Kota Kupang, CakrawalaNTT.com - Peringatan Hari Pendidikan
Nasional 02 Mei 2018 di NTT tahun ini sepertinya tak seheboh sebelumnya.
Mungkin juga di-Indonesia pada umumnya. Semuanya kelihatan pasif. Memang adapun
aktivitas-aktivitas kategorial yang dikemas untuk mengenang dan memperingati
hajatan dalam payung nasional ini. Namun semua berlalu, pergi begitu saja dan
lenyap tak berpenghujung. Bagaikan hempasan angin sepoi-sepoi yang datang cuma menidurkan lalu pergi tanpa
arti. Tak tahu kenapa? Mungkin semua orang masih disibukkan dengan urusan
politik. Jawabannya bisa iya karena di tahun ini daerah, bangsa dan negara ini
akan melewati ajang akbar dalam dunia politik yaitu pilkada, pileg dan pilpres.
Atau juga ada yang masih sibuk urus dan fokus pada perdebatan para politikus, para
elitis yang tiap hari makin seru dihembuskan di media-media cetak, elektronik
maupun media online namun selalu tanpa akhir.
Apakah
memang semua orang tertidur dalam aura dari fenomena-fenomena yang demikian? Mungkin
juga iya. Tapi hal ini tidak berlaku untuk anggota Komunitas Secangkir Kopi
(KSK). Dalam gerak langkah dan rencana yang sederhana serba spontanitas,
komunitas yang anggotanya terkolaborasi dari latar belakang profesi ini menyelenggarakan
sebuah diskusi pendidikan dengan mengusung tema: Hardiknas 2018: Sebuah Catatan
Reflektif Bagi Kawula Muda.
Kegiatan
yang dimulai pada jam 19.30 dihadiri oleh beberapa perwakilan dari kelompok
kategorial di Kota
Kupang antara lain: Molas Ba Gerak, IKBPWK yang beberapa anggota diantaranya sudah
terafiliasi sebagai anggota GMNI NTT, Prospera dan aktivis penggerak pengadaan
taman baca di wilayah Amfoang. Sedangkan yang dipercayakan sebagai narasumber
dalam diskusi ini yaitu Dr. Lanny Koroh, seorang akademisi, aktivis sekaligus
tokoh penggerak Komunitas Teater perempuan Biasa dan Bung Sila, seorang aktivis
peduli pendidikan yang selalu memikul panji Misi Pancasila Sakti-nya.
Diskusi
yang difasilitasi moderator serba bisa Marianus Seong Ndewi, S.Pd, M.Pd yang juga “Wapres” KSK berjalan
santai penuh dinamika. Kegiatan ini
diawali dengan sepatah dua kata dari “Presiden” KSK Robertus El Bau, S.Fil. Selanjutnya para peserta dihantar
pada sesi pemaparan materi secara singkat dari kedua narasumber.
Dalam
materinya Dr. Lanny Koroh menjelaskan dan menekankan pentingnya pendidikan.
Karena baginya pendidikan merupakan asset masa depan. Selain asset masa depan
pendidikan juga modal untuk “menjaga diri”. Menurut Lanny Koroh banyak peristiwa
atau kejadian yang menimpa masyarakat
NTT akhir-akhir ini diantaranya Human Traffiking salah satunya karena lemahnya
SDM. Jika kita berbicara SDM maka itu sangat berkaitan dengan pendidikan. Jika
pendidikan rendah dan sumber daya manusia kita yang serba terbatas, martabat
dan harga diri kita bisa dipermainkan bahkan bisa diperjualbelikan dengan
sesukanya. Selain pendidikan, kebudayaan juga menjadi patokan yang melandasi
setiap perilaku kehidupan kita. Namun kita perlu juga selektif dan kritis terhadap
kebudayaan-kebudayaan atau kebiasaan yang ada. Karena kadang kebiasaan yang
kemudian dibudayakan ada yang tidak bersifat konstruktif. Disinilah sisi
edukasi perlu kita mainkan.
