Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

CERPEN THE ELLEN KRISTIN HARTMAN – TIGA TAHUN LALU

Ilustrasi (Gambar: mirifika.net)


Lagi-lagi aku menangis di kamarku. Aku mengingat kejadian tiga tahun yang lalu. Saat dimana kecelakaan itu terjadi. Kecelakaan yang selalu kuingat. Kecelakaan yang telah merenggut nyawa keluargaku. Hanya aku yang selamat. Kini aku sebatang kara. Kejadian itu selalu melekat di benakku, tersimpan dalam memori dukaku. Selalu hadir ketika aku sendirian sambil menepi jagad tak menentu.

“Kenapa ini terjadi padaku Tuhan?” kataku sambil menangis. “Kenapa Engkau tidak mengambil nyawaku juga? Kenapa Engkau masih membiarkan aku hidup, Tuhan?” air mataku berderai membasahi bantal yang kupeluk.

Tiba-tiba aku mendengar suara ketukan pintu. Entah itu siapa, aku tetap tidak peduli. Aku hanya terus menangis,mengingat kejadian waktu itu. Tak kusadari, aku terlelap dalam tidurku. Aku bermimpi bertemu dengan keluargaku. Mereka sedang bahagia dan tertawa di sana. Sungguh aku merasa terpuruk.

“Nak, bangunlah.

Aku mendengar suara seorang wanita, tetapi aku yakin jika aku membuka mataku, aku akan pergi dari alam mimpi. Kupastiakan ku akan sangat merindukan mereka. Tapi, apa boleh buat? Wanita itu terus membangunkanku. Sungguh, aku merasa enggan untuk bangun. Hanya saja aku sudah terbangun dari tidurku. Dan akhirnya aku membuka mataku.

“Iya tanta, aku bangun,” kataku sambil mengucak mataku.
“Cepatlah mandi dan segera turun ke bawah untuk makan malam,” kata tantaku dari balik pintu kamarku.
“Iya tanta, aku akan segera mandi.

Selesai mandi aku segera ke bawah untuk makan malam bersama keluarga tantaku. Kadang aku merasa asing bersama keluarga mereka. Tetapi tantaku selalu membuatku agar tidak merasa terasingkan. Tantaku memiliki dua anak, yang pertama sudah duduk di bangku SMA, sedangkan anak keduanya duduk di bangku SMP, sama sepertiku. Keluarga tantaku yang menyekolahkanku. Memberikanku tumpangan tempat tinggal, memberiku makan, dan keperluan lainnya. Aku senang bisa tinggal bersama keluarga tantaku. Tetapi, tentunya seorang akan akan lebih bahagia apabila bisa tinggal bersama orang tua kandungnya.

Setelah makan, aku pamit kepada tantaku dan juga keluarganya. Aku segera ke kamar, dan mendengarkan lagu favoritku, Best Friend, yang dibuat oleh Ikon. Kim Hanbin adalah vokalis kebanggaanku. Selang beberapa menit, aku memutuskan untuk belajar materi besok. Materi pelajaran yang menurutku paling membosankan. Tetapi aku belajar, dan belajar. Hingga pada pukul 20.32 aku diperbolehkan bermain handphone. Saat yang tepat untuk melepas kepenatan tetapi juga terkadang membangunkan kenangan yang telah tertidur.

Aku melihat kenangan-kenangan manis itu. Saat dimana sebelum kecelakaan itu terjadi. Foto dimana saat aku masih berusia 9 tahun.Waktu aku yang masih sangat kecil. Tak kusadari, air mataku jatuh dan membasahi pipiku. Aku pun berkata dalam hatiku, “Ya Tuhan, aku sangat merindukan keluarga kandungku. Kapan aku bisa bertemu dengan mereka? Kapan aku bisa memeluk ayah, ibu, dan kakakku lagi? Kapan aku bisa bersama sama lagi dengan mereka, ya Tuhan?”. Setelah aku merasa puas dengan tangis dalam diamku, aku memutuskan untuk tidur. Tetap saja, aku masih teringat tentang kejadian itu. Setelah beberapa lama, aku pun tertidur lelap.

