Pernah kutulis tentang Menabur Benih Literasi di Pelipit Telaga Raknamo. Beberapa pembaca setia, memberi kabar dan pesan. “Tulisanmu baik, saya suka. Sangat khas”, kata seorang. Yang lain ikut menambah, “Mungkin inilah akhir dari inti seluruh ziarah perjalananmu di dunia literasi. Kamu menemukan gayamu sendiri. Lain dari sudah ada dan tentunya sangat berbeda dari penulis lain. Sebuah ulasan jurnalistik yang dipadukan dalam bentuk investigasi dan sastra. Jujur, untuk pertama kalinya saya menemukan gaya tulisan unik seperti ini. Terima kasih. Saya (kami) menunggu tulisanmu yang lainnya”.
Beginilah saya menulis.
Sebuah pengantar, yang awalanya dinilai tidak relevan. Butuh sedikit kesabaran
untuk mencari benang merahnya antara judul, isi dan kesimpulan tulisan. Ijinkan
saya menulis dulu hingga selesai. Kisah ini, diulas dari halaman sekolah SMAN 3
Kupang Timur-Kabupaten Kupang, tempat diselenggaranya kegiatan Olimpiade
Olahraga Siswa Nasional (O2SN) tingkap SMA se-Kabupaten Kupang. Kegiatan O2SN
adalah kegiatan rutin setiap tahunnya. Peserta lomba diseleksi dari tingkat
sekolah, Kabupaten hingga tingkat nasional. Untuk perlomabaab kali ini, tiga
jenis olahraga yang dipertandingkan yakni karate, silat dan atletik. Olahraga
attletik yang meliputi lari dan lompat jauh, selalu diminati banyak peserta.
Rumusnya sederhana. Lari atau lompat sekenvang dan sejauh mungkin. Itu saja.
Tidak perlu banyak gaya, strategi dan teknik. Lalu mengapa dari 64 jumlah
SMA yang ada dalam lingkup wilayah
Kabupaten Kupang, hanya 32 sekolah yang mengajukan diri dan siap ikut
berkompetisi. Kemanakah sekolah yang lain. Kendalanya apa? Butuh sebuah
investigasi mendalam. Apakah kendala dana?, Jarak yang jauh, kendala di bagian
distribusi informasi dan komunikasi atau belum adanya iklim berkompetisi di
tingkat sekolah?
Lelaki tua namun
berenergik meraih mikrofon dan memberi sambutan. Tiga menit ia berbicara, baru
disadari jika ia adalah Drs. Markus Ke Lomi, coordinator pengawas SMA
se-Kabupaten Kupang. Ia tampak serius dan sedikit kesal ketika “menyentuh” soal
kedisiplinan. Kegiatan yang direncanakan mulai tepat pukul 08.00 pagi harus
bergeser hingga 150 menit. Jika ia marah dan menekankan kedispilinan untuk para
kepala sekolah guru dan siswa adalah tugasnya sebagai seorang Kordinator
Pengawas (Korwas). Ia adalah “ayah” para kepala sekolah dan guru. Tugas yang
tidak ringan untuk kondisi wilayah Kabupaten Kupang yang luas dan sulit.
“Kita harus berani jujur
sekaligus selalu membenah diri. Jangan bicara prestasi jika kedisplinan selalu
dinomorduakan. Disiplin waktu adalah penentu (arah) untuk kita menegakkan
sekian banyak bentuk kedisiplinan lainnya seperti displin berpakaian, bekerja
dan berbicara. Saya berharap, dalam event selanjutnya, tolong perhatikan sikap
kita dalam menghargai waktu. Saya harus sampaikan ini, untuk kebaikan kita
bersama.”, ujar Markus penuh smangat.
