Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

MUDA MUDI DAN MADU

 










Oleh: Yusta Roli Ramat, M.Hum

Redaktur Cakrawala NTT

 

Setiap masa ada momen. Setiap momen pasti ada masa. Setiap kejadian selalu saja terjadi dalam kurun waktu tertentu. Sebaliknya, setiap detik waktu manusia memiliki sejarahnya sendiri. Jika dihubungkan dengan konteks Indonesia, pemuda identik dengan Oktober dan Oktober adalah pemuda; Oktober adalah saat di mana para pemuda dari berbagai latar belakang melakukan sumpah; Sumpah Pemuda. Sumpah pemuda merupakan ikhtiar pemuda Indonesia di masa lalu. Sebuah ikhtiar nasionalisme yang tinggi. Sumpah untuk menyatakan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.

 

Gagasan besar ini tentu tidak hadir dalam alam hampa. Ikhtiar ini tumbuh karena sebab tertentu. Sebuah semangat yang muncul karena kesadaran. Kesadaran bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang terdiri dari beragam suku, bahasa, agama, dan berbagai perbedaan lainnya. Itulah alasan mengapa sumpah pemuda merupakan janji bersama untuk terus menempatkan diri dalam taman keberagaman Indonesia. Sejak saat itu setiap pemuda dan pemudi yang lahir dari bumi pertiwi menjadi bagian dari sumpah ini. Sumpah untuk terus merawat dan membumikan nasionalisme dalam setiap derap langkah mereka. 

 

Munculnya banyak kisah dan beragam kasus bernada perongrongan terhadap persatuan dan kesatuan bangsa akhir-akhir ini harus dipahami sebagai tantangan akan Sumpah Pemuda 1928. Selain menafikan keberagaman, berbagai peristiwa perpecahan yang terjadi akhir-akhir ini cenderung mengancam persatuan bangsa. Semuanya berpotensi mengancam integrasi nasional.

 

Di sini, pemuda harus hadir. Sensitivitas dan kepedulian kaum muda menjadi poin utama. Bermodalkan nilai Sumpah Pemuda dan dilandasi rasa nasionalisme yang tinggi pemuda dituntut membumikan nilai persatuan seturut tuntutan zaman. Pemuda harus bisa mengumandangkan pesan perdamaian; bahwa beragam itu tidak salah. Beragam itu harus disyukuri dan laik dipertahankan. Sumpah Pemuda 1928 harus menjadi madu yang terus menyirami pahit getirnya perjalanan bangsa Indonesia hingga detik ini.

 

Lahirnya Nasionalisme di Indonensia

 

Nasionalisme di Indonensia lahir sebagai reaksi atas kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh adanya kolonialisme. Di ruang kebangsaan dan politik, Indonesia telah dijajah oleh bangsa barat sejak berabad-abad. Namun, kesadaran nasional sebagai sebuah bangsa baru muncul pada abad XX. Saat itu, pemerintah kolonial mengizinkan anak-anak bangasawan bersekolah.

 

Kaum muda terpelajar dari golongan bangsawan ini, kemudian mengikuti pola pikir pemerintah kolonial. Kesadaran tumbuh di sana. Mereka mulai menyadari bahwa pemerintah kolonial harus dilawan. Mekanisme perlawanannya tidak bisa dilakukan secara sporadis dan sendiri-sendiri. Organisasi kolonial yang rapi dan kuat tidak mungkin dihadapi dengan cara tradisional sebagaimana perlawanan rakyat sebelumnya. Perjuangan pun tidak lagi hanya mengandalkan senjata tetapi dengan menggunakan organisasi modern. Organisasi pemuda mulai tumbuh dibeberapa daerah kala itu.


