Oleh : Imanuel Fallo, S.Pd.
(Guru SMP Negeri 1 Atap Nunfutu, Malaka)
CAKRAWALANTT.COM - Proses pendidikan di sekolah selalu melibatkan interaksi antara
guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik. Interaksi tersebut dapat
membangun suatu proses pembelajaran yang meliputi beberapa komponen selain guru
dan siswa, yakni materi pelajaran, sumber belajar, media pembelajaran, metode,
dan lain sebagainya. Proses pembelajaran tersebut dapat dikatakan berhasil
apabila interaksi antar komponen di dalamnya mampu menghasilkan perubahan dalam
diri siswa secara potensial dan positif.
Pada dasarnya, proses pembelajaran harus didasarkan pada
pengalaman siswa untuk mengembangkan dirinya secara mandiri dan kreatif. Siswa
harus menemukan jati dirinya dalam proses pembelajaran, sehingga cara
penyampaian informasi atau materi pembelajaran oleh guru pun harus merata,
menyenangkan, dan inovatif. Namun, dalam praktiknya, sebagian proses
pembelajaran masih cenderung berbasis hafalan teori. Siswa pun kurang diberikan
kesempatan untuk berdiskusi dan menemukan jati diri secara mandiri dalam proses
interaksi.
Kondisi tersebut juga banyak ditemui di SMP Negeri 1 Atap Nunfutu,
Kabupaten Malaka, khususnya di kelompok siswa kelas VII. Proses pembelajaran
yang berlangsung sering tidak sesuai dengan tujuan utama pendidikan. Sebagian
siswa tidak mampu memahami inti pembelajaran sehingga berpengaruh pada
pencapaian hasil belajar yang tidak sesuai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).
Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kebiasan menghafal materi
pelajaran tanpa memahami konsep utama, minimnya keaktifan dan kreativitas dalam
bereksperimen, serta rendahnya rasa ingin tahu terhadap materi pelajaran.
Selain itu, pola pembelajaran yang (hanya) berfokus pada guru (teacher-centered) pun cenderung menjadi
faktor penyebab.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentu tidak terlepas dari
proses pembelajaran. Komponen-komponen pembelajaran harus berubah sesuai
kondisi dan kebutuhan siswa. Misalnya, guru harus lebih kreatif ketika mengajar
agar siswa menjadi tertarik dan tidak mudah bosan. Suasana kelas juga harus
dirancang dan dibangun menggunakan metode dan model pembelajaran yang tepat agar
proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, sebab semakin besar keterlibatan
siswa, maka semakin besar kesempatan untuk mengalami proses belajar.
Salah satu solusi yang bisa digunakan adalah dengan menerapkan
Metode Inkuiri pada Model Pembelajaran Prediction,
Observation, and Explanation (POE). Model yang dikembangkan oleh White dan
Gunstone (1992) tersebut bertujuan untuk menggali pemahaman siswa dengan
melaksanakan 3 tugas utama, yakni prediksi, observasi, dan memberikan
penjelasan (Indrawati dan Setiawan, 2009 : 45). Menurut Warsono (2012 : 93),
teknik tersebut dilandasi oleh teori pembelajaran konstruktivisme yang
beranggapan bahwa melalui kegiatan prediksi, observasi, dan menerangkan suatu
hasil pengamatan, struktur kongnitif akan terbentuk dengan baik.
Sementara itu, Metode Inkuiri pada Model Pembelajaran POE
merupakan desain model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam menemukan
sendiri berbagai jawaban atau persoalan yang dihadapi dengan prediksi,
observasi, dan penjelasan. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa dalam mengidentifikasi persoalan, membuat hipotesis, mengumpukan data,
dan mengambil kesimpulan. Di sini, siswa dapat mencari informasi dan melakukan
percobaan serta berdiskusi untuk menemukan konsep dari materi pembelajaran.
