Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

Beatrix Y. Manehat dan Kisah Merawat Bumi

 

Beatrix Yunarti Manehat. Foto: Arsip pribadi.


Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Dalam beberapa literatur budaya, narasi-narasi masyarakat lokal tidak terlepas dari konsep pemahaman tentang bumi. Bumi dianggap sebagai rumah besar, tempat berlangsungnya siklus kehidupan manusia dalam berbagai rentang waktu. Bumi dihayati dan dihormati layaknya seorang ibu, sosok yang mengandung, melahirkan, dan membesarkan anak-anaknya dalam dekapan kasih sayang.

 

Pemahaman itu mendorong terciptanya narasi kebudayaan yang menekankan esensi dan eksistensi bumi sebagai sosok yang selalu dihadirkan dari segi ritualistik dan nilai-nilai humanistik. Beberapa kelompok masyarakat menyebut bumi dengan istilahnya masing-masing yang kemudian diterjemahkan ke dalam mitologi, legenda, maupun cerita rakyat beserta nilai-nilai budayanya. Hal itu secara turun temurun diwariskan sebagai sebuah kearifan lokal.

 

Tidak jarang, pada kelompok masyarakat tertentu, bumi selalu mendapatkan perhormatan tertinggi, sehingga kerap disakralkan. Hal itu pun tertanam dalam kultur kebiasaan masyarakat saat melakukan ritual adat, seperti memulai masa tanam dan menyelesaikan masa panen. Bahkan, dalam kepercayaan masyarakat lokal, apabila pelibatan dan penghormatan terhadap (ibu) bumi tidak dilakukan sesuai tatanan adat setempat, maka akan datang bencana atau kesialan sebagai akibat dari “kedurhakaan” manusia.


Beatrix saat memberikan sosialisasi kepada para mahasiswa terkait sampah dan dampak buruknya bagi lingkungan.

Konsep pemahaman tentang bumi tersebut juga selaras dengan pemikiran dan aksi yang dilakukan oleh Beatrix Yunarti Manehat, seorang Akademisi yang giat menyuarakan narasi dan melakukan aksi merawat bumi. Beatrix, sapaan akrabnya, melihat bumi sebagai rumah bagi seluruh mahkluk hidup. Merawat bumi, ungkapnya, adalah tanggung jawab kolektif yang melibatkan semua pihak, tanpa terkecuali.

 

“Bumi ini adalah rumah besar kita. Bumi bagaikan seorang ibu yang senantiasa menjaga dan harus dijaga. Dari dalam rahim bumi inilah lahir begitu banyak kehidupan. Tanpa kehadiran (ibu) bumi, maka tidak akan ada kehidupan. Inilah alasan mengapa tugas merawat bumi adalah kewajiban dan tugas kolektif yang melibatkan semua orang,” tuturnya ketika diwawancarai oleh media ini, Selasa (19/12/2023).    

 

Narasi dan Pemikiran untuk Merawat Bumi

 

Beatrix mengungkapkan, narasi dan pemikiran untuk merawat bumi tentu berangkat dari realita kondisi alam dan lingkungan sekitar sebagai penyokong kehidupan di muka bumi. Alam menciptakan ekosistem yang dinamis dan lingkungan menopang kehidupan komponen-komponen ekosistem dalam satu interaksi yang timbal balik.

 

“Dinamika interaksi tersebut secara perlahan menghasilkan perubahan dan kemajuan yang menunjang peradaban. Norma, nilai, pengetahuan, dan teknologi yang mendukung kehidupan seluruh makhluk hidup lahir sebagai hasil interaksi tersebut. Semua itu berkumpul dalam satu rahim yang sama, yakni (ibu) bumi,” tambahnya.


Beatrix bersama rekan-rekan komunitas peduli lingkungan seusai melakukan aksi pilih-pilah sampah di Pantai Lasiana, kota Kupang.

Ia menerangkan, saat ini, salah satu persoalan lingkungan yang paling santer dibicarakan, terutama di kota Kupang, adalah sampah. Sampah-sampah itu, sambung Beatrix, paling banyak dihasilkan dari aktivitas rumah rumah tangga, pusat perniagaan, pusat perkantoran, fasilitas publik, dan pasar. Persoalan sampah, ujarnya, merupakan persoalan serius yang tengah dihadapi masyarakat, apalagi menyangkut kebersihan lingkungan dan kesehatan anggota masyarakat.