Selain alasan di atas, nasionalisme pemuda tumbuh karena eksistensi Nusantara yang telah menjadi kesatuan politik, hukum, dan pemerintahan. Semua aspek itu, saaat itu, berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Implikasinya, eksploitasi Barat justru mampu menyatukan rakyat, perasaan senasib sependeritaan menjadi kekuatan dahsyat rakyat. Kondisi itulah yang mampu memompa harga diri bangsa, terutama pemuda, untuk bersatu, bebas dan merdeka dari penjajahan.

 

Peran dan posisi kaum muda semakin diperkuat dengan lahirnya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Sumpah ini memperkokoh semangat nasionalisme pemuda saat itu. Karena semangat  itulah pemuda mampu menjadi pilar penting perjuangan kemerdekaan. Dengan semangat yang sama, pemuda menjadi garda terdepan dalam merintis perjuangan kemerdekan bangsa Indonesia.

 

Begitulah seterusnya, perjuangan kaum muda selalu ditulis dengan tinta emas pada setiap bab kisah sejarah Indonensia. Wajar jika banyak pengamat sejarah mengatakan bahwa sejarah suatu bangsa sesungguhnya adalah sejarah kaum muda. Di sana pemuda memberikan sumbangan penting pada setiap lika dan liku persoalan bangsa. Pemuda tak hanya hadir untuk menunjukan jalan kemerdekaan, tetapi menjadi aktor penting dalam perjuangan kemerdekaan dan gerakan mempertahankan kemerdekaan.

 

Pemuda Masa Kini

 

Semangat pemuda masa lalu sungguh mengagumkan. Alur perjalanan pemuda terasa panjang dan menarik ditelusuri. Pemuda masa lalu telah menenun kain kebangsaan. Merajut nasionalisme Indonesia untuk diteruskan sampai detik ini. Pertanyaan penting kemudian adalah bagaimana pemuda Indonesia masa kini menerima, melanjutkan dan merajut benang-benang kusut peradaban dalam konteks kekinian Indonesia?

 

Pertanyaan di atas harus diajukan mengingat dan membaca riak gerak kepemudaan Indonesia masa kini.  Oleh banyak kalangan, pemuda sering diangap sebagai kelompok rentan. Hal ini disebabkan karena pemuda Indonesia masa kini enggan membekali diri dengan nilai-nilai utama kehidupan sosial kemasyarakatan. Di sini, pemuda rentan menjadi obyek pembangunan dan korban perkembangan peradaban.

 

Di sisi yang lain, oleh sebagian orang lain pula, pemuda ditempatkan sebagai entitas yang amat optimistik. Pemuda adalah kelompok sosial yang memiliki beragam kompetensi, kreatif, inovatif dan tercerahkan secara ilmu pengetahuan. Pemuda adalah sosok yang berpikir kritis, berani dan revolusioner dalam bertindak. Semangat nasionalisme dan bela negara yang tinggi hanya ada dalam diri pemuda.

 

Sampai di titik ini, kehadiran kaum muda tidak hanya dianggap sebagai produk historis dari peradaban bangsa. Pemuda adalah subjek potensial yang menjanjikan karena memiliki roh dan semangat dalam mendorong berbagai agenda perubahan. Ironisnya, ciri, watak, dan karakter pemuda dengan semangat demikian pelan-pelan sirna. Kaum muda masa kini, kurang menampilkan karakter kebangsaan yang sehat sebagai wujud kecintaanya terhadap tanah air. Kebanyakan justru terjebak dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat pragmatisme dan cendrung merusak. Kasus penolakan RUU KUHP  dan pasal kontroversial baru-baru ini tentu saja masih segar dalam ingatan kita.

