara
dari proses penyusunan pengembangan dokumen proyek yang telah disampaikan oleh
KLHK kepada The Global Environment Facility (GEF) pada tahun
2020. Hadir dalam kegiatan tersebut adalah GEF Operational
Focal Point, Laksmi Dhewanthi; Direktur Konservasi dan
Keanekaragaman Hayati, KLHK, Indra Exploitasia; serta Asisten FAO Representation Indonesia, Ageng
Setiawan Herianto.
Dalam sambutannya, GEF Operational Focal Point, Laksmi
Dhewanthi menggarisbawahi empat hal penting yang perlu diingat untuk
pelaksanaan proyek ini. Pertama, GEF (Global Environmental Facilities),
berkomitment di tingkat global. Pengendalian dan pencegahan Invasive Alien
Speceis (IAS) dikatakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kebijakan dan implementasi kebijakan konservasi keanekaragaman hayati.
“Proyek ini merupakan salah satu perwujudan dari implementasi dari convention
of biological biodiversity. Di tingkat global, sudah ada target yang
ditentukan dan perlu dicapai,” jelas Laksmi.
Kedua, partnership dan keterlibatan para stakeholders diperlukan
agar tercipta kesepahaman dan kesepakatan yang sama. Ketiga, tata kelola yang
baik, transparansi dan akuntabilitas menjadi pagar dan batasan yang memastikan
keselarasan antara tujuan dengan hasil yang diharapkan dalam penyusunan dokumen
SMIAS sesuai data dukung. Keempat, keberlanjutan atau sustainability ditekankan
agar proyek SMIAS dapat berjalan selama beberapa tahun ke depan meski dengan
dana terbatas.
“Dari hasil workshop tersebut diperoleh informasi tentang
status, strategi dan perkembangan penanganan IAS di Indonesia dari berbagai
aspek dan lintas sektoral. Perkembangan pengelolaan IAS yang selalu mengikuti
kondisi di lapangan, memerlukan penanganan IAS yang harus terintegrasi secara
strategis dengan perkembangan di tingkat nasional,” tekan Laksmi.
Menurutnya, kerja sama ini sangat menekankan tentang bagaimana menjalankan
rencana dengan matang guna menjawab tantangan yang ditemukan pada dua lokasi
proyek, yaitu Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Taman Nasional
Bantimurung-Bulusaraung.
“Proyek ini juga terkait dengan pembentukan, pengembangan dan pelaksanaan dari
suatu strategi besar, yang melibatkan pentingnya peningkatan kesadaran,
peningkatan kapasitas pelaku dan berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan
IAS, mulai dari policy maker sampai ke tingkat pelaksana
teknis di Taman Nasional dan lingkungan lainnya dengan pendekatan yang tepat,”
terang Lakshmi.
Sementara itu, Asisten FAO Representative Indonesia, Ageng
Setiawan Herianto menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada executing
agency, yaitu KLHK yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistem. “Peserta sudah mencapai lebih dari 200 orang,
(apresiasi) kepada SEAMEO BIOTROP yang bersama dengan FAO Indonesia
menyelenggarakan acara ini, dan juga Dr Arne Witt dari CABI, sebagai Project
Team Leader,” ucapnya bangga.
Sumber: kemdikbud.go.id
0 Comments