Update

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

UNWIRA KUPANG

MEDIA AUDIOVISUAL: KEMUDAHAN ATAU KESULITAN DALAM BELAJAR?

 

Oleh : Petrus Yakobus Sorowea

(Guru SMA Negeri 1 Maumere)



CAKRAWALANTT.COM - Di dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei disebutkan Pendidikan Agama, khususnya Pendidikan Agama Katolik, termasuk dalam kelompok mata pelajaran “Agama dan Akhlak”. Artinya, Pendidikan Agama berperan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.

 

Akhlak Mulia tersebut mencakup etika dan budi pekerti atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Dengan kata lain, Pendidikan Agama merupakan bagian penting dari proses pembelajaran yang sangat mempengaruhi proses belajar dan perubahan sikap atau perilaku peserta didik.

 

Dalam bukunya yang berjudul Strategi Belajar Mengajar, Hudoyo (2003:68) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru, sehingga menyebabkan suatu perubahan tingkah laku. Sedangkan, menurut Hamalik (1994 : 24) dalam bukunya yang berjudul Kurikulum dan Pembelajaran, pembelajaran adalah suatu proses interaksi sosial antara guru dan peserta didik.

 

Proses tersebut berada dalam suatu situasi pendidikan yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu; adanya tujuan pembelajaran, adanya guru yang mengajar dan peserta didik yang diajar. Oleh karena itu, sebagai sebuah proses pembelajaran, Pendidikan Agama berperan untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan baru kepada peserta didik melalui sebuah interaksi sosial dalam suatu situasi pendidikan.

 

Namun dalam penerapannya, Pendidikan Agama justru memiliki beberapa kendala dan hambatan yang kadang menghalangi proses transfer ilmu dari tenaga pendidik kepada peserta didik. Kenyataan yang terjadi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dewasa ini adalah para peserta didik kurang aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kadang menjadi hal yang membosankan dan menyulitkan para peserta didik dalam belajar.

 

Hal ini bisa disebabkan oleh metode pengajaran ceramah yang monoton, serta bahan pembelajaran yang hanya berkutat pada tulisan dan gambar-gambar mati dalam sebuah alat peraga, seperti kertas bergambar. Terhadap berbagai persoalan yang dihadapi dalam pembelajaran Agama Katolik, maka disinyalir bahwa salah satu sebab para peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran Agama Katolik adalah kurangnya penggunaan media audiovisual dalam pembelajaran.

 

Mencermati kenyataan ini, perlu ditelusuri sejauh mana penggunaan media audiovisual menjadi penting dalam memudahkan dan meningkatkan keaktifan serta kreatifitas para peserta didik dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Atau di lain pihak, penggunaan media audio visual justru menyulitkan proses pembelajaran.

 

Penggunaan media audio visual di dalam Pendidikan Agama Katolik mampu membangkitkan minat peserta didik dalam mempelajari Kitab Suci dan teologi secara teoritis. Media audio visual bisa menyampaikan cerita, pesan, dan penanaman nilai-nilai moral yang terkandung di dalam Kitab Suci. Hal itu tentunya menjadi dorongan dan perangsang partisipasi aktif dari para peserta didik guna menemukan berbagai nilai dan aplikasi nyata dari pendalaman Kitab Suci dan Pendidikan Agama Katolik di dalam kehidupan praksis sehari-hari.

 

Secara umum, pemanfaatan media audio visual bagi para guru dan peserta didik di dalam kegiatan belajar dan mengajar, terutama pada Pendidikan Agama Katolik memiliki beberapa dampak positif. Pertama, dalam pembelajaran dengan menggunakan media audiovisual, pelajaran akan terkesan lebih hidup dan menarik, sehingga para peserta didik akan menjadi lebih aktif dalam mengikuti pelajaran serta lebih proaktif untuk mencari berbagai hal baru melalui tayangan gambar atau video yang ditampilkan guru dalam pembelajaran tersebut.

 

Kedua, para peserta didik akan semakin aktif dan kreatif dalam memahami dan menemukan berbagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru kepada mereka secara  mandiri dalam pembelajaran tersebut. Dengan demikian, proses interaksi antara guru dan peserta didik semakin hidup dan keaktifan peserta didik untuk menemukan materi pembelajaran akan lebih mudah.

 

Ketiga, para guru tidak perlu lagi membuat alat peraga secara manual setelah memanfaatkan tayangan media audio visual dalam proses pembelajaran tersebut.

 

Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa langkah awal yang harus dilakukan secara rutin dan strategis. Pertama, para pengambil kebijakan (pemerintah) dan pendidik perlu mengubah dan memperbaiki sarana pembelajaran yang dipakai dalam proses dan cara pengajaran sebelumnya dengan tetap berpijak pada hasil evaluasi penggunaannya.

 

Kedua, perlunya pengadaan sarana penunjang berupa peralatan audio visual yang memadai agar memberikan kesempatan yang luas dan merata bagi semua komponen (pelaku) pembelajaran (yakni guru dan peserta didik) agar proses pembelajaran dengan media audiovisual bisa dimanfaatkan secara maksimal.

 

Ketiga, para guru hendaknya lebih kreatif dalam menemukan cara-cara dan metode-metode baru dalam penyajian bahan ajar dengan menggunakan media audiovisual yang ada agar pembelajaran yang disajikan menjadi lebih kreatif dan menarik serta berdaya guna bagi para siswa.

 

Di lain sisi, bagi Pendidikan Agama Katolik itu sendiri, pola atau pendekatan yang menggunakan kurikulum berbasis kompetensi tersebut hendaknya menunjang kompetensi peserta didik itu sendiri. Pertama, memungkinkan para siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses Pendidikan Agama Katolik dengan merangsang mereka untuk menemukan sendiri permasalahan yang dihadapi dalam proses belajar. Misalnya mereka mampu menemukan jawaban atas materi yang disajikan dalam bentuk audiovisual, seperti; tayangan tentang salah satu perikop kitab suci yang lebih hidup dan menarik agar para peserta didik mudah memahami pesan kitab suci yang disampaikan dalam pembelajaran.

 

Kedua, apabila peserta didik menjadi partisipan, maka dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik harus terdapat interaksi antara para peserta didik dan guru dengan mengajukan berbagai pertanyaan diskusi setelah mengamati suatu tayangan media audiovisual yang menyentuh kehidupan iman yang aktual dari para peserta didik. Misalnya, menonton tayangan kitab suci tentang perbuatan Kasih oleh Yesus kepada muridNya ketika membasuh kaki para murid (Yoh 13:1-20) yang mengajarkan nilai kerendahan hati dan sikap melayani terhadap sesama.

 

Ketiga, interaksi yang terjadi hendaknya terarah, sehingga diharapkan adanya suatu proses yang berkesinambungan. Interaksi yang berkesinambungan bertujuan untuk menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran iman dalam hidup nyata, sehingga para peserta didik semakin beriman dan menghayati kehidupan imannya secara lebih nyata dan mendalam. Misalnya, menonton tayangan menyangkut isi Injil Yoh 10:1-21 tentang “Gembala yang baik” yang mengajarkan nilai kepemimpinan, ketulusan, rela berkorban, dan setia melayani.

 

Pada akhirnya, pemanfaatan media audio visual di dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dapat meningkatkan keaktifan dan kreativitas peserta didik. Dengan demikian, guru harus mampu berinovasi secara kreatif dalam menerapkan penggunaan media audio visual pada setiap kegiatan belajar dan mengajar. (red)


Post a Comment

0 Comments