Beatrix Yunarti Manehat. Foto: Arsip pribadi. |
Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Dalam beberapa literatur budaya, narasi-narasi masyarakat
lokal tidak terlepas dari konsep pemahaman tentang bumi. Bumi dianggap sebagai
rumah besar, tempat berlangsungnya siklus kehidupan manusia dalam berbagai
rentang waktu. Bumi dihayati dan dihormati layaknya seorang ibu, sosok yang
mengandung, melahirkan, dan membesarkan anak-anaknya dalam dekapan kasih
sayang.
Pemahaman itu mendorong terciptanya narasi kebudayaan
yang menekankan esensi dan eksistensi bumi sebagai sosok yang selalu dihadirkan
dari segi ritualistik dan nilai-nilai humanistik. Beberapa kelompok masyarakat
menyebut bumi dengan istilahnya masing-masing yang kemudian diterjemahkan ke
dalam mitologi, legenda, maupun cerita rakyat beserta nilai-nilai budayanya. Hal
itu secara turun temurun diwariskan sebagai sebuah kearifan lokal.
Tidak jarang, pada kelompok masyarakat tertentu, bumi
selalu mendapatkan perhormatan tertinggi, sehingga kerap disakralkan. Hal itu
pun tertanam dalam kultur kebiasaan masyarakat saat melakukan ritual adat,
seperti memulai masa tanam dan menyelesaikan masa panen. Bahkan, dalam
kepercayaan masyarakat lokal, apabila pelibatan dan penghormatan terhadap (ibu)
bumi tidak dilakukan sesuai tatanan adat setempat, maka akan datang bencana
atau kesialan sebagai akibat dari “kedurhakaan” manusia.
Beatrix saat memberikan sosialisasi kepada para mahasiswa terkait sampah dan dampak buruknya bagi lingkungan. |
Konsep pemahaman tentang bumi tersebut juga selaras
dengan pemikiran dan aksi yang dilakukan oleh Beatrix Yunarti Manehat, seorang
Akademisi yang giat menyuarakan narasi dan melakukan aksi merawat bumi. Beatrix,
sapaan akrabnya, melihat bumi sebagai rumah bagi seluruh mahkluk hidup. Merawat
bumi, ungkapnya, adalah tanggung jawab kolektif yang melibatkan semua pihak,
tanpa terkecuali.
“Bumi ini adalah rumah besar kita. Bumi bagaikan
seorang ibu yang senantiasa menjaga dan harus dijaga. Dari dalam rahim bumi
inilah lahir begitu banyak kehidupan. Tanpa kehadiran (ibu) bumi, maka tidak
akan ada kehidupan. Inilah alasan mengapa tugas merawat bumi adalah kewajiban
dan tugas kolektif yang melibatkan semua orang,” tuturnya ketika diwawancarai
oleh media ini, Selasa (19/12/2023).
Narasi dan Pemikiran untuk Merawat Bumi
Beatrix mengungkapkan, narasi dan pemikiran untuk
merawat bumi tentu berangkat dari realita kondisi alam dan lingkungan sekitar
sebagai penyokong kehidupan di muka bumi. Alam menciptakan ekosistem yang
dinamis dan lingkungan menopang kehidupan komponen-komponen ekosistem dalam
satu interaksi yang timbal balik.
“Dinamika interaksi tersebut secara perlahan
menghasilkan perubahan dan kemajuan yang menunjang peradaban. Norma, nilai,
pengetahuan, dan teknologi yang mendukung kehidupan seluruh makhluk hidup lahir
sebagai hasil interaksi tersebut. Semua itu berkumpul dalam satu rahim yang
sama, yakni (ibu) bumi,” tambahnya.
Beatrix bersama rekan-rekan komunitas peduli lingkungan seusai melakukan aksi pilih-pilah sampah di Pantai Lasiana, kota Kupang. |
Ia menerangkan, saat ini, salah satu persoalan
lingkungan yang paling santer dibicarakan, terutama di kota Kupang, adalah
sampah. Sampah-sampah itu, sambung Beatrix, paling banyak dihasilkan dari
aktivitas rumah rumah tangga, pusat perniagaan, pusat perkantoran, fasilitas
publik, dan pasar. Persoalan sampah, ujarnya, merupakan persoalan serius yang
tengah dihadapi masyarakat, apalagi menyangkut kebersihan lingkungan dan
kesehatan anggota masyarakat.
