Oleh:
Yusta Roli Ramat, M.Hum
Redaktur
Cakrawala NTT
Setiap masa ada momen. Setiap momen pasti ada masa. Setiap kejadian selalu saja terjadi dalam kurun waktu tertentu. Sebaliknya, setiap detik waktu manusia memiliki sejarahnya sendiri. Jika dihubungkan dengan konteks Indonesia, pemuda identik dengan Oktober dan Oktober adalah pemuda; Oktober adalah saat di mana para pemuda dari berbagai latar belakang melakukan sumpah; Sumpah Pemuda. Sumpah pemuda merupakan ikhtiar pemuda Indonesia di masa lalu. Sebuah ikhtiar nasionalisme yang tinggi. Sumpah untuk menyatakan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.
Gagasan besar ini tentu tidak hadir dalam alam hampa. Ikhtiar ini tumbuh karena sebab tertentu. Sebuah semangat yang muncul karena kesadaran. Kesadaran bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang terdiri dari beragam suku, bahasa, agama, dan berbagai perbedaan lainnya. Itulah alasan mengapa sumpah pemuda merupakan janji bersama untuk terus menempatkan diri dalam taman keberagaman Indonesia. Sejak saat itu setiap pemuda dan pemudi yang lahir dari bumi pertiwi menjadi bagian dari sumpah ini. Sumpah untuk terus merawat dan membumikan nasionalisme dalam setiap derap langkah mereka.
Munculnya banyak kisah dan beragam
kasus bernada perongrongan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa akhir-akhir
ini harus dipahami sebagai tantangan akan Sumpah Pemuda 1928. Selain menafikan
keberagaman, berbagai peristiwa perpecahan yang terjadi akhir-akhir ini
cenderung mengancam persatuan bangsa. Semuanya berpotensi mengancam integrasi nasional.
Di sini, pemuda harus hadir. Sensitivitas
dan kepedulian kaum muda menjadi poin utama. Bermodalkan nilai Sumpah Pemuda dan
dilandasi rasa nasionalisme yang tinggi pemuda dituntut membumikan nilai persatuan
seturut tuntutan zaman. Pemuda harus bisa mengumandangkan pesan perdamaian;
bahwa beragam itu tidak salah. Beragam itu harus disyukuri dan laik
dipertahankan. Sumpah Pemuda 1928 harus menjadi madu yang terus menyirami pahit
getirnya perjalanan bangsa Indonesia hingga detik ini.
Lahirnya
Nasionalisme di Indonensia
Nasionalisme di Indonensia lahir
sebagai reaksi atas kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh
adanya kolonialisme. Di ruang kebangsaan dan politik, Indonesia telah dijajah
oleh bangsa barat sejak berabad-abad. Namun, kesadaran nasional sebagai sebuah
bangsa baru muncul pada abad XX. Saat itu, pemerintah kolonial mengizinkan
anak-anak bangasawan bersekolah.
Kaum muda terpelajar dari golongan
bangsawan ini, kemudian mengikuti pola pikir pemerintah kolonial. Kesadaran
tumbuh di sana. Mereka mulai menyadari bahwa pemerintah kolonial harus dilawan.
Mekanisme perlawanannya tidak bisa dilakukan secara sporadis dan
sendiri-sendiri. Organisasi kolonial yang rapi dan kuat tidak mungkin dihadapi
dengan cara tradisional sebagaimana perlawanan rakyat sebelumnya. Perjuangan pun
tidak lagi hanya mengandalkan senjata tetapi dengan menggunakan organisasi
modern. Organisasi pemuda mulai tumbuh dibeberapa daerah kala itu.
Selain alasan di atas, nasionalisme
pemuda tumbuh karena eksistensi Nusantara yang telah menjadi kesatuan politik,
hukum, dan pemerintahan. Semua aspek itu, saaat itu, berada di bawah kekuasaan
kolonial Belanda. Implikasinya, eksploitasi Barat justru mampu menyatukan
rakyat, perasaan senasib sependeritaan menjadi kekuatan dahsyat rakyat. Kondisi
itulah yang mampu memompa harga diri bangsa, terutama pemuda, untuk bersatu,
bebas dan merdeka dari penjajahan.
