Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

HARAPAN SETELAH PANDEMI

Oleh: Silvester Petara Hurit

Pendiri Nara Teater, tinggal di Lewotala Flores Timur

 

Covid 19 menjadi wabah terbesar dalam satu abad terakhir. Selain langkah medis dan serentetan tindakan pemutusan mata rantai sebaran, di banyak komunitas masyarakat diselenggarakan sejumlah ritus dengan tujuan menghindari/menangkis serangan wabah mematikan tersebut.

 

Ritus dalam banyak tradisi  terkait  kesadaran akan kurban. Ritus dan kurban dalam religi  suku-suku di Nusantara sebagaimana pula dalam budaya agraris India ataupun Yunani  berhubungan dengan penciptaan dan pembaharuan ciptaan. Kurban (kematian) membenarkan dan menyatakan kehidupan. Memberi harapan akan berkuasanya tatanan baru (Dillistone, 1986). 

 

Pandemi Covid 19 dan kematian yang ditimbulkan olehnya, juga sederet bencana seperti: banjir, tanah longsor dan sebagainya, tak bisa meremukkan harapan manusia akan kehidupan. Kematian seberapapun menakutkan harus tetap dilihat sebagai pendahuluan menuju hidup dan tatanan dunia  baru yang lebih baik. 

 

Harapan yang dikuatkan dan diamplifikasi melalui ritus menjadi energi atau tenaga perjuangan manusia untuk bangkit bersatu, tolong-menolong memerangi kematian dan mengupayakan kehidupan.  Kehidupan dimungkinkan oleh adanya sistem yang senantiasa  terhubung, saling topang dan meneguhkan. Lockdown misalnya, sejatinya  adalah isolasi yang  memberi garansi dan harapan  akan   kelangsungan  hidup  serta  tetap terhubungnya  umat manusia.

 

Memulihkan Keseimbangan

 

Ritus kurban dalam pelbagai tradisi keagamaan selalu terkait pemulihan. Kejatuhan manusia dalam dosa  sebagaimana dikisahkan dalam Alkitab adalah akibat tindakan yang menyalahi tatanan Ilahi (kosmos). Manusia akhirnya diusir dari Firdaus. Kesusahan dan penderitaan hadir.

 

Bagi masyarakat primordial, kosmos adalah realitas ideal. Bencana tak lain adalah  akibat penyimpangan dari tatanan ideal keteraturan dan keseimbangan. Oleh karena itu, alam memulihkannya. Tujuan ritus adalah memulihkan; mengembalikan keseimbangan dan keteraturan.

 

Covid 19 menagih lebih banyak ritus sosial demi mengembalikan keseimbangan ekosistem hidup global termasuk memulihkan solidaritas, menggugah rasa kemanusiaan yang tergerus akibat persaingan ekonomi, dominasi politik, arogansi sosial-budaya serta fanatisme religi.

 

Manusia tak punya otoritas mutlak atas hidup dan kelangsungan spesiesnya.  Eksistensi dan kelangsungan hidupnya ditentukan oleh kesadaran dan komitmen membangun koeksistensi bersama dengan yang lain. Lebih dekat dengan bumi dan seluruh kehidupan yang menopang keberadaannya.  

 

Menagih Kepedulian

 

Berkaca dari pandemi covid 19, manusia disadarkan untuk tak mengabaikan mahkluk sekecil apapun yang turut menentukan keselamatan spesiesnya. Setiap makluk berkontribusi terhadap ekosistem besar kehidupan. Hasrat menguasai dan mendominasi harus dikontrol oleh kesadaran berbagi dalam kerangka menciptakan keutuhan hidup kolektif di planet ini.  

 

Semakin banyak bencana dan jumlah korban, semakin besar pula upaya kita untuk peduli dan bersatu dengan segenap kehidupan. Memperteguh komitmen serta keberpihakan terhadap para  korban, pun terhadap sesama yang paling menderita akibat bencana serta tatanan yang lama yang  kurang manusiawi. Dalam arti inilah covid mengapungkan optimisme akan tatanan hidup yang berkeadilan, solider dan lebih berpengharapan. (*)

  

Post a Comment

0 Comments