![]() |
Pose bersama. |
Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP),
Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, bekerja sama dengan Centre
for East Indonesian Studies (CEIS) menggelar kegiatan diskusi terbuka bagi
dosen dan mahasiswa dengan tema Pembangunan
Geotermal di Flores: Investasi Energi versus Penghancuran Ekologi, Jumat
(1/12/2023), di Aula St. Paulus, Lantai 4 Gedung Rektorat, Kampus Penfui.
Kegiatan diskusi tersebut menghadirkan 2 Narasumber,
yakni Dosen PolGov Universitas Gadjah Mada, Longgina Bayo, dan Aktivis Jaringan
Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar.
Baca juga: Fakultas Filsafat UNWIRA Gelar Seminar Internasional, Begini Tanggapan Pemateri dari Timor Leste
Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Eksekutif CEIS,
Didimus Dedi Dhosa, S.Fil., MA., menegaskan, tema yang diangkat tersebut sangat
penting untuk dibahas karena kebijakan pemerintah terkait energi terbarukan
dengan menggunakan panas bumi (geotermal) sebagai sumber daya telah merampas
hak tanah masyarakat Flores.
“Sepanjang tahun ini pula kita melihat
pengerahan-pengerahan aparatur, kekerasan, dan state koersif di tempat-tempat yang akan dijadikan sebagai
pengembangan geotermal,” ungkap Dosen Ilmu Pemerintahan tersebut.
Sementara itu, dalam pemaparannya, Longgina Bayo
menggambarkan tentang perjalanan energi terbarukan di Indonesia secara umum,
khususnya di daerah Flores.
Baca juga: Universitas Katolik Widya Mandira Berkolaborasi dengan Masyarakat untuk Pembangunan Taman Doa
“Saya ingin menunjukkan kenapa geotermal ini menjadi
salah satu isu yang digenjot oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2014,” ujar Kandidat
Doktoral di The University of Melbourne tersebut.
Ia menerangkan, isu tersebut muncuk sejak
diterbitkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi yang dengan
jelas menyebutkan salah satu area pengeboran adalah Wae Sano.
“Kemudian dilakukan kajian awal di Flores dan di
situlah ditemukan bahwa Flores ini adalah ring
of fire (cincin api pasifik) yang memiliki 18 titik geotermal,” jelas
Longgina.
Baca juga: Dorong Pengawasan Pemilu Partisipatif, BAWASLU dan UNWIRA Adakan Kegiatan BAWASLU Goes to Campus
Temuan tersebut, ujarnya, menjadi penyebab dicetuskannya
Keputusan Menteri ESDM No. 2268 K/30/MEM/2017 yang menetapkan Flores sebagai
pulau panas bumi. Oleh karena itu, Longgina menyerukan untuk tidak mengotakkan
isu Wae Sano hanya sebagai masalah eksklusif orang Flores, tetapi sebagai isu
lingkungan yang perlu dihadapi bersama.
“Untuk itu, jangan menjadikan Wae Sano sebagai isu
eksklusif orang Flores, tapi jadikan Wae Sano sebagai isu iklim bersama,”
pungkasnya. (Sandro Sogemaking/Ocha
Saru/MDj/red)
0 Comments