(Kapolda NTT dan Rektor Unwira Kupang beserta jajaran melakukan foto bersama) |
Kupang, CAKRAWALANTT.COM - Kepala
Kepolisian Daerah (Kapolda) Nusa Tenggara Timur (NTT), Irjen Pol. Drs. Johanis
Asadoma, S.I.K., M.Hum., memberikan Kuliah Umum terkait Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO) di Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang,
Jumat (19/5/2023).
Kuliah
Umum bertajuk “Peran Kepolisian Dalam Mencegah dan Memberantas Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO)” tersebut dibuka secara langsung oleh Rektor Unwira
Kupang, Pater Dr. Philipus Tule, SVD., di Aula St. Paulus, Gedung Rektorat
Lantai IV, Kampus Penfui.
Dalam
sambutannya, Rektor Unwira, Pater Dr. Philipus Tule, SVD., mengatakan tujuan
Kuliah Umum tersebut ialah untuk mengetahui peran Kepolisian Republik Indonesia
(Polri), termasuk Polda NTT, dalam menegakkan hukum TPPO dan mengidentifikasi
hambatan yang dialami dalam proses penegakkan hukum TPPO yang terjadi di NTT.
“TPPO
(human trafficking) adalah kejahatan
kemanusiaan yang terjadi di level internasional sampai ke level lokal. Modus
TPPO itu ialah untuk mengeksploitasi perempuan, laki-laki, anak-anak, dan
pekerja migran,” ujar Pater Philipus.
Menurutnya,
dalam kerja sama dengan masyarakat (dan khususnya masyarakat Perguruan Tinggi
seperti Unwira), Kepolisian berperan penting dalam usaha penyadaran dan
sosialisasi, serta penegakkan hukum terhadap pelaku TPPO. Oleh sebab itu,
sambung Pater Philipus, pihaknya sangat mendukung peran Kepolisian melalui
Kuliah Umum dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya dalam melancarkan penyelidikan
dan penyidikan, serta berupaya dalam penanggulangan dan pemberantasan Pelaku
TPPO.
“Terima
kasih kepada Bapak Kapolda yang telah bersedia membawakan Kuliah Umum tentang
TPPO di Unwira,” ungkap Pater Philipus.
Saat
memulai Kuliah Umum, Kapolda NTT, Irjen Pol. Drs. Johanis Asadoma, S.I.K.,
M.Hum., menyampaikan salam nasional sebagai upaya menjaga keberagaman di Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terkait
TPPO, Johanis mengatakan terdapat 5 hal yang menjadi penyebab munculnya TPPO,
yakni kemiskinan, ketidaktahuan masyarakat (orang tua dan keluarga),
terbatasnya lapangan pekerjaan di NTT, adanya orang perorangan atau perusahaan
resmi yang memanfaatkan situasi pelik di NTT, serta berangkat dengan kemauan
sendiri.
“Ada
beberapa Modus Operandi yang biasa
terjadi selama ini, antara lain penipuan dengan rayuan kata bohong kepada orang
tua, RT/RW, dan korban bahwa korban akan bekerja dan mendapatkan gaji yang
besar, memalsukan dokumen kependudukan, ditempatkan atau disekap di penampungan
sementara sampai berbulan-bulan, menurunnya angka Pekerja Migran Indonesia
(PMI) yang bekerja secara ilegal, dan penjeratan hutang dengan cara memberikan
uang sirih pinang kepada orang tua untuk mengikat korban,” ungkapnya.
Untuk
itu, lanjut Johanis, ada beberapa strategi yang (akan) dibuat oleh Polda NTT
untuk mencegah dan menangani TPPO, antara lain strategi preemtif, preventif,
dan represif.
“Strategi
preemtif merupakan strategi internal yang akan dibuat oleh Polri dengan
memaksimalkan fungsi teknis Kepolisian sesuai fungsi masing-masing. Misalnya,
Binmas melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat terkait
pengetahuan tentang bahaya TPPO dan pengawasan pada katong-kantong perekrutan
PMI di desa-desa. Lalu, Shabara melakukan Turjawali pada wilayah rawan TPPO. Kemudian,
Intelkam melakukan deteksi dini dan pengawasan, serta memberikan informasi
terkait daerah rawan terjadi TPPO. Di samping itu, Lantas melakukan razia
kendaraan dan penumpang untuk mencegah terjadinya TPPO. Sementara itu, KP3 laut
dan udara bertugas untuk menyaring di tempat pemberangkatan,” jelas Johanis.
Sementara
itu, strategi preventif, sambungnya, adalah strategi yang memaksimalkan sistem koordinasi
yang baik dengan stakeholder atau
instansi terkait lainnya, antara lain, instansi terkait dalam satuan gugus,
Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) untuk mencegah area
bandara, TNI Angkatan Laut (AL) dan KP3 untuk mencegah area pelabuhan, Dinas
Tenaga Kerja Transmigrasi untuk melakukan verifikasi data, Dinas Sosial untuk
memberikan pengamanan kepada korban, media massa untuk memublikasi laporan
TPPO, dan lainnya.
“Dalam
strategi represif, untuk mendukung penegakkan hukum terhadap TPPO, maka Subdit
IV Renakta, khususnya Unit Trafficking Polda NTT, telah siap melakukan
penegakkan hukum terhadap kasus-kasus dan memroses para pelaku TPPO. Polda NTT
juga tergabung dalam Keputusan Gubernur NTT Nomor: 89/KEP/HK/2020 tentang Gugus
Tugas Pencegahan dan Penanganan Korban TPPO dan Calon Pekerja Migran Indonesia
serta Calon Tenaga Kerja Antar Daerah Non Prosedural di NTT,” tambag Johanis.
Dalam
sesi tanya jawab, Mahasiswa Fakultas Hukum Semester VI, RD. Vinsensius Tamelab,
Pr., mempertanyakan upaya Polda NTT dalam menindak Personil Kepolisian atau
Aparat yang terlibat dalam TPPO.
“Polri
selalu bertindak tegas terhadap para Anggotanya kalau mereka terlinat dalam
tindak pidana, termasuk TPPO. Pimpinan Polri tidak segan-segan untuk memecat Anggota
Polri yang terlibat. Sebab, kita pecat satu orang, masih ada 1000 orang yang
mau jadi polisi. Jadi, Polri sangat tegas dan tidak ada upaya untuk melindungi
Anggota,” pungkas Johanis saat menjawab pertanyaan tersebut. (MDj/red)
0 Comments