Fretherjul Mauritswil Nama, S.Si.
(Guru SMPN 1 Kupang Tengah)
CAKRAWALANTT.COM - Pendidikan sejatinya adalah jalan untuk mengarahkan individu
atau kelompok menuju suatu masa perkembangan yang lebih maju. Masing-masing individu
terlahir dengan keunikan atau kekhasan yang membedakannya dengan individu atau
kelompok lain. Keunikan tersebut harus diasah, dipoles, dan diperkuat dengan
suatu wadah transformatif yang disebut pendidikan. Melalui proses pendidikan,
individu atau kelompok akan mempertajam pola pikirnya, mengasah kreativitas,
dan kelak menciptakan inovasi yang lebih maju.
Dalam proses pendidikan (formal), seseorang akan
menjalani peran sebagai peserta didik yang senantiasa belajar untuk memperoleh
pengetahuan atau informasi. Kegiatan belajar tersebut akan dipandu oleh seorang
guru yang berperan sebagai pendidik, pengajar, fasilitator, dan pemimpin dalam
proses pembelajaran. Proses pembelajaran harus dan wajib berpusat pada peserta
didik (student centered) guna
memberikan akses belajar yang lebih luas kepada peserta didik. Selain itu,
peserta didik harus menggali potensinya, mengembangkan diri, dan
mengekspresikan kemampuannya secara maksimal.
Konsep pendidikan tersebut sejalan dengan kebijakan
Merdeka Belajar yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui
Kememterian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Setiap
satuan pendidikan dan bahkan guru wajib menerapkan pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik, menyenangkan, dan bermuara pada pengembangan potensi
peserta didik.
Namun, pada kenyataannya, tidak semua satuan pendidikan
dan guru dapat mewujudkan kondisi-kondisi tersebut. Di UPTD Sekolah Menengah
Pertama Negeri (SMPN) 1 Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, kondisi tersebut kerap
terjadi. Penulis, selaku guru pengampu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA), sering mengalami persoalan dalam proses pembelajaran, terkhususnya di
kelas VII.
Banyak peserta didik yang kurang bersemangat dan
antusias dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar, utamanya pada materi “Interaksi
Antar Komponen Penyusun Ekosistem”. Mereka sering tidak menghiraukan penjelasan
Penulis dan terkesan tidak berkonsentrasi saat proses pembelajaran. Kondisi tersebut
berdampak pada pencapaian hasil belajar, di mana hampir 70% peserta didik
memperoleh nilai di bawah standar Kompetensi Kelulusan Minimum (KKM).
Setelah melakukan pengamatan, Penulis menemukan dua
faktor penyebab, yakni penyesuaian diri peserta didik terhadap pola
pembelajaran dan metode mengajar yang digunakan saat berlangsungnya proses
pembelajaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa para peserta didik kelas VII sedang
berada pada fase peralihan dari pola belajar jenjang Sekolah Dasar (SD) menuju
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal itu berpengaruh pada daya serap mereka saat
terjadinya transfer ilmu. Kondisi itu semakin diperburuk dengan penerapan metode
mengajar yang konvensional dan monoton, sehingga tidak dapat merangsang daya
pikir dan imajinasi peserta didik.
Guna mengatasi persoalan tersebut, maka Penulis
berusaha menerapkan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, yakni
pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning), dengan pendekatan saintifik dan metode diskusi kelompok. Menurut
Stepien, dkk (1993), pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model
pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah, sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah tersebut (Ngalimun, 2013).
Model pembelajaran berbasis masalah memberikan ruang
kepada guru untuk berperan sebagai fasilitator atau penyedia pembelajaran bagi
para peserta didik. Guru harus memahami dan melihat kondisi para peserta didik,
sehingga proses pembelajaran bisa menyentuh langsung kebutuhan masing-masing
peserta didik. Dalam praktiknya, penerapan model pembelajaran berbasis masalah
dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut.
Pertama, orientasi pada masalah. Pada tahap ini,
peserta didik diberikan topik persoalan tentang lingkungan sekitar yang difokuskan
pada ekosistem. Peserta didik kemudian diminta untuk melihat lingkungan sekitar
melalui tayangan video youtube
sebagai bentuk stimulus. Hal ini bertujuan untuk menarik minat peserta didik.
Kedua, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar.
Pada tahap ini, guru memberikan penjelasan mengenai pengisian lembar kerja dan
langkah kerja yang akan dilakukan oleh peserta didik. Selain itu, peserta didik
akan dijelaskan tentang rubrik penilaian pengetahuan, keterampilan, dan kerja
individu atau kelompok. Rubrik penilaian tersebut akan diisi oleh guru.
Ketiga, membimbing penyelidikan individu atau
kelompok. Pada tahap ini, para peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok. Mereka
akan turun langsung ke lapangan untuk mencari tahu akar permasalahan. Mereka
akan saling berdiskusi dan menuliskan semua hal baru. Di sini, guru akan
mengamati dan melakukan penilaian atas kegiatan yang telah dilakukan oleh
peserta didik.
Keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada
tahap ini, peserta didik akan mempresentasikan hasil kerjanya. Seusai presentasi,
guru akan memandu jalannya diskusi dalam sesi tanya-jawab. Setiap peserta didik
akan mengeluarkan pendapat dan pandangannya terhadap hasil kerja yang dipaparkan
tersebut. Di sini, mereka dapat berlatih untuk berpikir kritis dalam melihat
persoalan dan kreatif dalam mencari solusi. Hal ini berguna untuk menciptakan
suasana pembelajaran yang lebih kondusif.
Kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Pada tahap ini, guru dan peserta didik menyimpulkan hasil kerja guna
menjawabi tujuan pembelajaran. Para peserta didik diminta untuk membuat
kesimpulan dan kemudian ditambahkan oleh guru. Dengan begitu, para peserta
didik bisa memperoleh beragam alternatif solusi dari permasalahan yang terjadi.
Pada akhir pembelajaran, Penulis membuat asesmen dan
refleksi. Penilaian atau asesmen dilakukan dengan menggunakan aplikasi kahoot, di mana para peserta didik
diberikan kuis atau pertanyaan untuk dijawab. Mereka tampak sangat bersemangat
dan lebih antusias. Di sisi senada, pada bagian refleksi, Penulis memperoleh
banyak respon positif setelah menerapkan model pembelajaran berbasis masalah
tersebut.
Seiring berjalannya waktu, Penulis menemukan adanya perubahan
yang positif, di mana terjadi peningkatan pada pencapaian hasil belajar peserta
didik. Presentase keberhasilan yang awalnya hanya sebesar 30% bisa meningkat
menjadi 95%. Hal ini tentu dipengaruhi oleh penerapan model pembelajaran
berbasis masalah yang mengutamakan kemandirian, pola pikir kritis, dan
kreativitas peserta didik.
Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
berbasis masalah sangat bermanfaat dalam menciptakan kegiatan belajar dan
mengajar yang berorientasi pada peserta didik. Oleh sebab itu, guru harus terus
berproses untuk meningkatkan kompetensinya sebagai fasilitator pembelajaran. Selain
itu, guru juga wajib memegang teguh prinsip keberpihakan kepada peserta didik,
reflektif, mandiri, kolaboratif, dan inovatif. Dengan demikian, proses
pembelajaran bisa mencapai hasil yang memuaskan. (red)
2 Comments
Terima Kasih Cakrawala NTT
ReplyDeleteHal yang paling utama Guru harus selalu Berinovasi dalam Mengajar dengan Demikian siswa tidak bosan dan ingin selalu mau belajar karena Guru yg selalu berinovasi..
ReplyDelete