Penerapan Metode Inkuiri pada Model Pembelajaran POE merupakan
desain pembelajaran yang dimulai dengan penyajian masalah, pengarahan siswa
untuk memberikan dugaan sementara, observasi terhadap masalah, dan pembuktian
melalui percobaan. Kemudian, siswa diberikan kesempatan untuk mengumpulkan data
dari hasil observasi untuk dianalisis agar bisa membuktikan dugaan benar atau
salah yang akan dirumuskan dalam suatu kesimpulan.
Siswa yang diajarkan menggunakan penerapan Metode Inkuiri pada Model
Pembelajaran POE memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bereksperimen serta
dapat mencapai hasi belajar yang sesuai. Penerapan metode dan model
pembelajaran tersebut dapat dilakukan dalam 3 tahap utama sebagai berikut.
Pertama, prediksi (prediction).
Prediksi merupakan keterampilan mengantisipasi atau menyimpulkan suatu hal yang
akan terjadi pada waktu yang akan datang berdasarkan pikiran atas
kecenderungan, pola tertentu, atau informasi (Usman dan Setiawati, 1993 : 79). Dalam
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), prediksi menjadi tahap awal dimana
siswa membuat dugaan terhadap suatu peristiwa atau fenomena.
Fenomena pada pokok pembahasan IPA di kelas VII salah satunya
adalah “Gaya”. Fenomena gaya yang dipelajari antara lain gaya apung, tenggelam,
dan melayang. Di sini, siswa diminta untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan
fenomena kertas yang dicelupkan dalam air, apakah terapung/tenggelam/melayang. Siswa
akan meramalkan jawaban atau memberikan dugaan terkait femomena tersebut
beserta alasan dan penjelasannya. Siswa bebas menyusun dugaan sementara
berdasarkan pengetahuan awal yang diperolehnya, sedangkan guru dilarang
membatasi pemikiran siswa.
Kedua, observasi (observation).
Observasi merupakan kemampuan mengamati dengan melibatkan semua alat indra. Pada
tahap ini, siswa terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Guru memberikan
waktu kepada siswa untuk melakukan percobaan atau demonstrasi terkait fenomena
atau peristiwa terkait tercelupnya kertas dalam air yang dibahas untuk
membuktikan kebenaran dari hipotesis atau kebenaran prediksi yang disampaikan. Di
sini, siswa mengadakan praktikum (eksperimen) sembari mencatat hasil pengamatan
dan mengaitkan prediksi sebelumnya. Selama tahap observasi, siswa terlibat
langsung dan berperan aktif dalam mencari pembuktian atas jawaban awal yang
diberikan.
Ketiga, pejelasan (explanation).
Tahap penjelasan merupakan tahap dimana siswa diminta untuk memaparkan hasil
pengamatannya serta menjelaskan kesesuaian atau ketidaksesuaian prediksi dengan
keadaan sebenarnya (hasil eksperimen), sehingga siswa dituntut untuk bisa
bertanggung jawab atas hasil pengamatan yang dilakukannya. Jika hasilnya sesuai,
maka siswa memperoleh kebenaran dan semakin yakin dengan konsepnya, tetapi,
apabila tidak sesuai, maka siswa dapat mencari penjelasan lanjutan.
Penerapan Metode Inkuiri pada Model Pembelajaran POE dapat
merangsang siswa untuk lebih kreatif. Proses pembelajaran pun menjadi lebih
menarik, sebab siswa tidak hanya mendengarkan, tetapi juga mengamati peristiwa
atau fenomena yang terjadi melalui eksperimen. Dengan cara mengamati secara
langsung, siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan teori dengan
kenyataan. Hal itu pun akan berpengaruh pada upaya peningkatan hasil belajar
siswa.
Untuk itu, penerapan Metode Inkuiri pada Model Pembelajaran POE
dapat digunakan di dalam kegiatan belajar dan mengajar di dalam kelas sebab
bisa memberikan dorongan serta menumbuhkan minat dan hasil belajar siswa. Model
Pembelajaran POE diharapkan untuk diterapkan secara berkelanjutan sehingga
siswa terbawa kepada pengalaman dalam bentuk demonstrasi atau eksperimen guna
mengasah kemampuan siswa. (red)
0 Comments