Oleh : Fr. Nobert Banusu, CMM., M.Pd.
(Kepala SMAS Frater Don Bosco Lewoleba)
CAKRAWALANTT.COM - Kita bersyukur, generasi belajar bangsa
ini telah memasuki gerbang merdeka belajar. Era merdeka belajar dicanangkan dan
dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, sejak
kepemimpinan Mas Menteri Nadiem Anwar Makarim.
Konsep merdeka belajar dimulai dengan penghapusan
Ujian Nasional yang dirasakan kaku, mengikat pencapaian belajar peserta didik,
serta kurang mempertimbangkan latar belakang dan kondisi peserta didik yang
berbeda.
Penilaian dan penentuan kelulusan
dikembalikan kepada pihak sekolah. Sekolah menjadi merdeka. Sekolah memasuki
gerbang merdeka yakni era merdeka belajar. Lalu, apa maknanya?
Sekolah merdeka leluasa merancang dan melaksanaan
pembelajaran serta menilai peserta didiknya. Pedoman kualitas sumber daya
manusia yang dipegang teguh adalah melahirkan peserta didik yang kompeten,
cerdas, terampil dan berbudi pekerti luhur. Peserta didik dilatih memiliki
kecakapan dasar literasi, numerasi. Survei karakter dan lingkungan belajar diarahkan
untuk membentuk karakter profil pelajar Pancasila.
Tujuan sekolah merdeka di era merdeka
belajar adalah menciptakan lingkungan belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan
pencapaian skor atau nilai, mendukung banyak inovasi dalam dunia pendidikan, menggali
potensi terbesar para guru dan peserta didik, serta meningkatkan kualitas
pembelajaran secara mandiri.
Sekolah merdeka di era merdeka belajar membawa
konsekuensi otonomi dan fleksibiltas bagi sekolah. Sekolah memiliki otonomi dan
fleksibilitas dalam menentukan pembelajaran, kompetensi dan keterampilan yang
hendak dicapai peserta didiknya, serta model penilaian yang dilaksanakan. Sekolah
bertanggungjawab mewujudkan profil pelajar Pancasila dan alumni yang selaras
dengan kekhasan sekolah. Sekolah merdeka, merancang Kurikulum Operasional
Satuan Pendidikan (KOSP) secara otonom dan fleksibel.
Para pendidik pun memiliki otonomi dan
fleksibilitas bersama peserta didik untuk menentukan apa yang hendak dipelajari
dan bagaimana mempelajarinya guna mencapai kompetensi dan keterampilan
tertentu. Sekolah merdeka, merdeka mengajar, dan merdeka belajar mengandung
makna otonom dan fleksibel.
Secara etimologis istilah otonomi
berasal dari akar kata Yunani auto yang berarti “diri” dan nomos yang
berarti “ádat” atau “hukum”. Istilah otonomi tampak mencerminkan hak kelompok
untuk mengatur diri mereka sendiri. Pengertian otonomi yang demikian dapat
dikenakan juga pada organisasi pendidikan di sekolah. Otonomi sekolah dapat
didefinisikan sebagai kemampuan lembaga mengelola dirinya sendiri secara baik
sesuai prinsip-prinsip umum yang sudah digariskan oleh kebijakan negara.
Menurut Clark (2008), otonomi memberikan
kesempatan kepada kepala sekolah untuk melaksanakan praktik kepemimpinan,
seperti menciptakan lingkungan yang mendorong pengembangan visi-misi dan tujuan
sekolah, mengembangkan staf, mendesain struktur dan budaya organisasi dengan
cara mendukung proses pembelajaran dan mengelola kurikulum.
Sekolah yang otonom pada dirinya
mempunyai kecakapan kinerja yang unggul dalam menghadapi aneka tantangan.
Sekolah-sekolah yang sudah memperoleh akreditasi A, diandaikan mampu mengelola
dirinya dengan baik secara otonom dalam mengembangkan sistem pembelajaran yang
relevan dan bermakna.
Otonomi sekolah bukan berarti sekolah
itu dapat semau saja mengelola sekolah. Acuan standar lulusan dan profil
sekolah tetap mencerminkan cita-cita pendidikan nasional. Indikator pencapaian
disesuaikan dengan konteks dan standar kompetensi guna mencapai tujuan lembaga
pendidikan, yakni mengapa sekolah itu didirikan. Praktik otonomi sekolah,
menurut Limon dan Aydin (2020), memastikan fleksibilitas sesuai dengan
kebutuhan sekolah dan para peserta didik. Kata fleksibel telah banyak digunakan
dalam berbagai bidang.
Menurut Oxford Advanced Learner’s
Dictionary (2000), kata fleksibel berarti “mampu berubah agar sesuai dengan
kondisi dan situasi baru.” Secara intuitif, fleksibilitas dapat dipahami
sebagai kemampuan merespons perubahan. Fleksibilitas terkait dengan kemampuan
penyesuaian terus menerus dalam kondisi yang kerap berubah.
