Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

Upaya Pemerintah Kembali "Mensakralkan" Perkawinan di Indonesia

 

Dokumentasi Kemenko PMK.


Jakarta, CAKRAWALANTT.COM - Legalitas perkawinan merupakan salah satu landasan penting bagi keluarga untuk membentuk ketahanan keluarga yang sejahtera lahir dan batin. Landasan legalitas dalam konteks ketahanan keluarga adalah perkawinan yang sah.

 

Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974, dinyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Selain itu, setiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

 

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menyampaikan bahwa saat ini, tekanan dan tantangan dalam perkawinan semakin kompleks.

 

Berdasarkan Peradilan Agama Mahkamah Agung (2023), data perkara isbat nikah tahun 2020-2022 mengalami peningkatan. Sementara pengajuan dispensasi kawin juga meningkat tajam dari tahun 2020 ke 2021, yaitu dari 28,57% menjadi 37,50% dan menurun sedikit menjadi 36,36% pada tahun 2022. Pengajuan dispensasi kawin disebabkan salah satunya oleh alasan kehamilan (PUSKAPA, 2023). Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan dan perlu mendapatkan perhatian serius.

 

Deputi Lisa menjelaskan bahwa diperlukan strategi khusus untuk memastikan bahwa kehamilan tidak menjadi upaya yang disengaja oleh pihak-pihak yang ingin melaksanakan perkawinan anak agar permohonan dispensasi kawinnya dapat disetujui.

 

"Oleh karena itu, penting untuk melakukan upaya mengembalikan dan memelihara kesakralan nilai-nilai suci perkawinan dalam rangka membangun ketahanan dan kesejahteraan keluarga serta generasi penerus yang lebih baik," ucapnya saat memberikan sambutan dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Memelihara Kesakralan Perkawinan di Era Perkembangan Manusia Modern Dalam Membangun Ketahanan Keluarga pada Kamis (23/11/2023). 

 

Disisi lain, dispensasi kawin karena alasan kehamilan menimbulkan implikasi hukum perdata pada anak yang dilahirkan. Sebagaimana UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.

 

Hal ini diperkuat dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya.

 

"Sangat penting untuk mencurahkan perhatian terhadap pembangunan keluarga di Indonesia karena keluarga merupakan sistem mikro yang mempengaruhi sistem yang lebih lebih besar. Ketahanan keluarga merupakan fondasi ketahanan nasional," sambungnya. 

 

Ketahanan keluarga dimaknai sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang memiliki keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, material, dan mental untuk hidup secara mandiri. Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan keluarga untuk mengembangkan dirinya dan hidup secara harmonis, sejahtera serta bahagia, lahir dan batin.

 

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Fatwa MUI, KH. Juneid. Ia menyebut penambahan rukun nikah berupa kewajiban mencatat masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. 

 

"Tidak ada dalil naqli satupun terkait ini, sebab kenyataannya tidak ada contoh, sedangkan persoalan nikah merupakan suatu ibadah," ujarnya. 

 

Sedangkan, Hakim Yustisial Dirjen Badilag Mahkamah Agung, M. Natsir Asnawi, menjelaskan bahwa perlunya kolaborasi seluruh stakeholders guna memastikan setiap kebijakan saling terhubung dan sinergis sehingga dapat menekan praktik perkawinan tidak tercatat.

 

"Beberapa norma dasar dalam UU Perkawinan perlu segera direvisi agar tidak menimbulkan penafsiran beragam serta menegaskan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan," ucapnya.

 

Berdasar rilis Statistik Indonesia, terdapat 1,7 juta pernikahan tercatat tahun 2022. Sementara berdasarkan Peradilan Agama Mahkamah Agung (2023), data perkara isbat nikah tahun 2020 sebanyak 47.344, tahun 2021 sebanyak 46.942 dan tahun 2022 meningkat menjadi sebanyak 58.017. Hingga bulan November ini sudah tercatat 49 ribu lebih permohonan isbat nikah. 
 

Sementara, H. Zudi Rahmanto, Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Kementerian Agama, menjelaskan mengenai urgensi pencatatan nikah, akibat hukum dan dampak pernikahan siri.

 

“Layanan pencatatan nikah, perlu dikuatkan dengan ayat yang dapat dipakai sebagai dasar untuk mewajibkan pencatatan nikah. Di dalam fikih diperintahkan bahwa hukum jual beli dan pinjam meminjam saja harus dicatat, apalagi perkawinan” ujarnya.

 

Sebagai hasil FGD yang perlu ditindaklanjuti yaitu perlunya edukasi dan sosialisasi secara massif untuk memberikan kesadaran masyarakat dengan melibatkan ulama dan media online termasuk stasiun TV; Segera melakukan penertiban pencatatan sipil; Diperlukan integrasi data antar Kementerian/Lembaga khususnya Badan Pengadilan Agama (Badilag), Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri;  dalam jangka panjang perlu dilakukan revisi UU Perkawinan dengan menerapkan sanksi atas pelanggaran dan pasal-pasal yang perlu diperkuat.

 

FGD dihadiri oleh Asisten Deputi (Asdep) Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga, Asdep MBKS, Asdep PPW Kemenko PMK, Perwakilan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Dit. Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Bappenas, Asdep Pengarustamaan Gender Bidang Sosial Budaya, Asdep Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan KPPA, Dit. Bina Ketahanan Remaja BKKBN, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia. (KemenkoPMK/Tratama Helmi Supanji/MDj/red)


Post a Comment

0 Comments