Oleh Kristina Lasmi Sari, S.Pd
Guru SMAN 10 Borong, Manggarai Timur
Covid-19 menyerang Indonesia sejak Maret 2020. Hal ini menyebabkan pincangnya aktivitas di berbagai bidang
kehidupan manusia, tidak
terkecuali bidang pendidikan. Dalam dunia pendidikan pemerintah terkait
mengeluarkan Surat Edaran No.4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan
Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) pada
tanggal 24 Maret 2020. Sejak saat itu, pihak sekolah mulai mengubah strategi
pembelajaran yang awalnya adalah tatap muka lalu diubah menjadi pembelajaran
non-tatap muka atau yang dikenal dengan pembelajaran daring. Langkah ini diambil untuk mendukung
kebijakan lockdown demi mengurangi
interaksi banyak orang yang dapat memberi akses pada penularan virus corona.
Keputusan tersebut sebenarnya merupakan langkah yang
sangat bijak selain menekan angka penularan Covid-19, juga penerapannya mampu
meningkatkan kreativitas siswa maupun guru dalam menggunakan teknologi apabila
didukung oleh sarana yang memadai. Di sisi lain, program pembelajaran daring sangat membantu
guru dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa, karena tidak hanya guru yang
bekerja menanamkan nila-nilai pengetahuan atau pembentukan karakter siswa
tetapi juga berkolaborasi dengan orang tua siswa.
Dalam penerapan pembelajaran daring di wilayah perkotaan
masalah akses internet mungkin tidak menjadi hambatan, namun di beberapa
wilayah yang letak geografisnya lumayan jauh dari kota, akses internet menjadi
penyebab utama lumpuhnya program pelaksanaan pembelajaran daring. SMAN 10
Borong letaknya di desa Balus Permai Kecamatan Borong, Kabupaten Manggartai
Timur sebagai sampel yang diambil penulis
untuk lembaga pendidikan yang berada di pelosok pedesaan di mana jaringan
internet hanya tersedia dibeberapa titik saja. Hal ini menjadi masalah
pertama yang menyebabkan siswa
mengirim tugas tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Selain itui, tuntutan
agar siswa lebih kreatif dan guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran
daring tidak terwujud dengan baik, karena realitanya guru yang harus kreatif
mencari sumber-sumber pengetahuan agar tidak hanya terpaku dari sumber buku
yang dipajang diperpustakaan sekolah. Hal tersebut yang menyebabkan
pembelajaran pada masa pandemi di SMAN 10 Borong menjadi kurang efektif.
Faktor kedua
penyebab tidak efektifnya pembelajaran selama pandemi Covid-19 di SMAN 10
Borong yaitu tidak semua peserta didik memiliki gawai atau handphone. Hal ini disebabkan lemahnya kondisi ekonomi orang tua siswa. Sebagian besar orang tua/wali peserta didik di SMAN 10 Borong berprofesi sebagai petani kebun yang
penghasilannya sangat minim, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja
sangat susah apalagi untuk membeli gawai sebagai media pembelajaran.
Faktor
ketiga adalah harga kuota internet mahal
sehingga sulit dijangkau oleh peserta
didik SMAN 10 Borong. Meskipun masih ada
segelintir peserta didik yang
disediakan gawai oleh orang tua sebagai media pembelajaran, namun mereka masih
kesulitan tidak bisa memanfaatkan gawai tersebut untuk mengakses platform
pembelajaran daring ataupun
menggunakan berbagai aplikasi yang disediakan pemerintah seperti ruang guru,
zenius, quiper dll, sebagai
sumber belajar daring. Sejauh ini untuk peserta didik yang memiliki gawai hanya mampu menggunakannya untuk
mengirim tugas ke guru lewat inbox yang disediakan aplikasi facebook gratis.
Untuk mengatasi masalah di atas, pertama,
khusus masalah akses internet yang sulit
dijangkau yang menyebabkan lumpuhnya program pembelajaran daring, maka guru SMAN 10 Borong memiliki langkah ampuh yang
ditempuh yaitu, (1) guru membekali peserta didik dengan modul dan buku pelajaran yang dipakai sebagai
acuan dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan kurikulum yang berlaku yaitu Kurikulum
2013 Revisi sebelum diumumkan untuk melalukan pembelajaran daring; (2) guru menandai materi yang akan mereka pelajari beserta
tugas yang harus diselesaikan peserta didik selama belajar di
rumah; (3)
guru juga membuat ringkasan materi setiap bab berisi poin-poin penting yang
harus dipahami peserta didik dalam bentuk Power
Point (PPT) lalu ditransfer ke handphone yang dipegang siswa. Dengan demikian ketika pertemuan
tatap muka dengan sistem shift, guru hanya mengoreksi tugas siswa sambil menjelaskan kembali poin-poin penting dari materi yang
mereka pelajari mengingat intensitas waktu belajar tatap muka lebih cepat dari
biasanya.
Kedua,
untuk mengatasi masalah keterbatasan
gawai/Hp yang dimiliki peserta didik, langkah yang dibuat oleh guru SMAN 10 Borong yaitu, (1) guru mendata peserta didik yang tidak memiliki gawai untuk disesuaikan dengan jumlah
tablet yang dimiliki sekolah; (2) Dari hasil pendataan, guru menemukan jumlah peserta didik yang tidak memiliki gawai berupa handphone
lebih banyak dari total tablet yang dimiliki sekolah; (3) guru
memfasilitasi peserta didik yang tidak
memiliki gawai dengan tablet yang tersedia, dengan cara satu buah tablet
digunakan oleh dua orang dimana keduanya menempati rumah yang berdekatan ataupun yang satu rumah.
Ketiga, untuk mengatasi masalah harga kuota internet yang
sulit dijangkau, langkah yang dibuat yakni, (1) guru mencari referensi aplikasi-aplikasi pembelajaran
yang tidak membutuhkan kuota internet untuk mengaksesnya atau dikenal dengan
aplikasi pembelajaran offline; (2)
guru mengunduh beberapa aplikasi pembelajaran yang disarankan untuk
mendukung pembelajaran seperti aplikasi kamusku, belajar bahasa Inggris, tenses
bahasa Inggris dan masih banyak lainnya; (3) setelah mengunduh, guru mengirim aplikasi-aplikasi tersebut untuk diinstal
di setiap handphone peserta didik; (4) selain itu uga, guru juga mengunduh video-video pembelajaran di youtube terkait materi yang sedang dipelajari kemudian dikirim ke handphone peserta didik melalui
aplikasi share it ataupun via bluetooth.
Dengan
menerapkan langkah-langkah tersebut, proses pembelajaran masa pandemi Covid-19
di SMAN 10 Borong tetap maksimal. Harapan penulis, agar semua guru SMA/SMK di
Manggarai Timur khususnya dan di pelosok Indonesia perlu meningkatkan
kreativitas dan inovasi pada pembelajaran daring selama Covid-19 di sekolah
masing-masing agar terciptanya pendidikan yang berkualitas. Untuk meningkatkan
kreativitas dan inovasi perlu keberanian, niat dan saling bertanya serta
belajar dari sesama guru. Berilah pelayanan pendidikan yang layak kepada peserta
didik. Bagi sekolah yang menerapkan pembelajaran tatap muka dengan sistem shift selama pandemi agar melengkapi
infrastrutur pendukung penerapan protokol kesehatan. Dengan demikian, peserta
didik tetap mendapatkan layanan pendidikan yang layak dan kita bersama-sama
dapat memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 di sekitar kita.
Foto:
Dokumentasi Penulis
Editor: Ino Sengkang/ R. Fahik/ red
0 Comments