 

“Sesuai data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di kota Kupang, kita sudah memroduksi sebanyak 218.98 ton sampah pada tahun 2021. Jumlah itu meningkat dari sebelumnya sebesar 214.98 ton perhari pada tahun 2020. Sampah-sampah itu bersumber dari berbagai tempat,” jelas Dosen Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang tersebut.

 

Beatrix menambahkan, salah satu kekurangan dalam upaya meminimalisir persoalan sampah adalah minimnya pengetahuan tentang manajemen pengelolaan sampah. Akibatnya, sampah organik dan anorganik tercampur menjadi satu tanpa adanya pengolahan lebih lanjut.

 

“Salah satu kekurangan kita adalah minimnya manajemen pengelolaan sampah. Padahal, sampah-sampah itu seharusnya dipilah terlebih dahulu. Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), semua sampah tercampur, tertimbun, dan bahkan berpotensi menyebabkan penyakit,” tukas peraih penghargaan Perempuan Penggerak Bumi (Woman Earth Alliance) Tahun 2021 ini.


Beatrix bersama anak-anak rumah baca dampingan Beatrix Yunarti Manehat Foundation.

Membangun Pemahaman Lingkungan bagi Anak-anak

 

Sejak tahun 2014, Beatrix konsen bergerak di bidang pendidikan melalui yayasan yang didirikannya, yakni Beatrix Yunarti Manehat Foundation. Seiring berjalannya waktu, tepatnya sejak tahun 2021, yayasan tersebut turut terlibat dalam berbagai aksi menjaga lingkungan. Menurutnya, pendidikan harus menjadi rumah formasi yang berperan untuk membentuk dan membina generasi muda, baik dari segi pengetahuan, pengalaman, maupun karakter, untuk memahami esensi lingkungan dan membangun komitmen dalam merawat bumi.

 

“Dalam dunia pendidikan, generasi muda kita bisa mencapai tujuan intelektualnya. Namun, di sisi lain, pembentukan karakter juga harus dicapai, salah satunya dengan membangun komitmen dalam merawat bumi. Keseimbangan antara intelektualitas dan karakter itulah yang menjadikan kita sebagai manusia yang memiliki nilai (value),” ungkapnya.

 

Beatrix mengisahkan, Beatrix Yunarti Manehat Foundation awalnya membangun rumah baca bagi anak-anak di sekitaran kota Kefamenanu. Dalam ruang-ruang literasi itulah ia dan teman-temannya memberikan pengetahuan tentang alam dan lingkungan kepada anak-anak sejak usia dini.


Salah seorang mahasiswa sedang menanam anakan pohon.

“Saya dan teman-teman di yayasan membangun rumah baca. Di dalamnya, anak-anak diberikan pemahaman tentang lingkungan di sela-sela membaca buku. Ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan pemahaman tentang lingkungan bagi anak-anak sejak usia dini, sekaligus menanamkan kecintaan terhadap lingkungan,” terang Beatrix yang pernah dinobatkan sebagai Penggerak Literasi oleh Bupati Timor Tengah Utara pada tahun 2021.

  

Menanam Pohon dan Menabung Sampah

 

Beatrix Yunarti Foundation juga membantu menyalurkan persediaan buku-buku bacaan pada beberapa rumah baca dengan syarat harus menanam pohon di pekarangan rumah. Selain itu, Beatrix juga membantu beberapa anak kurang mampu untuk memperoleh beasiswa pendidikan Strata 1 (S1), tetapi dengan syarat harus menanam minimal 10 anakan pohon di rumah masing-masing.

