Fr. Jovito do Rego de Jesus Araujo saat memaparkan materinya. |
Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang dan Centro Nacional Chega!
I.P Timor Leste menggelar seminar internasional dengan tema “Mempererat
Jembatan Perdamaian dan Rekonsiliasi Antarbangsa” di Auditorium St. Paulus,
Gedung Rektorat, Kampus Penfui, Senin (30/9/2024).
Seminar internasional tersebut dibuka secara resmi
oleh Rektor Unwira yang diwakili oleh Wakil Rektor III, Rodriques Servatius.
Mewakili Pater Philipus Tule, SVD., Rodriques menyampaikan apresiasi kepada
FISIP Unwira yang telah merancang kegiatan tersebut.
“Kegiatan ini sangat bagus. Apresiasi atas semua ide
dan niat baik sehingga kegiatan ini bisa terselenggara demi mendiskusikan tema
hari ini,” ujarnya.
Baca juga: Gandeng UPR, Prodi Pendidikan Bahasa Inggris UNWIRA Gelar Kuliah Umum Bahas Pemanfaatan Artificial Intelligence dalam Pembelajaran
Rodriquest mengatakan, rekonsiliasi, sebagaimana tema
yang diusung, merupakan jembatan emas untuk mewujudkan perdamaian di tengah
berbagai teori dan konsep dewasa ini. Maka dari itu, ia berharap agar isi dan
hasil diskusi pada seminar internasional tersebut bisa memberikan kontribusi
yang nyata bagi Unwira maupun Centro Nacional Chega! I.P.
Untuk diketahui, pada kesempatan tersebut, terdapat
beberapa pembicara/narasumber yang hadir, yakni Hugo Maria Fernandes (Executive
Director of Centro Nacional Chega! I.P), Fr. Jovito do Rego de Jesus Araujo
(Board Member of Centro Nacional Chega! I.P), Pater Gregor Neonbasu, SVD.,
Ph.D. (Dosen FISIP Unwira), dan Fr. Dameanus Abun, SVD., Ph.D. (Human Resource
Head: Divine Word College of Laoag, Philipines).
Dalam pemaparannya, Fr. Jovito do Rego de Jesus Araujo
menekankan pentingnya relasi dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, kodrat
manusia adalah hasil dari rentetan hubungan timbal balik yang diwariskan secara
turun temurun.
“Kita semua (manusia) adalah hasil dari relasi. Itulah
kodrat kita sebagai manusia,” tukasnya.
Ia mengatakan, untuk membangun relasi, dibutuhkan
jembatan perdamaian. Namun, terkadang, sambungnya, relasi itu rusak dan
terkikis dari esensinya. Bahkan, relasi kehilangan makna dari kehidupan itu
sendiri. Kondisi tersebut, tambah Fr. Jovito, membutuhkan rekonsiliasi sebagai
jalan keluar atas persoalan yang terjadi.
“Rekonsiliasi menjadi cara untuk merayakan perbedaan
antarbangsa dan resolusi konflik perdamaian,” pungkasnya.
Pantauan media, kegiatan tersebut dipandu oleh
Stephanie P. A. Lawalu selaku moderator, serta diikuti oleh para mahasiswa,
dosen, undangan, dan awak media. (MDj/red)
0 Comments