Hari makin siang. Sang
fajar datang menembus cakrawala dan memberi energi untuk generasi bangsa yang
haus berkompetisi. Ada rasa haru ketika
mereka (peserta lomba) berbaris dan menyanyikan lagu Indonesia raya. Mereka
hadir mewakili ribuan generasi muda yang berseragam putih-abu lainnya dalam
lingkup wilayah Kabupaten Kupang. Wajah optimis terlihat jelas pada mata
mereka. Sesekali mereka bertepuk tangan saat sang Korwas menekankan soal
spotifitas dalam sambutannya di beberapa menit yang lalu. Juara adalah hal yang
memang esti diperjuangkan dan diraih. Namun perlu diketahui, sang juara adalah
ia selalu menjunjung tinggi kedisiplinan dan spotifitas. Ia akan bergerak dan
bertindak dalam aturan. Dengan demikin, sang juara adalah ia yang mampu
memadukan pikiran, hati dan fisik. Ki Hajar Dewantaro, telah menekan hal ini.
Hidup ini adalah serangkain proses mengolah. Olah pikir, olah rasa dan olah
raga. Undang-undang no. 20- Tahun 2003 mengamatkan itu. Pembinaan olahraga
menjadi sangat strategis untuk mewujudkan generasi bangsa yang berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan tanggung.
Agustinus Maboy, SH datang
mendekat. Ia memilih duduk disamping kiri dan berbisik tentang kerinduannya
yang terdalam sebagai orangtua. “Saya ketua komite di SMAN 3 Kupang Timur. Saya
datang mewakili seluruh orang tua siswa (peserta) kegiatan O2SN ini. Kami rindu
agar anak-anak kami diberi banyak ruang dan peluang untuk mengembangkan diri. Kami
memiliki keterbatasan dalam hal strategi dan waktu untuk mendampingi mereka
sesuai bakat dan minatnya. Lembaga pendidikan (sekolah) adalah harapan kami
satu-satunya. Kepada pemerintah terkait khususnya kepaa Bapa/Ibu guru, kami
percayakan untuk mempersiapkan masa depan anak-anak kami. Kegiatan O2SN ini
adalah salah satu jalan agar mereka bertumbuh menjadi pribadi yang mandiri, dan
berkarakter”, tandas anggota komisi A, DPRD Kabupaten Kupang ini.
***
“Berlarilah hingga finis”.
Kalimat itu melintas di telinggaku. Sebuah kalimat motifasi dari seorang guru
pendamping lomba lari. Sayangnya, saya tidak sempat menemukan pemilik suara
yang khas dan menggugah itu. Ia memotifasi anak didiknya yang kini tampil
sebagai peserta lomba lari agar percaya pada diri sendiri. Ia menyuruh lari
hingga finis. Tidak perlu menoleh apalagi berbalik. Ini bukan tentang juara
tetapi tentang api semangat yang harus tetap menyala. Garis finis adalah tujuan
yang harus dijadikan target untuk berjuang. Teringat kembali akan kata-kata
motivasi Soekarno, puluhan tahun silam. “Bermpilah setinggi langit”. Langit
adalah finis yang harus dituju.
Hatiku berdebar ketika
beberapa orang guru memeluk erat siswanya yang gagal dan tidak mampu meraih
finis. Ada kata hiburan yang terucap saaat air mata kekecewaan menetes. Di
arena ini, sorak riang kesuksesan dan air mata kegagalan berpadu mesra. Angin
terus berhembus membawa asa yang tidak pernah selesai. Berlariklah anakku.
Jangan ragu. Ada kegagelan, kekecewaan bahkan suara hinaan saat kembali ke
sekolah nanti. Kamu bakal dituding sebagai utusan yang gagal membawa misi dan
kerinduan warga sekolah untuk juara. Tapi ketahuilah, saat kamu berlari, alam
telah memberimu nilai. Kamu berhasil bukan karena kamu lebih cepat meraih garis
finis tetapi karena kamu telah menjalankan tugasmu dengan sungguh-sungguh.
Merlin Maya Ufi, S.Pd
selaku ketua panitia kegiatan O2SN tahun ini, menceritakan tentang harapannya.
