Kota Kupang, CAKRAWALANTT.COM – Dalam mendukung program pemberdayaan museum sebagai media informasi karya budaya, UPTD Museum Daerah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar kegiatan sosialisasi tradisi penangkapan Nyale pada masyarakat agraris di Kabupaten Sumba Barat. Kegiatan tersebut berlangsung Kamis (24/06/2021) di aula UPTD Museum Daerah Provinsi NTT dengan tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes).
Kegiatan dibuka secara langsung oleh Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT yang diwakilkan oleh Kepala UPTD Museum
Daerah Provinsi NTT, Esau K. M. Ledoh, SE., M.Ec. Sementara materi sosialisasi dibawakan oleh dua
narasumber utama yakni,
Ketua Asosiasi Museum Indonesia Daerah (Amida), Dra. Rosalia Idam, dan Kepala Seksi (Kasie) Pengkajian dan
Penyelamatan Koleksi Museum Daerah Provinsi NTT, Saleha Wongso, S.E.
Dalam
arahannya, Esau Ledoh mengatakan bahwa museum sebenarnya mampu
menjadi tempat belajar yang efektif dalam mengenal, mempelajari dan memahami
setiap proses budaya dan hasil kebudayaan. Provinsi NTT, jelasnya, memiliki
keragaman budaya yang tersebar di berbagai di segala daerah dengan segala unsur
kebudayaannya.
Kebudayaan
tersebut, sambungnya, menyimpan begitu banyak sejarah peradaban dan tata nilai
yang juga diwarisinya, sehingga manusia yang berkarakter adalah manusia yang
tidak melupakan kebudayaan. Dengan kata lain, proses budaya dan semua unsur
kebudayaan, ungkapnya, merupakan potensi dasar dalam proses pembangunan
manusia. Oleh karena itu, pada kegiatan sosialisasi tersebut, pungkasnya, harus
menjadi momentum untuk benar-benar belajar yakni, sama-sama belajar dan belajar
sama-sama.
Tradisi Nyale adalah Simbol Kebudayaan
Dalam
visualisasi tradisi penangkapan Nyale
di Kabupaten Sumba Barat, Rosalia Idam menerangkan
bahwa tradisi tersebut beserta tarian pesta perang berkuda atau Pasola merupakan cerita legenda yang
dituturkan secara turun temurun. Nyale, jelasnya, merupakan cacing laut yang
hidup di sela atau lubang batu karang di permukaan laut dan pesisir pantai.
Lebih
lanjut, ungkapnya, ritual penangkapan nyale merupakan ritus tahunan yang
diselenggarakan di Wanukaka dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat agragris di Pulau Sumba, khususnya di Kabupaten Sumba Barat. Tradisi
tersebur, sambungnya, memiliki kronologi ritual, tahapan pelaksanaan ritus
adat, hingga pergelaran pasola sebagai simbol jalinan persaudaraan.
“Tradisi Nyale adalah legenda yang diteruskan secara
tutur turun temurun. Nyale merupakan jenis cacing laut yang bisa dikonsumsi.
Tradisi ini berhubungan dengan kehidupan masyarakat agragris di Pulau Sumba,
terutama Sumba Barat dan memiliki kronologi dan tahapan ritual yang harus
dilaksanakan hingga pada pergelaran pasola,” jelasnya.
Sementara itu
Saleha Wongso menekankan pentingnya pembelajaran
budaya, sebab Provinsi NTT memiliki aneka macam ritual adat beserta
kepercayaannya di setiap daerah. Kebudayaan, ungkapnya, menyimpan begitu banyak
pengetahuan, mitologi dan legenda yang selalu mewarisi tata nilai dan simbol
sejarah yang melekat secara turun temurun. Oleh karena itu, tegasnya, tradisi nyale adalah simbol
kebudayaan.
Didorong untuk Menjadi Bahan Ajar
Di lain
pihak, perwakilan peserta sosialiasi, Maria Glorya Gorety Watu Raka, S.Pd., sangat mengharapkan agar hasil dari
kegiatan sosialisasi tentang tradisi penangkapan Nyale tersebut bisa dijadikan bahan ajar
di semua jenjang pendidikan. Menurutnya,
materi tersebut bisa disederhanakan sebagai sebuah konten budaya, sehingga
semua generasi bisa mempelajari dan memahaminya sebagai sebuah kewajiban. Hal
tersebut, ungkapnya, bisa menjadikan pengetahuan tentang tradisi penangkapan
nyale semakin lestari, diingat, dan tetap terus diwariskan.
“Semoga
materi sosialisasi ini bisa menjadi bahan ajar untuk semua jenjang
pendidikan dan juga bisa disederhanakan menjadi sebuah konten budaya yang bisa
dipelajari dan dipahami oleh semua generasi, sehingga bisa tetap lestari,
diingat, dan tetap terus diwariskan,”
pungkasnya.
Pantauan
media, kegiatan yang dipandu oleh Wensenslaus Gampur, M.Si., selaku moderator tersebut dihadiri
oleh para guru tingkat SMA/SMK se-Kota Kupang, mahasiswa, komunitas se-Kota
Kupang, pemerhati budaya, perwakilan Dekranasda NTT, serta perwakilan perangkat daerah Provinsi
NTT.
Berita dan Foto: Mario Djegho dan Ira Luik
0 Comments