Peran dan posisi kaum muda semakin
diperkuat dengan lahirnya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Sumpah ini memperkokoh
semangat nasionalisme pemuda saat itu. Karena semangat itulah pemuda mampu menjadi pilar penting perjuangan
kemerdekaan. Dengan semangat yang sama, pemuda menjadi garda terdepan dalam
merintis perjuangan kemerdekan bangsa Indonesia.
Begitulah seterusnya, perjuangan kaum
muda selalu ditulis dengan tinta emas pada setiap bab kisah sejarah Indonensia.
Wajar jika banyak pengamat sejarah mengatakan bahwa sejarah suatu bangsa
sesungguhnya adalah sejarah kaum muda. Di sana pemuda memberikan sumbangan penting
pada setiap lika dan liku persoalan bangsa. Pemuda tak hanya hadir untuk
menunjukan jalan kemerdekaan, tetapi menjadi aktor penting dalam perjuangan
kemerdekaan dan gerakan mempertahankan kemerdekaan.
Pemuda
Masa Kini
Semangat pemuda masa lalu sungguh
mengagumkan. Alur perjalanan pemuda terasa panjang dan menarik ditelusuri.
Pemuda masa lalu telah menenun kain kebangsaan. Merajut nasionalisme Indonesia
untuk diteruskan sampai detik ini. Pertanyaan penting kemudian adalah bagaimana
pemuda Indonesia masa kini menerima, melanjutkan dan merajut benang-benang
kusut peradaban dalam konteks kekinian Indonesia?
Pertanyaan di atas harus diajukan
mengingat dan membaca riak gerak kepemudaan Indonesia masa kini. Oleh banyak kalangan, pemuda sering diangap
sebagai kelompok rentan. Hal ini disebabkan karena pemuda Indonesia masa kini
enggan membekali diri dengan nilai-nilai utama kehidupan sosial kemasyarakatan.
Di sini, pemuda rentan menjadi obyek pembangunan dan korban perkembangan
peradaban.
Di sisi yang lain, oleh sebagian orang
lain pula, pemuda ditempatkan sebagai entitas yang amat optimistik. Pemuda
adalah kelompok sosial yang memiliki beragam kompetensi, kreatif, inovatif dan
tercerahkan secara ilmu pengetahuan. Pemuda adalah sosok yang berpikir kritis,
berani dan revolusioner dalam bertindak. Semangat nasionalisme dan bela negara yang
tinggi hanya ada dalam diri pemuda.
Sampai di titik ini, kehadiran kaum
muda tidak hanya dianggap sebagai produk historis dari peradaban bangsa. Pemuda
adalah subjek potensial yang menjanjikan karena memiliki roh dan semangat dalam
mendorong berbagai agenda perubahan. Ironisnya, ciri, watak, dan karakter pemuda
dengan semangat demikian pelan-pelan sirna. Kaum muda masa kini, kurang
menampilkan karakter kebangsaan yang sehat sebagai wujud kecintaanya terhadap
tanah air. Kebanyakan justru terjebak dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat pragmatisme
dan cendrung merusak. Kasus penolakan RUU KUHP dan pasal kontroversial baru-baru ini tentu
saja masih segar dalam ingatan kita.
Betapa menyedihkan ketika mengetahui
bahwa masih ada kaum muda yang rela menodai perjuangan kerakyatan dari sesama
kaumnya dengan menjadi pendemo bayaran. Entah untuk sebuah misi yang sama atau
justru dengan misi yang jauh berbeda, pendemo bayaran tersebut dengan buas
menyakiti aparat dan merusak berbagai sarana umum. Tindakan anarkis tersebut
tentu saja menjadi catatan penting bagi gerakan kaum muda. Selain menimbulkan
rasa skeptis masyarakat umum terhadap esensi dan kemurnian gerakan itu sendiri,
juga menjadi benalu bagi kaum muda lain yang memiliki misi yang tulus untuk
membela kepentingan rakyat. Sebagai akibatnya misi mulia tersebut justru
berhenti di tengah jalan tanpa hasil yang berarti.