“Jika pendidikan tidak kita miliki secara memadai bagaimana kita memberikan sisi edukasi terhadap kebudayaan-kebudayaan yang dibiasakan namun kadang terasa janggal ini? Kita perlu memainkan peran ini. dan pendidikan menjadi asset penting. Dengan pendidikan kita bisa mengeksiskan diri kita sebagai ada yang ber-ada dan meng-ada-kan aktivitas humanis kita yang lain, “pungkas doctor linguistic jebolan Universitas Udayana Bali ini.
“Jika pendidikan tidak kita miliki secara memadai bagaimana kita memberikan sisi edukasi terhadap kebudayaan-kebudayaan yang dibiasakan namun kadang terasa janggal ini? Kita perlu memainkan peran ini. dan pendidikan menjadi asset penting. Dengan pendidikan kita bisa mengeksiskan diri kita sebagai ada yang ber-ada dan meng-ada-kan aktivitas humanis kita yang lain, “pungkas doctor linguistic jebolan Universitas Udayana Bali ini.
Sedangkan
Bung Sila dalam materinya menguraikan beberapa benang kusut pendidikan di NTT.
Menurutnya memang pada dasarnya pendidikan itu penting dan semua layak untuk
mendapatkannya. Namun di NTT ini masih hanya sebatas konseptual. Secara
praksis banyak anak secara individual
dan sekolah-sekolah secara lembaga belum secara maksimal mencecapi dan
mendapatkan pendidikan yang layak. Dari perjalanan misinya ke pelosok-pelosok
daerah di NTT ditemukan masih ada sekolah-sekolah yang selama ini menjalankan
proses belajar mengajar dalam kondisi yang memprihatinkan. Terkait dengan hal
ini Bung Sila dalam diskusi ini mengangkat contoh-contoh persoalan pendidikan
diantaranya yang sedang dialami SD
Negeri Onitua Kupang Barat dan SDN Nanga Boleng Kecamatan Boleng Kabupaten
Manggarai Barat. Untuk kasus SDN Nanga Boleng sudah ditangani pemda setempat.
Sedangkan untuk SDN Onitua Kupang Barat masih dalam posisi memprihatinkan. Menurut
Bung Sila bagaimana pendidikan dikatakan itu penting jika ada sekolah yang
keadaan fisiknya diabaikan seperti ini. Maka menurutnya perlu adanya intervensi
instrumen pendidikan itu sendiri yaitu pemerintah daerah setempat. Jika
instrument pendidikan juga pasif maka setiap kita harus punya inisiatif untuk
berkontribusi menegur “ketidakpedulian” ini dengan cara-cara kita.
“Kita tidak bisa tinggal diam. Ini menjadi
kesadaran bersama kita semua, “pungkas salah satu calon DPD RI yang sementara memenuhi
proses verifikasi administrasi tahap dua ini dengan penuh antusias.
Selain pemaparan materi moderator juga membuka
ruang diskusi. Selain berdiskusi tentang materi yang diberikan narasumber, ada
juga beberapa poin penting dari beberapa pertanyaan peserta yang didiskusikan.
Tiga diantaranya adalah pertama,
masalah bisnis baru ala kampus dan manajemen kampus yang belum berpihak pada
kepentingan mahasiswa yang diungkapkan salah satu perwakilan dari Komunitas
Molas Ba Gerak. Kedua, semakin
rendahnya budaya menghargai para siswa dan lemahnya manajemen organisasi
sekolah yang diungkapkan salah satu perwakilan dari salah satu Komunitas
Mahasiswa Manggarai Timur. Ketiga, rendahnya pemahaman dan pemaknaan tentang
budaya dan semakin luntur budaya literasi (baca tulis) yang diungkapkan salah
satu aktivis penggerak pengadaan taman baca di wilayah Amfoang.
Proses diskusi ini berjalan sangat alot,
dinamis namun santai sembari menikmati kopi dan pisang rebus sungguhan
sederhana ala Komunitas Secangkir Kopi. Para narasumber dan peserta terlihat
sangat aktif dan antusias sampai kegiatan ini selesai. Akhir kegiatan ditutup
dengan rencana aksi bersama mengunjungi salah satu taman baca yang akan
dibentuk di Amfoang dan dilanjutkan dengan foto bersama. (Lamawato04)
0 Comments