Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

PUISI-PUISI JEK ATAPADA

 

Rindumu Sesepi Apa

 

Nak, seragam putihmu kian memudar

Di bawah tembok sekolah bersumsum lumut

Rindumu kepada bangku dan meja belajar

Hanyalah seberkas duka yang tergolek dalam tong sampah

 

Dalam dunia yang menghitung apa dan siapa

Riba menjadi tuan tak ber-iba

Sedang kau dicipta untuk terlena

Di atas buku catatan bersolek angka-angka palsu

Yang kelak menyumbat mata penamu

Ketika senja mendaki punggung purnama

Dan kau menguas langit

Dengan liur yang tumpah dari mulut waktu

 

Adakah di suatu hari kau terjaga

Mencoba memahami perjalanan ini?

Tangan-tangan kasang menggorok leher mimpi

Menenggelamkannya dalam limbah tamadun

Dan kita mulai curiga

Jangan-jangan pendidikan hanya jubah ritual penyembahan

Kepada ruh tak berwujud leban

Tanpa obat anti borok peradaban yang kian menggenang

 

Seekor murai bertengger di puncak rimba

Melantunkan siul sukma

Melampaui telinga-telinga yang asyik beronani dalam kamar badani

Ia bernyanyi untukmu

Demi keadilan yang hilang

 

Rindumu sesepi apa

Ketika teriak pelantang suara

Menjanjikan jalan ke masa depan yang megah

Sementara sepatu di kaki kecilmu tetap saja rapuh dan berdebu

 

Fatuelak, 21 Oktober 2020

 

***

 

Sinar Bulan

 

Sinar bulan tumpah di jelaga mata

Mengelabui endus rasa

Merayu kelopak akal yang bertengger di simpang jalan

 

Akhirnya kita jadi perindu yang piatu

Terhela ke dalam bayang simfoni sendu

Di bawah sinar bulan dalam kanal tak bermuara

Yang memantul dari jidat-jidat yang tak pandai membaca aksara

Namun gemar menghafal dongeng romantis tentang masa depan

 

Barangkali kita harus pulang kepada nenek moyang

Dan belajar di atas batu tulis

Tentang cara membedah metafora yang jatuh dari bibir tuhan

Atau mengeja gemintang yang memberi peta kepada pelaut

Demi kepastian ujung ziarah

 

Sebab, sinar bulan hanyalah kamuflase nama

Yang menawar muslihat romantika

Tanpa tampuk pelita

Dan, dalam orkes merdunya kita terjebak ke pangkal

Tempat dimana rindu terasing dalam birama onggok debu

Tanpa pagi, tanpa cahaya

 

Lasiana, 16 September 2020

 

***



Jek Atapada adalah nama pena dari Jakob Alpius Atapada. Lahir di Alor, NTT. Kini bertugas sebagai guru daerah terpencil di SMPN Satap Fatuelak, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Puisi-puisinya termuat dalam beberapa buku antologi puisi bersama, di antaranya “Pasaman dalam Puisi Penyair Nusantara” dan "Pandemi Puisi-Antologi bersama melawan covid-19". Alamat e-mail: jekatapada@gmail.com, blog: getahpenalontar.blogspot.com.

 

Post a Comment

2 Comments

  1. Mantap kk jek Masih ingat Drama Tumbang ko kk???

    ReplyDelete
  2. Masih menggenangi ingatan, adikku Fren.Dan,kamu aktor yg bagus. Smoga bisa diwariskan ke anak2 didik.

    ReplyDelete