Peristiwa tersebut menunjukkan betapa banal
dan dangkalnya makna serta pemahaman nasionalisme sebagian kaum muda. Bagi
mereka Nasionalisme hanya dipahami sejauh upacara bendera dan legenda semata. Amat
simbolis dan jauh dari realitas nasionalisme asli.
Di sudut yang lain, banyak anak muda
yang sangat antusias mempelajari bahasa asing dan menguasi budaya asing. Budaya
bangsa Indonesia yang jumlahnya tak terbilang dengan segudang makna dibuang ke
tempat sampah peradaban. Dalam benak pemuda masa kini, nasionalisme adalah
bagian dari romantisme masa lalu. Kenaifan sejarah mendapat pijakannya di sini.
Alih-alih memanfaatkan kemajuan IPTEK
untuk mencari solusi atas berbagai problem bangsa, pemuda justru asyik menjual hoaks, ujaran kebencian dan isu SARA. Miris,
memilukan dan amat memalukan. Pemuda lagi-lagi menjadi korban peradaban karena kurang
beradab.
Kemunduran semangat dan daya imajinatif
pemuda tidak terlepas dari pengaruh globalisasi berikut tawaran kemudahan
kapitalisme. Pemuda adalah kelompok yang gampang dirayu dan mudah ditipu oleh
berbagai kilauan modernitas itu. Di sini, nasionalisme pemuda diuji dengan amat
sangat.
Rekonstruksi
Nasionalisme
Harapan besar yang diletakan oleh
pemuda 1928, tentu masih terngiang di telinga dan relung hati pemuda Indonesia
masa kini. Tantangan utama saat ini adalah kemauan untuk keluar dari jebakan
modernitas yang menawarkan kenyamanan semu. Kaum muda harus mampu berdiri
paling depan merespons berbagai situasi dan kondisi kesemerawutan praktik moral
dan etika di ruang kebangsaan Indonesia. Merumuskan kembali tanggung jawab pemuda
terhadap tanah air menjadi sebuah keniscayaan.
Nasionalisme harus menjadi sebuah
entitas tetap tetapi dinamis. Roh dan semangat nasionalisme tidak bisa diubah
oleh siapa pun dengan cara bagaimana pun. Pemuda harus bisa merevitalisasi
semangat nasionalisme agar lebih kontekstual.
Oleh pemuda, nasionalisme harus mampu
memperbaharui dirinya sesuai dengan perubahan zaman. Karena nasionalisme
merupakan sesuatu yang tetap dan dinamis sekaligus, maka nasionalisme masa kini
harus berpijak pada tantangan-tantangan kebangsaan yang makin kompleks. Yang
utama, pemuda harus berani keluar dari beragam sekat primordial. Pemuda harus mampu
menempatkan segenap elemen bangsa melampaui batas agama, ras, dan suku.
Menempatkan semua itu menjadi elemen setara. Sebab, nasionalisme masa kini
hadir dalam semangat untuk melawan permasalahan dasar bangsa seperti kemiskinan,
kebodohan, korupsi, ketidakadilan, radikalisme, terorisme dan lain-lain.
Tugas pemuda adalah memastikan agar Pancasila,
UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika tidak mati. Pemuda dan pemudi harus
menjadi madu yang memaniskan perjalanan Indonesia menuju bangsa yang besar ke
depan. Selamat Hari Sumpah Pemuda ke-92 Tahun 2020. Sumpah Pemuda; Bersatu dan Bangkit.
1 Comments
Keren Enu.
ReplyDelete