“Sesuai data dari Dinas Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, di kota Kupang, kita sudah memroduksi sebanyak 218.98 ton sampah
pada tahun 2021. Jumlah itu meningkat dari sebelumnya sebesar 214.98 ton
perhari pada tahun 2020. Sampah-sampah itu bersumber dari berbagai tempat,”
jelas Dosen Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang tersebut.
Beatrix menambahkan, salah satu kekurangan dalam upaya
meminimalisir persoalan sampah adalah minimnya pengetahuan tentang manajemen
pengelolaan sampah. Akibatnya, sampah organik dan anorganik tercampur menjadi
satu tanpa adanya pengolahan lebih lanjut.
“Salah satu kekurangan kita adalah minimnya manajemen
pengelolaan sampah. Padahal, sampah-sampah itu seharusnya dipilah terlebih
dahulu. Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), semua sampah tercampur, tertimbun,
dan bahkan berpotensi menyebabkan penyakit,” tukas peraih penghargaan Perempuan
Penggerak Bumi (Woman Earth Alliance)
Tahun 2021 ini.
Beatrix bersama anak-anak rumah baca dampingan Beatrix Yunarti Manehat Foundation. |
Membangun Pemahaman Lingkungan bagi
Anak-anak
Sejak tahun 2014, Beatrix konsen bergerak di bidang
pendidikan melalui yayasan yang didirikannya, yakni Beatrix Yunarti Manehat
Foundation. Seiring berjalannya waktu, tepatnya sejak tahun 2021, yayasan
tersebut turut terlibat dalam berbagai aksi menjaga lingkungan. Menurutnya,
pendidikan harus menjadi rumah formasi yang berperan untuk membentuk dan
membina generasi muda, baik dari segi pengetahuan, pengalaman, maupun karakter,
untuk memahami esensi lingkungan dan membangun komitmen dalam merawat bumi.
“Dalam dunia pendidikan, generasi muda kita bisa
mencapai tujuan intelektualnya. Namun, di sisi lain, pembentukan karakter juga
harus dicapai, salah satunya dengan membangun komitmen dalam merawat bumi. Keseimbangan
antara intelektualitas dan karakter itulah yang menjadikan kita sebagai manusia
yang memiliki nilai (value),”
ungkapnya.
Beatrix mengisahkan, Beatrix Yunarti Manehat
Foundation awalnya membangun rumah baca bagi anak-anak di sekitaran kota
Kefamenanu. Dalam ruang-ruang literasi itulah ia dan teman-temannya memberikan
pengetahuan tentang alam dan lingkungan kepada anak-anak sejak usia dini.
Salah seorang mahasiswa sedang menanam anakan pohon. |
“Saya dan teman-teman di yayasan membangun rumah baca.
Di dalamnya, anak-anak diberikan pemahaman tentang lingkungan di sela-sela
membaca buku. Ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan pemahaman tentang
lingkungan bagi anak-anak sejak usia dini, sekaligus menanamkan kecintaan
terhadap lingkungan,” terang Beatrix yang pernah dinobatkan sebagai Penggerak
Literasi oleh Bupati Timor Tengah Utara pada tahun 2021.
Menanam Pohon dan Menabung Sampah
Beatrix Yunarti Foundation juga membantu menyalurkan
persediaan buku-buku bacaan pada beberapa rumah baca dengan syarat harus
menanam pohon di pekarangan rumah. Selain itu, Beatrix juga membantu beberapa anak kurang mampu untuk memperoleh beasiswa pendidikan Strata 1 (S1),
tetapi dengan syarat harus menanam minimal 10 anakan pohon di rumah
masing-masing.
“Kami juga bersama komunitas-komunitas lain turut
berpartisipasi dalam kegiatan menanam pohon. Saya juga membantu anak-anak
kurang mampu untuk memperoleh beasiswa pendidikan dengan syarat wajib menanam
sepuluh anakan pohon di rumah,” jelasnya.