Dalam konteks fleksibiltas sekolah, para
guru dan unsur pimpinan sekolah, perlu memilah dan memilih mana materi ajar
yang esensial. Ketuntasan belajar tetap disesuaikan dengan acuan standar
kompetensi, tetapi metode pencapaian bahan ajar sepenuhnya diatur dan menjadi
tanggung jawab guru secara kreatif. Otonomi dan fleksibilitas guru dalam
merespons perkembangan zaman sangat membantu percepatan merdeka belajar.
Otonomi dan fleksibiltas sekolah merdeka
secara konkret ditemukan dalam dokumen Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan
(KOSP). Sekolah merdeka memiliki kewenangan mempersiapkan program
intrakurikuler, ko-kurikuler, maupun ekstrakurikuler yang tertuang dalam KOSP.
Program intrakurikuler di tingkat
SMA/SMK antara lain memberi kebebasan kepada peserta didik tingkat dasar untuk
mempelajari semua mata pelajaran sebagai fondasi untuk memilih mata pelajaran
pilihan sesuai minat, bakat potensi, dan cita-citanya. Peserta didik dibantu
menemukan pilihan yang tepat melalui pendampingan dari guru Bimbingan
Konseling.
Sedangkan, penanaman karakter profil
pelajar Pancasila dijalankan melalui program ko-kurikuler. Dalam kegiatan ko-kurikuler,
sekolah memilih tema-tema pembelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila (P5).
Program ekstrakurikuler dilaksanakan
melalui kegiatan pengembangan bakat dalam bidang sains, seni dan olahraga.
Dalam hal penerapan kewirausahaan, sekolah melatih peserta didik untuk
mengembangkan bakat, potensi dan kreativitas hingga menghasilkan produk
sendiri, mengembangkan branding, dan mampu memasarkan kepada pihak luar.
Para peserta didik dilatih untuk
mengembangkan jiwa entrepreneurship demi masa depan yang baik. Program
ini menjadi pembelajaran bagi peserta didik untuk mempersiapkan masa depan
mereka secara lebih baik. Roh dan jiwa kurikulum merdeka memberi kebebasan
kepada sekolah untuk menerapkan berbagai program, strategi, dan kegiatan
sekolah yang bermuara pada terbentuknya peserta didik yang berkarakter pelajar
Pancasila.
Sekolah merdeka secara bebas dan
fleksibel menyelenggarakan program kurikulumnya. Setiap sekolah memiliki
karakteristik yang berbeda, kesiapan, dan ketersediaan sumber daya yang
berbeda. Sekolah merdeka memiliki otonomi dan fleksibilitas dalam mengembangkan
dirinya sesuai karakteristik dan potensi yang dimiliki.
Salah satu contoh program sekolah
merdeka yang dipraktikan Sekolah Menengah Atas Swasta (SMAS) Frater Don Bosco
Lewoleba, Kabupaten Lembata, yakni melaksanakan pentas seni dan gelar karya P5 dengan
tema “Bara Suara dan Kreasi Siswa”, pada 1 April 2023, di aula sekolah. Peserta
didik menampilkan karya seni teater, suara, tari dan memamerkan kreativitas
produk belajar di hadapan stakeholder pendidikan.
Pentas seni, pameran produk adalah
contoh program sekolah merdeka dalam menumbuhkan karakter pelajar Pancasila
yang Mandiri, Gotong Royong, Bernalar Kritis, Kreatif, Berkebhinekaan Global
dan Beriman Bertakwa dan Berakhlak Mulia.
Hal yang sama juga bertujuan menumbuhkan
kekhasan karakter profil pelajar dan alumni SMAS Don Bosco Lewoleba, yakni
karakter Spiritual, Intelektual, Sosial, Sadar Proses, Kedewasaan dan
Ekologis. Sekolah merdeka di era
merdeka belajar bermakna tersedianya ruang kolaborasi, kreativitas, dan inovasi
sekolah untuk menampilkan seluruh potensi stakeholder guna menciptakan
generasi emas 2045.
Dengan demikian, sekolah merdeka siap
melahirkan generasi abad 21 yang kreatif, inovatif, kritis, kolaboratif dan
komunikatif. Sekolah merdeka di era merdeka belajar membuka ruang kreativitas, inovasi, dan kolaborasi antara kepala sekolah, guru, peserta didik, serta melibatkan berbagai pihak lain untuk mencapai tujuan belajarnya.
Semoga kepala sekolah, para guru, dan
peserta didik terus merefleksi diri, apakah sudah merdeka dan mengalami suasana
merdeka belajar di dalam sekolah merdeka. Salam Merdeka! (MDj/red)
0 Comments