Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

Ternyata Mirip Wajah Manusia - Penggalian Situs Bersejarah Watu Laban Munde


Manggarai Timur, CakrawalaNTT.com – Senin (4/2/2019), Kepala Suku Nggai bersama seluruh warga melakukaan penggalian situs bersejarah Watu Laban (watu: Batu, Laban: Melintang, red.). Batu Melintang ini berada di pinggir jalan Lintas Flores, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur tepatnya di Kampung Munde, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba.

Stefanus Anggal, Kepala Suku Nggai saat ditemui CAKRAWALA NTT di lokasi penggalian mengisahkan sekilas asal muasal Watu Laban menjadi Natar Laban yang merupakan nama asli Kampung Munde.

“Batu ini merupakan batu sejarah besar nenek moyang. Ini satu-satunya batu warisan leluhur yang masih ada dan kita masih bisa saksikan hingga saat ini. Batu ini disebut Watu Laban punya nilai sejarah dan mengandung mistis. Batu ini sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu,kisahnya.

Stefanus menuturkan, sebelum Belanda (1912-1926) batu ini sudah ada. Nama kampung ini sebelum zaman Belanda adalah Natar Laban yang berarti  Batu melintang.

Belanda masuk wilayah Manggarai Timur melalui Aimere. Mereka disambut dengan tari-tarian di perbatasan tepatnya sebuah kali yang bernama Wae Sae. Ketika Belanda tiba di Kampung Natar Laban ini para tetua adat menerima mereka dengan perdamaian tanpa ada perang. Mereka membuat posko atau kemah di kampung ini dan menyimpan segala macam perlengkapan perang termasuk Meriam.  Selanjutnya orang Belanda bertanya nama Bukit yang terletak strategis di depan dataran kampung. Orang-Orang tua menyebutkan nama bukit tersebut Munde. Maka sejak saat itu orang tua-tua di kampung ikut terima dan mulai menyebut nama Kampung Munde,” tutur Stefanus.

Lanjut Stefanus, di Kampung Munde kehidupan orang Belanda dengan masyarakat berjalan harmonis. Ini menjadi sejarah bahwa untuk pertama kali orang Manggarai Timur mengenal Katolik.  Saat itu ada 5 orang tua yang dipermandikan menjadi Katolik.

Keberadaan Belanda di kampung ini cukup lama. Kemudian Belanda pulang setelah di taklukan oleh Jepang. Pada masa kemerdekaan ada penggalian jalan lintas Flores tanpa disengaja para pekerja Rodi Jalan memindahkan situs Watu Laban, tdk terjaga, dan tertimbun sebagian.

“Pada waktu pelebaran Jalan tanpa disengajai  Batu sejarah tersebut tertimbun. Batu ukuran panjang 2,5 m dan lebar 90cm tertimbun di sini. Waktu mau dibuka jalan dusun yang baru, batu tersebut tertimbun oleh tanah, pasir, dan batu-batu lainnya. Kemudian dibuat upacara sebelum pengerjaan Terfor. Nah baru-baru ini sejak mulai pengerjaan jalan rabat ada banyak keluhan dari pekerja yakni banyak ditemukan hal-hal yang mengganjal. Maka dengan inisiatif pribadi pekerja proyek rabat Dusun Munde melaporkan hal tersebut.  Mereka melapor bahwa pekerjaan tidak berjalan baik padahal sejak start awal proses pengerjaan jalan rabat tidak ada kendala namun semakin mendekat ke sini (tempat Watu Laban tertimbun, red.) sekitar 300an meter banyak masalah, “ jelasnya.

Kepala Desa Komba, Isidorus Ruek membenarkan sejarah yang disampaikan oleh Kepala Suku Nggai.

“Memang benar yang disampaikan kepala suku Nggai bahwa kampung Munde punya nama asli yaitu Natar Laban. Ketika pengerjaan sudah mulai mendekat area ini banyak masalah. Saya sendiri  baru mengetahui bahwa ada batu sejarah Watu Laban yang terkubur di sini. Beberapa hari lalu tepatnya pada hari Jumat tanggal 1 Februari 2019 bersama beberapa tokoh adat mencoba untuk mencari dan alhasil batu tersebut ditemukan kemudian bersepakat untuk melakukan penggalian pada hari ini (Senin 04/02/19, red.) dan sekarang batunya sudah terangkat,” terangnya.

Isodorus sangat peduli dengan peninggalan-peninggalan leluhur. Oleh karena itu, ia memberikan dukungan agar Watu Laban tetap dijaga karena menjadi sejarah.

“Saya atas nama masyarakat Desa Komba sangat mendukung batu ini tetap dijaga. Ini batu sejarah, generasi sekarang wajib tahu. Bila perlu dibuat pangkuan fondasi yang bagus. Material pasir dan semen sudah ada. Tinggal sama-sama gotongroyong untuk bekerja,“ harap Isodorus.

Suasana pagi yang cukup mistis  ditandai dentuman petir  bergemuruh  dan cakrawala pagi yang tidak terlalu mendung tiba-tiba hujan deras mengguyur, seketika Kampung Munde dibaluti kabut putih. Namun atas ijinan Tuhan dan leluhur, pada Senin pagi (4/2) penggalian Situs Watu Laban dapat dilaksanakan. Batu berhasil diangkat ke permukaan tanah dalam keadaan utuh. Setelah diangkat baru diketahui bentuk Watu Laban menyerupai wajah manusia.

Ikut  dalam penggalian di Dusun Munde yakni Ferdinandus Timo, Yunus, Thomas Dola, Marten, Jimmy, Sippi, Gabriel Genggang serta semua keluarga besar Nggai yang dipimpin kepala Suku Stefanus Anggal. Munculnya kembali Watu Laban disambut gembira oleh masyarakat kampung Munde Suatu saat ketika dusun ini mekar menjadi Desa maka akan dinamakan Desa Watu Laban. (Ino Sengkang/rz)

Post a Comment

0 Comments