Lebih lanjut, untuk mendukung terciptanya manajemen
pengelolaan sampah yang baik, Beatrix membangun kerja sama dengan Unwira dan Bank
Sampah Mutiara Timor melalui program menabung sampah bagi mahasiswa. Mereka
mengumpulkan dan memilah sampah-sampah plastik untuk dibawa ke Bank Sampah
Mutiara Timor. Sampah-sampah itu kemudian didata dan dihitung besaran biaya
tabungan sesuai jumlah sampah yang dikumpulkan.
“Kita fokus menjalankan program menabung sampah.
Selama masa uji coba enam bulan di tahun (2023) ini, dari total 200
mahasiswa, mereka berhasil mengumpulkan kurang lebih 1024 kilogram sampah
plastik. Sampah-sampah itu akan diolah dan didaur ulang kembali untuk menekan
dampak buruk pada lingkungan,” tambah Beatrix.
Pada suatu kesempatan, dilansir dari cakrawalantt.com, Meilsi Mansula, dari Bank Sampah Mutiara Timor, mengapresiasi
program mengumpulkan dan menabung sampah, sebab mampu mendukung pengelolaan
sampah yang baik dan benar. Ia mengatakan, terdapat metode pemilihan dan
pemilahan sampah yang memang harus diketahui oleh masyarakat, sehingga tidak
menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.
“Tentunya, pemilihan dan pemilahan ini bertujuan agar
kita semua bisa membedakan jenis-jenis sampah yang akan dikumpulkan,” terangnya
saat menyosialisasikan dampak buruk sampah pada kegiatan Kupang Pilah Pilih Sampah Plastik, Senin (16/10/2023), di Pantai
Lasiana Kupang, bersama Beatrix Yunarti Manehat Foundation.
Beatrix bersama CEO Bank Sampah Mutiara Timor, Meilsi Mansula. |
Kisah Merawat Bumi dan Misi Pembangunan
yang Berkelanjutan
Kisah Beatrix untuk konsisten merawat (ibu) bumi
senada dengan misi pembangunan yang berkelanjutan sesuai dengan Undang-Undang
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. Dalam konsep
pembangunan yang berkelanjutan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
dan dicapai, yaitu berwawasan lingkungan (enviromental
sound), memberdayakan masyarakat (community
empowering), mengembangkan ekonomi lokal (local economic development), dan memperkuat budaya (strengthening of culture).
Beatrix, melalui narasi, pemikiran, dan aksi, secara
tidak langsung berkontribusi bagi perwujudan misi pembangunan yang
berkelanjutan. Hal-hal kecil yang dilakukannya dengan konsisten tentu berdampak
besar bagi kelestarian lingkungan. Masyarakat, terkhususnya generasi muda,
dapat memperoleh pemahaman berbasis lingkungan, diberdayakan melalui program
menabung sampah, dan mengembangkan ekonomi lokal.
Selain itu, Beatrix juga turut memperkuat budaya
dengan menanamkan rasa cinta terhadap alam dan lingkungan sebagai penghormatan
kepada bumi, sosok ibu yang melahirkan kehidupan. Hal itu sesuai dengan
pemikiran Arne Naess, seorang Filsuf Norwegia, yang menekankan konsep deep ecology untuk menyadarkan
masyarakat akan pentingnya lingkungan sekaligus memperkenalkan nilai instrinsik
dari semua bentuk kehidupan.
Pose bersama para mahasiswa dan rekanan komunitas peduli lingkungan di kota Kupang. |
Konsep tersebut menawarkan sebuah hubungan harmonis
antara manusia dan alam/lingkungan, memandang alam dan lingkungan sebagai
sebuah nilai yang harus dihormati, menunjang keberlanjutan ekologis, melibatkan
semua pihak secara demokratis, serta menekan konsumerisme dan mengutamakan daur
ulang.
“Sejatinya, manusia, alam/lingkungan, dan peradaban
berada pada satu garis lurus. Jika salah satunya tidak diperhatikan, maka akan
menimbulkan tabrakan. Bencana ekologis akibat sampah dan persoalan lingkungan
lainnya adalah bentuk nyatanya. Mulailah menjaga lingkungan dan kelestarian alam
sebagai upaya merawat bumi. Bumi adalah ibu kita dan rumah besar kita,” pesan
Beatrix di penghujung pertemuan kami. (Mario/MDj/red)
0 Comments