“Nak, bangun. Cepat mandi dan sarapan.

Kata-kata itu yang selalu membangunkanku. Aku pun segera menjawabnya dan sgera pergi untuk mandi.

“Baik tanta.

Keluar dari kamar mandi, aku segera memakai seragam sekolahku. Aku segera keluar dari kamarku dan pergi menuju meja makan. Aku menyapa tantaku dan keluarganya. Aku segera menghabiskan sarapanku. Aku berangkat ke sekolah bersama kakak sepupuku, salah seorang anak tantaku.

Aku segera ke sekolah dengan anak tantaku, dia bernama Vino. Vino selalu baik padaku. Orangnya sangat ramah, sopan ,dan peduli. Di kelasku hanya dia yang baik padaku. “Apa karena aku ini hanya numpang di rumah Vino sehingga mereka menjauhiku? Apa karena aku tidak memiliki keluarga kandungku lagi?”. Pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu muncul di benakku ketika aku berada di sekolah. Tetapi Vino selalu menenangkanku dan memberikanku kekuatan. Ketika teman temanku menjauhiku, aku selalu berpikir, “Kenapa aku tidak ikut meninggal pada saat itu? Kenapa Tuhan? Kenapa?” Aku memberotak dalam hati.

Saat pulang sekolah, kakak sepupuku mengajakku ke sebuah toko yang juga menjual boneka. Katanya ia mau membelikanku boneka. Ia menyuruhku memilih sendiri boneka kesukaanku. Sifat perhatiannya membuatku rindu pada kakak kandungku. Setelah membeli boneka, dia mengajakku dan Vino ke taman. Di sana aku melihat banyak anak yang tampak sedang bahagia.

“Kak, ada apa kakak mengajakku ke sini?”
“Kata tanta, kamu dari semalam hanya menangis. Jadi kakak sama Vino mengajak kamu jalan jalan,” kata kak Marko.
“O ya, memangnya kakak sama Vino tidak keberatan?”
“Keberatan? Sungguh tidak. Kakak malah senang mengajak kamu dan Vino jalan-jalan. Kita bisa bersama-sama bertiga.

Aku hanya membalas perkataan kak Marko dengan senyuman yang menjadi salah satu warisan ibuku dan menjadi kekuatanku. Tetapi kejadian itu selalu saja ada di benakku sampai kapan pun. Aku pun pulang bersama Vino dan kak Marko. Di dalam mobil, kami hanya bercanda. Candaan mereka, lelucon mereka, cerita mereka membuatku tertawa. Tiba di rumah tantanku, suasana terasa sangat sepi, tidak seperti di taman tadi. Hanya sesekali terdengar deru kendaraan yang lewat.

“Kak, tanta sama om ke mana? Bukannya ini sudah sore?”

Aku kaget, kak Marko dan Vino tiba-tiba menghilang. Aku takut. Aku segera memberanikan diri untuk masuk. Aku segera menyalakan lampu. Sungguh terkejut, aku sangat terharu atas apa yang terjadi. Aku menangis.

“Happy Birthday,gemuruh suara orang-orang di dalam rumah itu segera terdengar.
“Selamat ulang tahun sayang, semoga panjang umur, sehat selalu, makin sopan, ramah, peduli dan bahagia terus ya,” kata tantaku.
“Selamat ulang tahun,” kak Marko dan Vino pun turut mengucapkannya.

Aku tersenyum bercampur rasa haru di hari ulang tahunku ini. Hari dimana kecelakaan itu juga terjadi, waktu itu. Aku menangis sesaat. Mengenang waktu itu. Ketika ajal hendak menjemputku namun Tuhan masih menggendongku lalu membiarkan keluargaku pergi tanpa kembali. Air mataku berderai membasahi pipiku. Tantaku segera mendekapku, menenangkanku.

“Sudahlah, bahagia saja. Pasti mereka di sana juga bahagia,” kata tantaku.



The Ellen Kristin Hartman_ Siswa Kelas VII K SMP Frater Maumere, Kabupaten Sikka





Post a Comment

0 Comments