 

“Kami juga bersama komunitas-komunitas lain turut berpartisipasi dalam kegiatan menanam pohon. Saya juga membantu anak-anak kurang mampu untuk memperoleh beasiswa pendidikan dengan syarat wajib menanam sepuluh anakan pohon di rumah,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, untuk mendukung terciptanya manajemen pengelolaan sampah yang baik, Beatrix membangun kerja sama dengan Unwira dan Bank Sampah Mutiara Timor melalui program menabung sampah bagi mahasiswa. Mereka mengumpulkan dan memilah sampah-sampah plastik untuk dibawa ke Bank Sampah Mutiara Timor. Sampah-sampah itu kemudian didata dan dihitung besaran biaya tabungan sesuai jumlah sampah yang dikumpulkan.



“Kita fokus menjalankan program menabung sampah. Selama masa uji coba enam bulan di tahun (2023) ini, dari total 200 mahasiswa, mereka berhasil mengumpulkan kurang lebih 1024 kilogram sampah plastik. Sampah-sampah itu akan diolah dan didaur ulang kembali untuk menekan dampak buruk pada lingkungan,” tambah Beatrix.

 

Pada suatu kesempatan, dilansir dari cakrawalantt.com, Meilsi Mansula, dari Bank Sampah Mutiara Timor, mengapresiasi program mengumpulkan dan menabung sampah, sebab mampu mendukung pengelolaan sampah yang baik dan benar. Ia mengatakan, terdapat metode pemilihan dan pemilahan sampah yang memang harus diketahui oleh masyarakat, sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.

 

“Tentunya, pemilihan dan pemilahan ini bertujuan agar kita semua bisa membedakan jenis-jenis sampah yang akan dikumpulkan,” terangnya saat menyosialisasikan dampak buruk sampah pada kegiatan Kupang Pilah Pilih Sampah Plastik, Senin (16/10/2023), di Pantai Lasiana Kupang, bersama Beatrix Yunarti Manehat Foundation.


Beatrix bersama CEO Bank Sampah Mutiara Timor, Meilsi Mansula.

Kisah Merawat Bumi dan Misi Pembangunan yang Berkelanjutan

 

Kisah Beatrix untuk konsisten merawat (ibu) bumi senada dengan misi pembangunan yang berkelanjutan sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Dalam konsep pembangunan yang berkelanjutan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dicapai, yaitu berwawasan lingkungan (enviromental sound), memberdayakan masyarakat (community empowering), mengembangkan ekonomi lokal (local economic development), dan memperkuat budaya (strengthening of culture).

 

Beatrix, melalui narasi, pemikiran, dan aksi, secara tidak langsung berkontribusi bagi perwujudan misi pembangunan yang berkelanjutan. Hal-hal kecil yang dilakukannya dengan konsisten tentu berdampak besar bagi kelestarian lingkungan. Masyarakat, terkhususnya generasi muda, dapat memperoleh pemahaman berbasis lingkungan, diberdayakan melalui program menabung sampah, dan mengembangkan ekonomi lokal.

 

Selain itu, Beatrix juga turut memperkuat budaya dengan menanamkan rasa cinta terhadap alam dan lingkungan sebagai penghormatan kepada bumi, sosok ibu yang melahirkan kehidupan. Hal itu sesuai dengan pemikiran Arne Naess, seorang Filsuf Norwegia, yang menekankan konsep deep ecology untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya lingkungan sekaligus memperkenalkan nilai instrinsik dari semua bentuk kehidupan.


Pose bersama para mahasiswa dan rekanan komunitas peduli lingkungan di kota Kupang.

Konsep tersebut menawarkan sebuah hubungan harmonis antara manusia dan alam/lingkungan, memandang alam dan lingkungan sebagai sebuah nilai yang harus dihormati, menunjang keberlanjutan ekologis, melibatkan semua pihak secara demokratis, serta menekan konsumerisme dan mengutamakan daur ulang.

 

“Sejatinya, manusia, alam/lingkungan, dan peradaban berada pada satu garis lurus. Jika salah satunya tidak diperhatikan, maka akan menimbulkan tabrakan. Bencana ekologis akibat sampah dan persoalan lingkungan lainnya adalah bentuk nyatanya. Mulailah menjaga lingkungan dan kelestarian alam sebagai upaya merawat bumi. Bumi adalah ibu kita dan rumah besar kita,” pesan Beatrix di penghujung pertemuan kami. (Mario/MDj/red)


Post a Comment

0 Comments