Ia dan teman-teman panitianya telah berlelah-lelah menyiapklan arena dan segala
kebutuhan peserta lomba. Dari sekian banyak harapan yang ada, entah kenapa saya
mendengar jelas tentang kata iklim kompetisi. “Selaku panitia, saya berharap
iklim kompetisi yang sehat tercipta sejak dari sekolah hingga di tempat ini.
Kegaitan ini jangan hanya sebagai kegiatan tahunan semata. Harus ada kegitan
lain agar iklim kompetisi itu selalu terbentuk. Iklim kompotesi harus
diciptakan. Artinya, ke depan semua sekolah berpikir dan berkreasi menciptakan
moment perlombaan lainnya agar iklim itu tetap terjaga dan terawat baik”, tutur
Merlin.
Ketua Musyawarah Kerja
Kepala Sekolah (MKKS) SMA se-Kabupaten Kupang, Drs. Nikson Tanesib datang
memanggil. Mengajakku ke ruang sebelah barat sekolah itu untuk berdiksui dengan
para kepala sekolah yang hadir. Temanya focus pada topic olah pikir. Literasi
adalah salah satu cara untuk pikiran itu dilah dan dibentuk dalam satu cara
yakni menluis. Para kepala sekolah sudah
mendapat informasi tentang Cakrawala dalam surat himbauan Kadis P&K, nmr
421/I1011/PK/2019.
“Bapa/ibu sekalian,
selamat datang. Hadir di hadapan kita Pak Gusty, Pimpinan Umum Media pendidikan
Cakrawala NTT. Sekarang kita langsung mendengar Pak Gusty tentang sepak terjang
Cakrawala mengakarkan literasi di ini NTT dan bagaimana kita bisa ikut
mengambil bagian di dalamnya”, ujar Pak Nikson penuh semangat.
Menarik nafas diawal
pembicaraan adalah caraku merayakan kehadiran di tengah para guru. Rasa bangga
dan kagum boleh berdiri di hadapan para laskar pendidikan, penentu arah ke mana
generasi bangsa hendak dibawa. Pengalaman baik di beberapa daerah dan prodak
kegiatan literasi diceritakan sudah. Sebut saja, para guru Manggarai Timur yang
telah mencetak buku karya guru. Beberapa kabupaten bakal menyusul seperti
Nagekeo, Sumba Timur, Ngada dan Manggarai Barat. Ada juga cerita miris tentang
banyaknya generasi bangsa khususnya yang berada di bangku kuliah yang sulit
menulis. Ada kisah kelam akan banyaknya guru yang sulit mengusulkan kenaikan
pangkat. Ini cerita kita, inilah jalan sepi literasi di NTT. Tidak ada kata
terlambat untuk berbenah dan memulai. Jika mau bangkit bersama dan sejehatera
maka mari kita benahi mutu pendidikan kita. Kegiatan O2SN kita sedang
selenggarakan. Benar, jika pada badan
yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Namun itu belum cukup. Olah pikir dan olah
rasa mesti dikembangkan dan dihidupkan. Literasi adalah salah satu cara
mengolah pikiran dan rasa menuju pribadi berkarakter.
Berlarilah anakku.
Berlarilah sekencang mungkin. Jika kamu tidak mampu mencapai garis finis,
ambillah pena dan buatlah garis finis untuk dirimu sendiri. Jalani hidupmu dan
kembangkan talentamu. Suatu saat nanti alam dalam logikanya yang bijak akan
memberimu piala kejuaraan. Buah dari segala perjuanganmu. Selamat dan profisiat
untuk para juara O2SN SMA tingkat Kabupaten Kupang. Maju bersama hebat semua. Salam
cakrawala, salam Literasi.
Gusty Rikarno, S.Fil -- Jurnalis Cakrawala NTT
Gusty Rikarno, S.Fil -- Jurnalis Cakrawala NTT
0 Comments