Gerson Poyk ketika menerima penghargaan sebagai Tokoh Sastra NTT (Ende, 2015) Foto: Robert Fahik/Cakrawala NTT |
Gerson Poyk adalah
sastrawan kelahiran Rote, NTT, 16 Juni 1931. Mantan guru (di Ternate dan Bima)
dan wartawan Sinar Harapan ini
dikenal lewat berbagai karyanya yang tidak sedikit mengangkat lokalitas NTT.
Mengacu
pada hasil penelusuran Yohanes Sehandi (dituangkan dalam buku Sastra Indonesia Warna Daerah NTT),
tahun 1961 merupakan awal Gerson Poyk terjun ke dunia publikasi karya sastra.
Hal ini terjadi ketika majalah Sastra Edisi
Tahun I, Nomor 6, Oktober 1961, memuat cerpen Gerson Poyk berjudul “Mutiara di
Tengah Sawah”. Bahkan di tahun yang sama, cerpen tersebut dianugerahi sebagai
cerpen terbaik dan mendapat hadiah dari majalah Sastra. Atas alasan ini, Sehandi kemudian menyebut Gerson Poyk
sebagai “Perintis Sastra NTT”, karena dialah orang NTT pertama yang menulis
dan mempublikasikan karya sastra di
media massa.
Gerson
ternyata tidak hanya menjadi orang NTT pertama yang menulis di media massa,
melainkan seorang penulis produktif yang menghasilkan begitu banyak karya tulis baik berupa
buku puisi, cerpen, novel, maupun karya jurnalistik. Tidak sedikit dari
karya-karya tersebut menghantarkannya untuk meraih sejumlah penghargaan. Dari
berbagai literatur yang ada, tercatat karya-karya tersebut yakni: Hari-Hari Pertama
(1968), Matias Akankari (1972), Sang Guru (novel,
1972), Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Aleksander Rajagukguk
(cerpen, Nusa Indah, Ende, 1974), Nostalgia Nusa Tenggara (cerpen, Nusa Indah,
Ende, 1975), Jerat (cerpen, Nusa Indah, Ende, 1978), Cumbuan Sabana
(novel, Nusa Indah, Ende, 1979), Petualangan Dino (novel anak-anak, Nusa
Indah, Ende, 1979), Giring-Giring (1982), Di Bawah Matahari Bali
(1982), Seutas Benang Cinta (1982), Requem untuk Seorang Perempuan
(1983), La Tirka Tar (1983), Mutiara di Tengah Sawah (cerpen,
1985), Anak Karang (1985), Puber Kedua di Sebuah Teluk
(1985), Doa Perkabungan (1987), Impian Nyoman Sulastri (1988),
Hanibal (1988), Poti Wolo (1988), Negeri Lintasan Petir (pemenang sastra asean 1989 dan
adinegoro 1986), Sang Sutradara dan Wartawati
Burung (2009), Keliling Indonesia, dari Era Bung Karno Sampai SBY (2011), Meredam Dendam, Tarian Ombak, Seruling Tulang, Enu Molas di Lembah
Lingko, Putra-Putri Gutemberg, Cintaku yang Tulus Khinatimu yang Mulus,
Profesor Blo,on. Karya terakhir Gerson Poyk yang diluncurkn yakni buku kumpulan puisinya
berjudul Dari Rote ke Iowa, diluncurkan di Galeri Cipta 2, Taman Ismail
Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Juni 2016. Acara peluncuran buku ini
digelar sekaligus untuk merayakan Ulang Tahun Gerson Poyk ke-85.
Selain itu Gerson masih sempat menulis
dua buah buku. Pertama, sebuah buku tentang
keberagaman agama di Indonesia. Menurut putri pertamanya, Fanny J. Poyk, buku
itu ditulis Gerson Poyk sejak November 2016. Selain buku tersebut, ada juga
sebuah novel berjudul Terrorism No, Peace Yes. Novel ini sudah selesai ditulis, dan kepada
putrinya, Gerson menitipkan pesan untuk melihat lagi catatan kaki yang ada
sebelum dterbitkan.
Gerson Poyk tidak saja luar biasa dari
segi kuantitas karya tulis. Kualitas tulisan Gerson Poyk tak perlu diragukan
lagi. Gerson Poyk pernah meraih hadiah hiburan dari majalah Sastra pada tahun 1962 dengan cerpen
“Mutiara di Tengah Sawah”. Cerpennya “Oleng-Kemoleng” mendapat pujian majalah
sastra Horison sebagai cerpen yang
dinominasi untuk merih hadian majalah itu pada tahun 1968. Tahun 1972 ia menerima
Penghargaan Sastra ASEAN untuk novelnya Sang Guru. Tahun 1985 dan 1986 ia berturut-turut
memenangkan hadiah Adinegoro atas laporannya di majalah Sarinah, hadiah tertinggi dalam bidang jurnalistik yang
diberikan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Tahun 1989 ia mendapat SEA Write Award (Hadiah Sastra Asean)
dari Kerajaan Thailand. Ia juga pernah mendapat penghargaan Lifetime Achievement Award dari Harian Kompas untuk kesetiaannya selama puluhan tahun menulis karya sastra
(Kaki Langit 133/Januari 2008, dalam
majalah sastra Horison edisi Januari
2008).
Tahun 2011 Gerson juga menerima Anugerah
Kebudayaan dari Presiden SBY karena jasa-jasanya di bidang sastra dan budaya. Kemudian
tahun 2012 ia mendapat penghargaan NTT
Academia Award untuk kategori Sastra dan Humaniora (Sehandi, 2015). Tahun
2015 Gerson Poyk mendapat penghargaan dari Kantor Bahasa Provinsi NTT sebagai
Tokoh Sastra NTT Tahun 2015.
Selain menerima berbagai penghargaan di
bidang sastra dan jurnalistik, Gerson juga pernah terlibat dalam beberapa
kegiatan bertaraf internasional. Akhir tahun 1982, ia diundang untuk
mengikuti Konferensi Pengarang Asia-Afrika di India. Sebelumnya pada tahun 1970 – 1971 Gerson
menjadi sastrawan pertama dari Indonesia yang mengikuti International Creative Writing Program yang diselenggarakan The University of Iowa, Amerika Serikat.
Dua
puluh tahun kemudian ia diundang lagi sebagai Internasional Visitor pada
program yang sama.
Gerson Poyk meninggal dunia pada Jumat,
24 Februari 2017 pukul 11.00 di ruang perawatan Nomor 472 RS Hermina Depok,
Jawa Barat setelah dirawat sejak 13 Februari 2016. Sebelum dilarikan ke RS,
malam hari ia jatuh di kamar mandi dan didiagnosa mengalami stroke. Ia dimakamkan
pada 28 Maret 2017 di TPU Fatukoa, Kupang. (Robert Fahik/dari berbagai sumber)
1 Comments
karya beliau yang pertama saya baca adalkah Matias Akankarit....(ada di buku pelajaran SMP)
ReplyDelete