 

Betapa menyedihkan ketika mengetahui bahwa masih ada kaum muda yang rela menodai perjuangan kerakyatan dari sesama kaumnya dengan menjadi pendemo bayaran. Entah untuk sebuah misi yang sama atau justru dengan misi yang jauh berbeda, pendemo bayaran tersebut dengan buas menyakiti aparat dan merusak berbagai sarana umum. Tindakan anarkis tersebut tentu saja menjadi catatan penting bagi gerakan kaum muda. Selain menimbulkan rasa skeptis masyarakat umum terhadap esensi dan kemurnian gerakan itu sendiri, juga menjadi benalu bagi kaum muda lain yang memiliki misi yang tulus untuk membela kepentingan rakyat. Sebagai akibatnya misi mulia tersebut justru berhenti di tengah jalan tanpa hasil yang berarti.

 

Peristiwa tersebut menunjukkan betapa banal dan dangkalnya makna serta pemahaman nasionalisme sebagian kaum muda. Bagi mereka Nasionalisme hanya dipahami sejauh upacara bendera dan legenda semata. Amat simbolis dan jauh dari realitas nasionalisme asli.

 

Di sudut yang lain, banyak anak muda yang sangat antusias mempelajari bahasa asing dan menguasi budaya asing. Budaya bangsa Indonesia yang jumlahnya tak terbilang dengan segudang makna dibuang ke tempat sampah peradaban. Dalam benak pemuda masa kini, nasionalisme adalah bagian dari romantisme masa lalu. Kenaifan sejarah mendapat pijakannya di sini.

 

Alih-alih memanfaatkan kemajuan IPTEK untuk mencari solusi atas berbagai problem bangsa,  pemuda justru asyik menjual hoaks, ujaran kebencian dan isu SARA. Miris, memilukan dan amat memalukan. Pemuda lagi-lagi menjadi korban peradaban karena kurang beradab.

 

Kemunduran semangat dan daya imajinatif pemuda tidak terlepas dari pengaruh globalisasi berikut tawaran kemudahan kapitalisme. Pemuda adalah kelompok yang gampang dirayu dan mudah ditipu oleh berbagai kilauan modernitas itu. Di sini, nasionalisme pemuda diuji dengan amat sangat.

 

Rekonstruksi Nasionalisme

 

Harapan besar yang diletakan oleh pemuda 1928, tentu masih terngiang di telinga dan relung hati pemuda Indonesia masa kini. Tantangan utama saat ini adalah kemauan untuk keluar dari jebakan modernitas yang menawarkan kenyamanan semu. Kaum muda harus mampu berdiri paling depan merespons berbagai situasi dan kondisi kesemerawutan praktik moral dan etika di ruang kebangsaan Indonesia. Merumuskan kembali tanggung jawab pemuda terhadap tanah air menjadi sebuah keniscayaan.


Nasionalisme harus menjadi sebuah entitas tetap tetapi dinamis. Roh dan semangat nasionalisme tidak bisa diubah oleh siapa pun dengan cara bagaimana pun. Pemuda harus bisa merevitalisasi semangat nasionalisme agar lebih kontekstual.

 

Oleh pemuda, nasionalisme harus mampu memperbaharui dirinya sesuai dengan perubahan zaman. Karena nasionalisme merupakan sesuatu yang tetap dan dinamis sekaligus, maka nasionalisme masa kini harus berpijak pada tantangan-tantangan kebangsaan yang makin kompleks. Yang utama, pemuda harus berani keluar dari beragam sekat primordial. Pemuda harus mampu menempatkan segenap elemen bangsa melampaui batas agama, ras, dan suku. Menempatkan semua itu menjadi elemen setara. Sebab, nasionalisme masa kini hadir dalam semangat untuk melawan permasalahan dasar bangsa seperti kemiskinan, kebodohan, korupsi, ketidakadilan, radikalisme, terorisme dan lain-lain.

 

Tugas pemuda adalah memastikan agar Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika tidak mati. Pemuda dan pemudi harus menjadi madu yang memaniskan perjalanan Indonesia menuju bangsa yang besar ke depan. Selamat Hari Sumpah Pemuda ke-92 Tahun 2020. Sumpah Pemuda; Bersatu dan Bangkit.

 

Post a Comment

1 Comments