Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

PENGAJARAN BAHASA, DASAR PENGEMBANGAN LITERASI MULTIDIMENSI

Paulus Widiatmoko

Dosen Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

 

Bahasa adalah bagian tak terpisahkan dari kompleksitas kehidupan manusia. Dunlap, et.al (2006) menyatakan “language as a universal human phenomenon that is the foundation of all our communication …. to be systematic and rule governed, influenced by culture, social and economic class, end even when, where, and with whom we use it”.

 

Lebih komprehensif, Kumaravadivelu (2006) menyampaikan tiga entitas atas definisi bahasa yaitu sebagai sebuah sistem, dimana semua komponen dasar kebahasaan saling terkait dan bekerja secara sistematis. Kedua, bahasa sebagai wacana (discourse) yang menghubungkan berbagai bagian dan konteks penggunaannya dalam berbagai situasi komunikasi. Terakhir, bahasa adalah sebagai sebuah ideologi dimana makna dikonstruksi dan disampaikan lewat berbagai bentuk simbol.

 

Dari penggunaan ujaran bahasa sehari-hari sampai penggunaan berbagai teks dan gambar yang kompleks; definisi ini memerlukan pemahaman konteks sosial dimana simbol tersebut dipergunakan; dan bagaimana pemaknaan simbol-simbol tersebut berhubungan dengan konteks yang spesifik atau untuk menegaskan dominasi dalam sebuah relasi (Johnson, 1990 dalam Kumaravadivelu, 2006). 


Pengajaran bahasa seyogyanya lebih komprehensif mencakup berbagai entitas bahasa tersebut. Pengajaran Bahasa yang masih berkutat dengan peningkatan kemampuan kebahasaan (language as system) berakibat pada berbagai keterbatasan dan kesulitan mengembangkan kemampuan literasi secara paripurna. Sedangkan pengenalan dan pengajaran bahasa sebagai wacana/discourse dan ideologi akan memberikan kesempatan lebih luas bagi guru dan siswa untuk memperluas penggunaan bahasa untuk berbagai keperluan, termasuk pengembangan literasi multidimensi. Kucer, S.B. (2009) menyebut literasi multidimensi terkait dengan berbagai ranah, yaitu linguistics, cognitive, sociocultural, dan developmental.

Tabel 1. Rangkuman Literasi Multidimensi (Kucer, S. B., 2009)


Untuk mencapai pembelajaran yang beorientasi pada pengembangan literasi multidimensi, pemahaman dan pengajaran bahasa sebagai moda tunggal dalam komunikasi juga perlu dikaji ulang. Bahasa perlu ditempatkan dalam sebuah entitas multimodality yang disebut sebagai “representations in many modes, each chosen from rhetorical aspects for its communicational potentials” (Kress, 2010: 22).

 

Melihat dari perspektif komunikasi, Fortanet-Gómez & Camiciottoli (2015: 1) menyatakannya sebagai “an approach used to understand the contribution of various semiotic resources (e.g., verbal, visual, aural, spatial)”. Kedua pandangan ini menyatakan kesepahamaan penggunaan berbagai moda untuk tujuan komunikasi manusia. Konsep dasar ini bisa diterapkan dan memang masih kurang dalam pembelajaran literasi di Indonesia.

 

Dalam penerapannya, penting bagi siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang bagaimana memahami bahasa visual dan verbal dalam konteks komunikasi dan sosial yang tepat dan kritis atas sebuah literacy event yang mereka jumpai (gambar 1). Dengan demikian, mereka bisa memberikan tanggapan (response)yang benar dan bijaksana sesuai dengan penggunaan bahasa sebagai wacana (discourse), dan ideologi.

 

Sebagai contoh, menyuarakan pendapat secara bijak tanpa menyinggung SARA di sosial media atas sebuah kejadian/peristiwa (literacy event) tidak hanya memerlukan literasi teknologi informasi, akan tetapi juga kemampuan berfikir kritis (cognitive) dan bahasa dalam komunikasi media sosial (linguistics and other sign systems) sesuai konteks budaya masyarakat setempat (sociocultural). Berbagai strategi yang dipelajari dan dikembangkan dalam literasi tersebut (developmental) memungkinkan para warganet terhindar ujaran kebencian bisa menjadi pelanggaran terhadap UU ITE.

Gambar 1. Dimensi literasi dan literacy event (Kucer, S.B. 2009)


Pengembangan literasi multidimensi adalah salah satu muara penggunaan bahasa dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai kecakapan hidup atau life skill, literasi dengan sendirinya bersifat multidimensi. Singh (2003) menyebutkan salah satu dasar definisi kecakapan hidup dalam “four pillars of learning - learning to know, learning to do, learning to be and learning to live together” sehingga kecakapan hidup didefiniskan sebagai “personal management and social skills which are necessary for adequate functioning on an independent basis”.

 

Disebutkan dalam dokumen Unesco tersebut bahwa definisi kecakapan hidup bisa berbeda, tergantung pada bidang atau topik yang dibahas. Kecakapan hidup menurut UNICEF akan berbeda dengan definisi menurut WHO yang lebih berkenaan dengan “…it contributes to the promotion of personal and social development, the prevention of health and social problems, and the protection of human rights” (WHO 1999). Dalam hal keterampilan hidup abad 21, Larson, L. C., & Miller, T. N. (2011) menyebutkan pentingnya “creativity, collaboration, critical thinking, and communication”.

 

Kecakapan-kecakapan di atas penting untuk diajarkan dan dilatihkan baik secara khusus maupun terintegrasi dengan kurikuler di sekolah. Untuk melaksanakannya, diperlukan reorientasi berbagai paradigma mendasar tentang bahasa dan pengajarannya dalam teori dan prinsip yang komprehensif. Selain itu, pemahaman cakupan dimensi literasi yang tidak semata berkenaan dengan baca tulis perlu dihubungkan dengan keperluan kecakapan hidup jaman ini dalam konteks masyarakat di Indonesia. Sekali lagi, pengajaran bahasa seyogyanya menjadi dasar dan pemberi arah pengembangan kemampuan literasi multidimensi.

 

Daftar Pustaka

 

Dunlap, Carmen Zuniga, and Evelyn Marino Weisman, (2006). Helping English Language Learners Succeed. Huntington Beach, CA; Shell Education Publishing.

Fortanet-Gómez, I. & Camiciottoli, B. C. 2015. Multimodal analysis in academic settings: From research to teaching. New York: Routledge.

Kucer, S.B. (2009). Dimensions of Literacy A Conceptual Base for Teaching Reading and Writing in School Settings. New York: Routledge

Kumaravadivelu, B. (2006). Understanding language teaching: From method to postmethod. Mahwah, N.J: Lawrence Erlbaum Associates.

Larson, L. C., & Miller, T. N. (2011). 21st Century Skills: Prepare Students for the Future. Kappa Delta Pi Record, 47(3), 121–123. doi:10.1080/00228958.2011.10516575

Mayer, R. E. 2009. Multimedia learning. New York: Cambridge University Press.

Singh, Madhu (2003). “Paper commissioned for the EFA Global Monitoring Report 2003/4, The Leap to Equality”. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000146963. diakses 7 Januari 2021

WHO, (1999) Partners in Life Skills Education. Conclusions from a United Nations Inter-agency Meeting. Geneva, WHO, 1999 (WHO/MNH/MHP/99.2).

 

Editor: Ira Luik/ Robert Fahik/ red

Post a Comment

0 Comments